Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjalanan Lahir Batin Prolet, Surat Ibu Guru Aisyah

16 Mei 2017   17:48 Diperbarui: 16 Mei 2017   18:14 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada satu surat lagi.  Itu nanti.  Di tempat kosnya sebelum tidur.  Prolet berpikir akan menjawab sekaligus semua surat itu setelah menyelesaikan dan mencerna surat ketiga.  Apa ya yang harus dikatakannya untuk memompa semangat ibu guru yang satu ini?

----

Surat ke 3-minggu keempat Januari 2017;

Dear Prolet,

Aku sebenarnya ingin menulis surat setiap minggu untukmu. Menuliskan ini seperti membuka gerbang dunia luar bagiku.  Tapi rasanya suratku kelewat satu minggu.

Aku sedang bersedih sekaligus berbangga Prolet.  Ingat Jamila? Dia menjadi wakil sekolahku dalam olimpiade matematika se kecamatan.  Dia menang.  Aku bangga sekali Prolet.  Aku menangis lagi.  Kali ini bukan seperti kehilangan celana.  Tapi seperti kehilangan kacamata.  Hahaha.  Maaf aku sepertinya agak garing kalau bercanda ya?

Aku lebih bangga lagi Prolet.  Jamila menjadi wakil kecamatan untuk ikut lomba yang sama di tingkat kabupaten.  Tapi di sinilah aku mulai bersedih.  Kota kabupaten jauh sekali dari sini. Menginapnya nanti juga bagaimana di sana? Dana sekolah yang ada sangat terbatas.  Gajiku ada.  Aku sudah alokasikan untuk ini juga. Tapi aku hitung hitung tetap tidak cukup. 

Tapi aku yakin pasti banyak jalan menuju kota, bukan roma.  Itu terlalu jauh Prolet.  Hehehe...garing lagi yah?

Oh iya.  Belum berapa lama aku ditawarkan oleh kenalan ibuku untuk pindah dan mengajar ke sebuah sekolah di kota.  Aku menolaknya Prolet.  Bukan karena aku tidak butuh uang, karena gaji yang ditawarkan berlipat daripada di sini.  Bukan karena aku tidak butuh keramaian, karena aku kadang kadang juga ingin makan makaroni panggang.  Tapi karena sekolah ini, punggung bukit ini, Jamila dan kepintarannya, sang nenek dengan cita cita untuk cucunya.  Membuatku jatuh cinta.

Aku akan menghabiskan waktu di sini Prolet.  Aku disadarkan oleh kenyataan.  Bahwa sebuah pengabdian itu bukan mainan.  Bahwa pengabdian itu ternyata lengan kiri dari kehidupan. Sedangkan lengan kanannya adalah perjuangan.

Sudah dulu ya Prolet.  Kau tidak perlu membalas suratku.  Cukup bagiku jika kau baca suratku.  Lalu kau tulis catatan di buku kecilmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun