KBMN 28
Bismillahirahmaanirohiim....
Menulis bia dimulai dengan keroyokan? di sekolah? mengajak Siswa? bisakah melejitkan potensi menulismu? Pertemuan kali ini saya beri judul Eksistensi Majalah Sekolah Pada Zaman Now.
untuk menjawab pertanyaan ini, mari simak kegiatan kami di KBMN gelombang 28 resume yang ke-11 dengan tema "Mengelola Majalah Sekolah". Setiap acara akan dilayani dengan moderator yang keren dan berpengalaman dalam dunia tulis-menulis, Ibu Mutmainah, M. Pd. Mari kita beri salam hangat bagi narasumber hebat malam ini yang dikenal dengan panggilan Bu Widya, Pemilik nama lengkap Widya Setianingsih, S. Ag.
Manusia diciptakan dengan potensi yang berbeda, saya sendiri memulai mencoba menulis setiap hari dari apa yang saya alami. Hal ini didapatkan dari dorongan lingkungan yang diciptakan teman-teman online, tak terkecuali KBMN PGRI. Pengalaman ini yang selalu dipetik dari cerita moderator maupun narasumber yang telah lalu. Kegiatan ke-11 inipun, tak luput dari grup yang bergerak satu frekuensi menggulirkan semangat untuk berliterasi. Â Lalu apa kabar dengan majalah sekolah pada zaman now?
Menulis mulai dari yang mudah dan bisa dilakukan, supaya writer block tidak mudah menyerang kita. Kegiatan sehari-hari saya ada di sekolah, lalu mading sekolah ada disiapkan setiap pojok kelas atau secara umum ada di koridor sekolah. Pesan yang dapat disampaikan dengan murid dapat dilakukan dengan ini. Karena Mading sekolah bisa menyatu dengan mata pelajaran di sekolah maka ini tentu lebih mudah dilakukan ketimbang membuat majalah sekolah. Â
Kedua hal tersebut, baik majalah sekolah maupun mading sekolah berfungsi sama, yaitu sebagai media komunikasi, alat promosi, penyampai pesan orang tua/guru/seluruh warga sekolah, maupun masyarakat kepada generasi penerus bangsa yang setiap hari sangat cepat dan kebanjiran informasi dari manapun.
Bu Widya berhasil melakukan kegiatan literasi, bukan hanya sekedar mading tetapi sudah berbentuk majalah di sekolahnya. Rintisan beliau ini bersama rekanya melahirkan "Majalah Kharisma" di sekolahnya. Tentulah yang namanya rintisan membutuhkan pengorbanan, biasanya yang paling berkorban si pembuat ide ya... Benar saja Bu Wid yang memeiliki ide, merangkap sebagai pimpinan redaksi, layout, motivator, bahkan bendahara. Ini beliau jalani selama dua tahun.Â
Model atau wajah majalahnya masih sederhana, memproduksi dengan menggunakan jasa fotocopi, menggunting dan menenmpel foto pada majalah yang seukuran folio. Ini berawal dari kekuatan niat untuk terus bergerak, berbagi informasi, berita, maupun cerita tentang murid di sekolah.
Jatuh bangun dalam memegang tampuk pimpinan redaksi akhirnya harus beliau alami. Proses tentulah yang terpenting, usaha dahulu soal hasil serahkan pada alam. Beliau bercerita bahwa produksi majalah harus dihentikan karena terkendala dana. Â
Apakah beliau menyerah? Hidup itu penuh perjuangan dan harus menemukan jalan keluar karena Allah jamin akan ada solusinya. Beliau berhasil mengajukan proposal ke sekolah, ia dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) berperan di sini. Emang begitu kan ya? kegunaan dana Bos untuk meningkatkan prestasi siswa bukan hanya lomba-lomba bergengsi. Bukankah menumbuhkan bibit penulis muda berawal dari mading sekolah atau majalah sekolah. Namun jika mudah menyerah tentu ini tidak akan terjadi, intinya mau berusaha dan berkomunikasi.Â