Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri di Udara

18 Mei 2017   15:21 Diperbarui: 18 Mei 2017   15:30 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Anita menghenyakkan pantatnya yang pegal.  Suaminya, Burhan, sedang meletakkan koper kecil yang terakhir di kabin.  Dewa, balitanya yang baru berusia 4 tahun mengekor di belakang ayahnya.  Wajahnya yang imut lucu memperhatikan ayahnya yang kerepotan.  Dewi, bayi mungil berusia 9 bulan ada di pangkuan Anita.  Tidur dengan tenang.

Sungguh melelahkan.  Mereka harus transit berjam jam di bandara yang sunyi ini tengah malam.  Pesawat mengalami kerusakan sehingga harus mendarat darurat di bandara terdekat.  Penumpang dipersilahkan menunggu.  Akan segera tiba pesawat pengganti yang tak lama lagi tiba. Begitu pengumuman dari kokpit sebelum akhirnya mereka masuk ruang tunggu bandara yang senyap. Di sebuah negara yang entah dimana.

Sungguh sebuah kebetulan yang tidak mengenakkan bagi Anita dan keluarganya.  Total penumpang pesawat Airbus A330 itu tidak sampai seperempatnya.  Ruang tunggu bandara yang tergolong kecil itu, bahkan sama sekali tidak terlihat penuh sesak.  Wajah wajah kuyu terlihat beredar di ruang tunggu.  Tengah malam.  Saat mereka sedang bergulat dengan kantuk dan berharap mendapat mimpi yang nyaman.  Malah harus terdampar di bandara ini.

Selama menunggu, penumpang dikirimkan makanan kecil dan minuman hangat oleh awak kabin.  Lumayan pikir Anita.  Setidaknya mereka tidak kelaparan.  Tidak terlihat ada resto atau cafe yang buka.  Maklum saja.  Tengah malam buta.  Burhan bahkan sudah keluar bandara untuk mencari kopi.  Tidak ada apa apa begitu katanya kepada Anita.

Akhirnya mereka bisa bernafas lega.  Pesawat pengganti yang kosong tiba tepat pukul 2 dinihari. Tubuh tubuh lelah itu berduyun duyun memasuki pesawat dengan mata setengah terpejam. 

----

Anita mengedarkan pandangan ke sekeliling.  Hmm pesawat yang sama jenisnya.  A330.  Mereka sengaja mengambil tempat duduk di tengah.  4 deret kursi berjajar.  Di deretan belakang.  Pas untuk 1 keluarga.  Anita tersenyum memperhatikan Dewi di sebelahnya.  Bayi mungil cantik yang tetap terlelap meski gaduh suara penumpang sedang memenuhi pesawat.  Burhan sedang bersandar dengan mata terpejam.  Kasihan.  Pasti lelah sekali dia menjaga keluarga kecilnya.  Anita tersenyum penuh cinta.  Tatapannya berhenti pada anak laki laki pujaannya, Dewa.  Lelaki kecil setampan ayahnya yang pemberani.  Duduk dengan santai sambil mendengar Ipodnya.

Sekali lagi Anita tersenyum.  Bahagia.  Dia dan anak anaknya pergi mengikuti Burhan yang beruntung mendapatkan beasiswa untuk mengambil program studi S3 di Perancis.  Ini bukan perjalanan keluar negeri pertama kali bagi Anita.  Tetap saja, ketika berpamit pada ayah ibunya, ada yang terasa menorehkan pedih di dadanya.

“Hati hati ya nak.  Ibu sebetulnya ingin kamu menunda keberangkatanmu.  Perasaan ibu tidak enak.  Tapi tidak apa apa.  Barangkali ibu sedang kecapean mengajar saja.” Begitu pesan ibunya sambil menciumi tak habis habis 2 cucu kesayangannya.

----

Sambil tetap memperhatikan satu persatu buah hatinya.  Anita tersentak.  Ada sesuatu yang ganjil di pesawat ini! Untuk memastikan, Anita berdiri lalu memandang dengan seksama ruang kelas ekonomi bagian belakang ini.  Penuh!  Anita mengerutkan alisnya.  Ah barangkali semua penumpang tadi duduk di belakang semua.  Keputusan yang aneh.

Semakin penasaran.  Anita bangun dari tempat duduknya lalu berjalan ke depan.  Ruang kelas ekonomi yang ini juga padat oleh penumpang!  Hati Anita semakin berdebar debar.  Dia melanjutkan langkahnya.  Berniat mengintip ruang kelas bisnis di depan.

Sambil berpura pura hendak masuk ke dalam toilet,  Anita menyingkap sedikit korden pemisah kelas penumpang.  Deg! Jantung Anita semakin bergeser menjauh.  Full! Seingatnya, penumpang yang berbarengan dari Jakarta hanya satu dua yang duduk di kelas bisnis. Keringat mulai berjatuhan di kening Anita.

----

Setelah kembali duduk, Anita sengaja memangku Dewi agar bisa berbisik di telinga Burhan yang sedang tertidur nyenyak.

“Mas...mas...bangun!  sssttt...ada yang aneh dengan pesawat ini...”  Burhan hanya menggeser posisi tubuhnya.  Lanjut tidur.  Anita menggerutu kesal.  Suaminya memang kalau sudah tidur seperti orang pingsan.  Duuuhh.  Anita merinding.  Kepada siapa dia harus menceritakan keanehan ini.

Ah dia ingat tadi di ruang tunggu sempat berbincang bincang dengan ibu setengah baya yang didampingi anak gadisnya hendak berobat ke Paris.  Anita mencoba peruntungan dengan kembali berdiri memperhatikan penumpang satu persatu.  Mudah mudahan si ibu ada di ruang ini.

Matanya yang berpindah dari satu penumpang ke penumpang lainnya berhasil mengenali penumpang yang sama sama berangkat dari Jakarta.  Semuanya tertidur pulas.  Namun banyak sekali yang masih terbuka matanya.  Wajah wajah baru yang dia tidak yakin berangkat dari Jakarta.  Anita bukan wanita cengeng penakut.  Meski sambil berdebar debar, dia memperhatikan wajah wajah baru itu. 

Mereka memang tidak tidur.  Ekspresi muka muka itu sangat dingin dan kaku.  Menghadap ke layar monitor kecil di depan kursi masing masing.  Sama sekali tanpa berkedip!  Mendadak Anita membuang mukanya dengan serta merta.  Wajah wajah itu serentak melihat ke arahnya.  Berbarengan. Dengan muka muka dingin dan kaku. Ya Tuhan!

----

Anita tidak berani lagi melanjutkan penyelidikan atas rasa penasarannya.  Ini melebihi ambang keberaniannya.  Mereka tidak bisa lari kemana mana.  Ini sedang di udara! 

Pramugari!  Ah ya pramugari! Pasti mereka terjaga.  Lagipula mungkin saja dia sedang bermimpi buruk.  Lebih bagus jika dia bisa bercakap cakap dengan seseorang sambil menunggu mimpinya terbangun.  Pramugari adalah orang yang tepat.  Tidak mungkin mereka tertidur. 

Hati Anita kembali tercekat ketika teringat sesuatu.  Jantungnya semakin bergeser menjauh dari tempatnya.  Sejak pesawat take off  sejam yang lalu, tidak ada satupun pramugari yang mondar mandiri memeriksa atau menawarkan sesuatu.  Ya ampun!

Anita meringkukkan tubuhnya semakin rapat di kursi.  Jagoan lelakinya, Dewa, sudah tertidur pulas.  Lelakinya yang lain, Burhan, seperti pingsan.  Pandangannya beralih pada Dewi.  Masih tertidur.  Tapi eehh tunggu dulu, mata kecilnya sedang bergerak gerak membuka.  Benar saja.  Dewi membuka matanya dibarengi dengan jerit tangis sekencang-kencangnya.

Anita panik.  Diraihnya Dewi di pangkuan.  Ditepuk tepuknya pantat mungil itu penuh kasih.  Biasanya Dewi akan tertidur lagi jika diperlakukan begitu.  Tapi tangisnya justru makin kencang!  Bayi mungil itu menggerak gerakkan tangan dan kakinya tidak karuan.  Anita semakin panik.  Apalagi setelah dilihatnya mata Dewi membelalak hebat seperti sedang ketakutan. 

Anita tidak punya pilihan lain.  Dia berdiri sambil menggendong Dewi yang makin histeris menangis sejadi jadinya.  Anita membawa Dewi berjalan jalan di koridor pesawat ke arah depan.  Tapi dia tidak berani menatap ke orang orang.  Takut sesuatu yang mengerikan nampak di matanya.

Dewi tetap menjerit jerit seperti kesurupan.  Tangan mungilnya bahkan menuding nuding kesana kemari.  ke arah para penumpang.  Anita kembali menyadari sesuatu.  Tangan mungil bayi kecilnya sedang menunjuk nunjuk para penumpang wajah wajah baru tadi!

Sambil terus mencoba mendiamkan Dewi.  Mau tidak mau Anita secara tidak sengaja akhirnya bertemu pandang dengan orang orang itu.  Wajah wajah dingin dan kaku.  Menatap layar monitor kecil tanpa berkedip.  Anita hampir pingsan! Dari mata mata itu sekarang mengalir airmata. Bukan airmata biasa.  Airmata berwarna hitam!  Airmata yang mengalir dari darah yang sudah menghitam! Semua wajah wajah baru itu mengalirkan airmata dari darah yang saudah menghitam!

Anita gelagapan ketakutan.  Berlari ke depan sambil menggendong Dewi.  Yang anehnya sekarang malah berhenti menangis.  Tapi tertawa cekikikan dengan suara yang tidak wajar.

Di ruang kelas ekonomi bagian depan malah lebih parah.  Semua penumpang penumpang baru yang memenuhi ruangan itu sekarang berdiri sambil menatap Anita yang berusaha sampai ke depan meminta pertolongan.  Mata mata mengerikan yang mengeluarkan airmata berwarna hitam itu semuanya memandang ke arah Anita yang sekarang hanya bisa tersaruk saruk pelan ke depan.

Tenaganya hampir habis karena ketakutan.  Dia tidak boleh menyerah!  Sambil terus diikuti pandang mata mata mengerikan itu, Anita sampai juga di depan.  Tergesa gesa dia membuka korden merah tua kelas bisnis.  Tidak mau menatap ke belakang. 

Para penumpang di kelas bisnis sepertinya terkejut mendengar suara gedebuk gedebuk lari Anita.  Mereka serentak menoleh ke arah Anita secara bersama sama.  Anita bernafas lega.  dari mata mata mereka tidak mengalir darah hitam. 

Anita menjerit keras! Dari mata mata itu memang tidak mengalir darah hitam.  Karena bola matanya sama sekali tidak ada!  Semua mata penumpang hanya sebuah lubang kosong yang semua tertuju kepadanya. 

Pramugari!  Ada dua orang pramugari di depan sedang mendorong trolley.  Anita bergegas berlari.  Meneriakkan kalimat meminta tolong dengan gagap dan memelas,

“Miss...miss....co...could you he...hellp me he...here...pleaseee...”

Dua orang pramugari itu menoleh mendengar jeritan Anita.  Anita menatap bengong dengan jantung yang benar benar telah jatuh.  Kedua pramugari itu sama sekali tidak berwajah!

Anita sudah tidak tahan lagi.  ini sudah di luar batas!  Dia menyandarkan tubuhnya ke lengan kursi di sebelah tempatnya berdiri.  Tidak lagi peduli lengannya bersinggungan dengan lengan penumpang tak bermata yang dingin sekali. 

Anita ingin pingsan.  Tapi tidak bisa.  Dewi di gendongannya adalah kekuatan terakhir baginya.

“Para penumpang yang terhormat.  Dikarenakan kerusakan berat pada pesawat.  Kita terpaksa mendarat darurat di perairan Segitiga Bermuda.......”

Suara pengumuman dari pilot itulah yang akhirnya membuat Anita pingsan....

Jakarta, 18 Mei 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun