Sebelum dihempas ke dalam ngarai, lamat lamat aku masih mendengar bisikan bisikan mengerikan;
“hrrrrrrr....wuuuussss....aaaaggghhh....!”
“heekkkkkkhhhhh”
“.....meninggal.”
----
Aku di neraka! Begitu yang pertama kali aku simpulkan. Hawanya sangat panas. Tubuhku seperti dimampatkan dalam peti mati. Tubuhku serasa dibakar dalam upacara ngaben.
Lama sekali aku dengar suara suara muncul lagi. Suara suara manusia yang aku kenal. Aku membuka mata dengan berat. Mamah, Papah, Om Gan, Tante Ir, Adikku Rena, semua mengelilingiku dengan tatapan bersyukur dan lega. Ya Allah, aku masih hidup. Inilah momen pertama aku menyebut namaNYA dengan begitu ikhlas.
Mereka kemudian bercerita. Aku dan Pak Karyo ditemukan oleh patroli hutan lindung yang kebetulan melintas di jalan tempatku berlari lintang pukang. Kami berdua di bawa secepatnya ke rumah sakit di kota karena puskesmas terdekat angkat tangan menangani melihat keadaan kami yang sangat parah. Tubuh kami seperti habis dikoyak koyak binatang buas. Padahal petugas petugas meyakinkan semua bahwa di Alas Purwo tidak ada lagi binatang buas yang tersisa. Paling ganas hanya babi hutan.
3 hari setelah dirawat secara intensif di rumah sakit besar, Pak Karyo meninggal. Keluargaku yang segera menyusul setelah dikabari, membawaku ke Jakarta. Aku dirawat secara lebih intensif di RSCM. Seminggu kemudian aku siuman dengan bekas luka luka cakaran dan gigitan yang membekas dalam.
----
Hari ini aku boleh pulang dan dirawat di rumah. Aku bersyukur. Di rumah akan jauh lebih cepat dan aman untuk memulihkan kondisi luka lukaku dan trauma psikologis yang terus terusan mencekam jiwaku.