Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Ujung Kilat di Dangau Pak Sardi

11 Mei 2017   23:30 Diperbarui: 11 Mei 2017   23:41 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kecik yang memaksa untuk kesini tadi merasa bertanggung jawab dan memberanikan diri berputar ke depan agar bisa menyelidiki.  Celananya sudah basah oleh cipratan kencing akibat kejutan isak tangis tadi.

Sawo mengikuti sambil memegang erat erat senternya.  Dengkulnya sebenarnya sudah teramat lemas.  Tapi melihat Kecik maju, Sawo juga ikut maju.  Keduanya berdiri di depan dangau dengan senter menyala di tangan.  Menyorot ke dalam dangau.  Lalu untuk kedua kalinya Kecik merasakan basah mengaliri sela sela kakinya.

Seorang perempuan berambut hitam halus dan panjang meringkuk di sudut dipan dangau.  Rambutnya yang panjang menutupi sebagian tubuhnya yang telanjang tidak mengenakan apa apa.  Tubuhnya mulus seperti patung pualam.  Wajahnya tidak terlihat karena ditutupi oleh kedua tangannya.  

Ini pasti perempuan sangat cantik.  Sawo dan Kecik berkesimpulan yang sama.  Rasa takut mereka berkurang banyak.  Bahkan muncul watak asli laki laki mereka.  Tergiur dengan tubuh wanita cantik tanpa busana ini. Mereka kehilangan nalar sehat.  Bagaimana mungkin ada perempuan cantik, telanjang, menangis di tengah sawah yang jauh dari mana mana.

“Mbak, kenapa menangis?  Apakah ada yang mengganggumu?” Sawo bertanya centil sok pahlawan. Matanya tidak berhenti menelusuri lekuk tubuh yang menggairahkan itu.

“Kita temeni ya mbak?  Boleh kok cerita masalahnya apa ke kami..” Kecik tidak mau kalah.  Matanya melotot memerah penuh gairah.

Perempuan itu menghentikan tangisnya.  Mengangkat kedua tangan yang menutupi wajahnya.  Cantik luar biasa! 

“Sa..saya...kehilangan baju sa..saya mas...ada pemuda yang mengambil baju dan selendang saya waktu mandi di telaga tadi...sa...saya tidak bisa pulang bersama teman teman saya...saya memanggil kilat dari tadi agar segera hujan....saya perlu bianglala agar bisa pulang meski selendang sa..saya hilang....” mulut manis itu berkata terbata bata.

Sawo dan Kecik ternganga bukan main melihat kecantikan dan kemolekan di depan mereka.  Kembali keduanya berpikiran sama.  Ini pasti bidadari yang tidak bisa pulang karena selendangnya dicuri.  Keduanya tidak sadar bahwa itu hanya sebuah dongeng belaka.

“Siapa yang mengambilnya mbak...biar kami nanti yang mengambilnya lagi...tapi boleh kami temani dulu di sini...” Sawo rupanya sudah menggelegak darah laki lakinya.  Kecik yang juga dalam keadaan sama, hanya mengangguk angguk.  Sambil tetap memelototi tubuh perempuan itu.

Perempuan itu terlihat gembira.  Berdiri tanpa malu malu.  Matanya yang tadi terlihat ketakutan seperti kelinci, sekarang menghitam semua berkilat kilat.  Lalu tersenyum lebar. Menampakkan dua gigi taring yang bertetesan darah....

Jakarta, 11 Mei 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun