"Hidup bagai pelayaran, yang memerlukan bekal yang banyak...maka berbekalah demi mencapai kebahagiaanmu..." ceramah yang kudengar di radio mobilku yang disampaikan ustadz ternama di bumi ini, kunikmati disepanjang perjalanan.
Sembari membawa tas laptop berwarna biru, kututup pintu mobilku. Tidak berapa lama aku bergegas menuju ruang kerjaku. Aku dikenal sicuek dan tak pernah mau menggubris isu yang berkembang apalagi nimbrung bersama bu ibu yang kadang ngerumpi tentang masalah teman sekerja. Menurutku itu tidak bermutu dan membuang waktu percuma.
Sesampainya di ruangan aku memberi salam dan menyapa rekan-rekan yang kebetulan berpapasan lewat. Aku selalu melempar senyuman manisku sambil sesekali menanggapi gurauan temanku yang satu ini. Siapa lagi kalau bukan Keling, ia Keling kami memanggilnya. Ini bukan namanya sebenarnya, tapi nama guyon.
Keling karena kulitnya hitam kelat tetapi orangnya lucu dan suka humoris. Hanya dialah yang berhasil membuat aku tersenyum ketika aku sedang suntuk, entah pandai sekali dia membuat lelucon.
Namun, suatu hari kulihat wajahnya berubah 180 derajat, terlihat murung kayak mendung yang sebentar lagi hujan, begitu. Akupun aneh dan menggelitikku untuk menyapanya serta menanyakan apa kabarnya. Memang sudah seminggu ini aku tidak mendengar khbaar beritanya. Tidak pula aku hendak mencari tahu tentangnya. Bukan urusanku pula untuk mencari tahu tentangnya.
Aku mengurus diriku sendiri untung terurus, tidak memberatkan orang lain saja masih bersyukur. Kemandirian yang diajarkan sejak kecil membuat aku terbiasa hidup mandiri dan serba berkecukupan, akhirnya hanya memikirkan kusendiri.
Takdir hari ini berkata lain, aku memang selalu meluangkan waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas di kantor sebelum ditinggal pulang. Kebiasaan ini sedari dahulu kala telah ada dalam diriku. Sendiri memang aku sendiri, meski kadang ada saja teman yang juga kebetulan belum pulang.
Namun aku tak peduli, tetap fokus pada pekerjaanku. Keling menyengajakan diri untuk tidak pulang dan ingin berbincang-bincang denganku. Ia pun meminta izin untuk dapat meluangkan waktu untuknya.
"Sebentar ya, aku menyelesaikan koreksianku. Besok ini sudah dikembalikan koreksiannya. Aataau kamu boleh bercerita, aku sambil ngoreksi sambil mendengarkan, supaya hemat waktu." Akupun menawarkan alternatif penyelesaian masalah.
"Alhamdulillah, aku bisa bercerita hari ini. Lama aku menahan masalah ini tapi tak kutemukan jalan keluarnya."
"Lanjut....." Kataku
"Semenjak istriku pulang ke rumah memang kurasakan ada yang aneh. Nah suatu hari aku tidak sengaja membaca pesan masuk di WA nya." Keling terhenti sejenak mengatur nafasnya.
Aku merasakan ada yang tidak beres dengannya. Aku diam saja sambil menantikan lanjutan ceritanya.
"Istriku ada memanggil sayang di pesan itu..dan ada kata rindu. Aku merasa itu sudah tidak sesuai umumnya pesan seperti itu. Aku kenal laki-laki itu, mantan pacaranya dulu. Curhatnya sepertinya dia tidak bahagia bersamaku." Nafasnya mulai berat.
Aku terhenti seketika membuka halaman koreksianku. Lalu kubalikkan badanku, sambil mengamati raut mukanya. Kulihat ada bulir bening mengalir di sudut pipinya.
"Hei.....aku sedang tidak bermimpikan? Ini cerita fiktif belaka kan? Kamu sengaja menggangguku?" aku masih mencoba mencairkan suasana.
"Tidak, Re. Ini memang benar terjadi denganku. Aku sangat kecewa dan kesal dengan istriku. Padahal aku sangat mencintainya. Aku sangat cemburu, mau kubunuh saja lelaki itu kalau dipertemukan. Sudah seminggu ini aku pisah ranjang dengan istriku."
"Nah..nah..nah...janganlah...pasti ada jalan keluar. Ingat bersama kesulitan ada banyak kemudahan. Apa yang bisa kubantu? Aku mau membantumu kawan, katakanlah apa yang bisa aku lakukan untuk mengembalikan keutuhan rumah tanggamu yang retak ini. Kasihan kamu, Keling."
Sebagai sahabatnya aku merasa perlu memberikan bantuan dalam bentuk apapun yang bisa kulakukan. Selain mengalami kesulitan ekonomi, Kelingpun dihantam badai dalam kehidupan rumah tangganya terkait cinta.
"Maukah kamu membantuku? Aku ingin melihat istriku merasa cemburu bahkan menyayangiku kembali. Nah untuk itu kamu berperan sebagai orang yang akan mengambil posisinya." Keling menawarkan idenya.
"Hah....kamu gila? Aku?....bisakah? aku memerankan itu? Aku takut nanti aku dilabrak beneran. Nggak ah..kalau itu. Ada cara lain tidak?" Aku belum dapat menerima rencananya.
"Tidak, Re. Inilah cara satu-satunya untuk mmengetahui apakah aku masih ada di dalam hati istriku. Please...ini hanya sandiwara."
"Aku pikir dulu ya....ini belum dapat kujawab, sebab resiko ini besar. Memunculkan kemistri antara kita berdua sampai nanti pasti akan dikembangkan isu dan sampai ke telinganya, hingga suatu ketika aku dilabraknya...secara lahir bathin aku harus siap ya gaes...dan ini tidak mudah."
Hari itu hingga kami pulang ke rumah masing-masing, kami belum mencapai keputusan tentang idenya. Ini ide benar-benar gila, beban derita temanku memang kurasakan begitu berat. Hancur lebur impian demi impian yang sudah disusunnya, karena istrinya salah melangkah dan harus mendekam dipenjara serta dipecat dari pekerjaannya. Congkak dan sombong yang melekat dalam diri istrinya menyeretnya ke penderitaan ini. Kasihaan...
Kami bertemu dua hari kemudian, karena kesibukkanku aku tidak sempat memikirkan apa yang menjadi keputusanku tentang recananya. Hingga waktunya tiba aku ditagih janjinya. Aku memang teman yang setia dan baik hati. Bahkan teman karibku Ria sering mengingatkan jangan terlalu baik dengan orang manapun. Belum tentu mereka benar-benar baik. Tetapi bagiku, berbuat baik dimana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja itulah yang terpenting. Karena sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi banyak orang.
"Bagaimana, Re? Please....bantu aku."
Keling memohon dengan sangat, karena aku dan Keling memang sahabat karib meski kami beda jenis kelamin, tapi kami saling mensupport agar keluarga kami selamat dari bencana perceraian atau pernikhaan yang berantakkan. Sering pula Keling meminjam uangku untuk memenuhi kebutuhan bulanan keluarganya. Benar-benar kegigihan usahanya untuk menyelamatkan keluarganya aku acungi jempol.
Pontang-panting ia lakukan apapun demi mencukupi dan membahagiakan kedua anaknya dan istrinya. Pinjam uang disana-sini agar mampu menjalankan roda kehidupan. Sungguh cinta yang luar biasa, beruntungnya anak dan istrimu mendapatkan cintamu ini. Aku senyum sendiri sambil membayangkan suatu hari nanti mereka akur kembali.
"Okelah kalau begitu, nantilah kita pikirkan resikonya. Ayo apa yang harus aku lakukan?"
Keling merasa lega karena aku mau menjalankan misi ini. Suatu misi yang berbahaya nan gila. Aku mulai memerankan orang yang menjalin hubungan lebih dari sekedar teman. Kelingpun selalu memerankan peran yang membuat gerak-gerik kami dinilai orang banyak, sudah terjalin hubungan spesial. Â Aku tersenyum saja.....misi ini apakah berhasil gaes?
Sudah hampir tiga bulan kami menjalankan misi ini. Mulai ada desas-desus teman sekerja tentang kami. Ahaa...berhasil dalam hatiku bergumam. Aku sudah tidak tahan bagaimana reaksi istrinya nanti kalau tahu tentang isu aku dan Keling di sini.
Desas-desus ini berhembus kencang hiingga sampailah ke telinga istrinya.
Suatu ketika ada kesempatan istrinya mau ke kantor kami. Nah momen yang tepat untuk bersandiwara. Tadinya teman-teman masih ramai di kantor. Aku sengaja belum menyelesaikan print out kerjaku, hingga tinggal kami berdua. "ayo bersiap, nanti istriku sebentar lagi mau ke sini. Dia diantar teman bisnisnya. Ini waktu yang tepat buat kita menujukkannya."
Tidak lama kemudia tepat pukul 17.00 WIB sang istri menemukan kami sedang berdua saja di ruangan kantor itu. Asyeek....jebakan berhasil. Nampak di wajahnya ada kecurigaan tentang kami. Waktupun berlalu, tapi Keling bercerita kalau Sang istri hanya bertanya mengapa berdua dengan nada biasa saja.
"Awesome....aku suka permainan ini." Aku yang memang jahil aslinya, hanya karena mengenal nilai-nilai agama sedikit yang mampu membalut kejahilanku selama ini.
Dua kali jebakan beracun ini berhasil kami lancarkan. Hanya saja jebakan kedua bukan kami berdua, masih ada beberappa teman yang memang belum pulang. Akhirnya jebakan ketiga mulai digencarkan yaitu pesan melalui WA yang sengaja jangan dihapus dan terbaca olehnya. Ahaai...sungguh peran seperti ini baru kali ini aku lakukan sejak menyelesaikan studiku. Aku mulai merayu, memberikan perhatian, dan seolah memang memiliki Keling. Keling tidak menghapus pesan itu dengan tujuan dapat dibaca oleh sang istri tercinta.
Akhirnya...........capaian demi capaian rencana Keling berhasil....... Keling bahagia karena di dalam hati istrinya masih ada cemburu dan cinta buat Keling.
Lalu bagaimana nasib aku? Setelah sandiwara ini?
Desas-desus terus berhembus dan aku dilabrak habis-habisan oleh istrinya Keling. Ini yang sudah aku siapkan sejak awal bahwa lilin memang menerangi alam sekitar, namun ia membakar dirinya sendiri demi menerangi orang lain. Demi melihat kebahagiaan orang lain. Luluh lantak nasib Rere tidak ia pedulikan demi melihat teman-temannya berbahagia dan sukses.
Tak jarang hancur lebur akan ditemuinya demi sahabat. Arti berbuat baik bukan begitu kata temanku.
"Terlalu baik akan dimanfaatkan orang lain. Aku sudah menduga dari dahulu, kamu dimanfaatkannya. Dia itu terkenal licik dan mendekati orang kalau ada benefitnya. Lihatlah setelah ia bahagia apakah ia memikirkanmu, Re? Akibat dari rencananya." Ria yang selalu tidak tega melihatku, setelah aku menceritakan kisah ini. Ria sahabat karibku yang juga sering aku bantu dalam menyelematkan keutuhan keluarganya. Aku akan bahagia kalau di sekitarku bahagia.
Tinggalah aku yang menikmati luka dicerca dan dicaci oleh istrinya, serta sahabat-sahabat yang tidak memahami posisiku. Aku terus diinjak-injak, harga diriku habis dan luluh lantak akibat resiko kepedulianku terhadap teman. Aku dikucilkan dil lingkunganku. Sementara Keling sudah berpindah tugas, dan bahagia bersamanya.
Aku malu sebenarnya, tapi aku nikmati saja, semoga tidak lama dan aku pasti bisa. Lontaran kata kasar melalui telpon dari istrinya Keling, tak dapat dihapus hingga kini. Kata-kata yang menorehkan luka di lubuk hati yang terdalam. Mengangah tak pula segera mengering.
Semoga kutemukan obat luka ini, secepatnya. Inilah perbedaan sekolah dengan hidup di masyarakat. Kalau di sekolah, belajar dahulu baru diuji. Nah kalau di masyarakat diuji dahulu baru belajar. That's it?
"Apakah aku teruskan saja peran ini, kepalang basah mandi sekalian..ha..ha..ha....cari mangsa lagi..." Guyonnya dalam keputusasaan, senyum penuh makna terukir di bibir ini.
 "Berbuat baiklah, semoga Allah membalas perbuatan baik kita dari arah yang tak disangka-sangka. Dan berhati-hatilah jika mau mengambil peran sebagai lilin, resikonya akan menelan korban dan menghancurkan diri sendiri. Bertaubatlah jika salah, kembali segera, cinta dan kasih Allahlah yang abadi baik dalam suka maupun duka."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H