Saya berbicara atas nama bendera kita. Sekarang Sang Saka hanya menjadi simbol kelengkapan upacara. Banyak orang tidak tahu merahnya itu sebenarnya apa dan putihnya untuk siapa. Saya berbicara atas nama lagu kebangsaan kita. Dulu lagu itu membuat tegaknya airmata, membuat banjir darah seperti bukan apa apa, membangkitkan semangat luar biasa. Sekarang lagu itu sebatas cinderamata bagi seremoni seremoni belaka....
Saya Mbah Diro. Saya dulu masih muda dan rela mati bagi berdirinya negara ini. Sekarang saya sudah renta dan mendekati mati, tapi tetap rela mati bagi negara ini....saya bahkan merindukan mati bagi tetap tegaknya negara ini...”
Prolet mengusap dua titik kecil airmata yang melompat dari sudut matanya. Inilah rupanya pemburu rindu ketiga hari ini.
Medan, 22 Mei 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H