Tidak lama kemudia tepat pukul 17.00 WIB sang istri menemukan kami sedang berdua saja di ruangan kantor itu. Asyeek....jebakan berhasil. Nampak di wajahnya ada kecurigaan tentang kami. Waktupun berlalu, tapi Keling bercerita kalau Sang istri hanya bertanya mengapa berdua dengan nada biasa saja.
"Awesome....aku suka permainan ini." Aku yang memang jahil aslinya, hanya karena mengenal nilai-nilai agama sedikit yang mampu membalut kejahilanku selama ini.
Dua kali jebakan beracun ini berhasil kami lancarkan. Hanya saja jebakan kedua bukan kami berdua, masih ada beberappa teman yang memang belum pulang. Akhirnya jebakan ketiga mulai digencarkan yaitu pesan melalui WA yang sengaja jangan dihapus dan terbaca olehnya. Ahaai...sungguh peran seperti ini baru kali ini aku lakukan sejak menyelesaikan studiku. Aku mulai merayu, memberikan perhatian, dan seolah memang memiliki Keling. Keling tidak menghapus pesan itu dengan tujuan dapat dibaca oleh sang istri tercinta.
Akhirnya...........capaian demi capaian rencana Keling berhasil....... Keling bahagia karena di dalam hati istrinya masih ada cemburu dan cinta buat Keling.
Lalu bagaimana nasib aku? Setelah sandiwara ini?
Desas-desus terus berhembus dan aku dilabrak habis-habisan oleh istrinya Keling. Ini yang sudah aku siapkan sejak awal bahwa lilin memang menerangi alam sekitar, namun ia membakar dirinya sendiri demi menerangi orang lain. Demi melihat kebahagiaan orang lain. Luluh lantak nasib Rere tidak ia pedulikan demi melihat teman-temannya berbahagia dan sukses.
Tak jarang hancur lebur akan ditemuinya demi sahabat. Arti berbuat baik bukan begitu kata temanku.
"Terlalu baik akan dimanfaatkan orang lain. Aku sudah menduga dari dahulu, kamu dimanfaatkannya. Dia itu terkenal licik dan mendekati orang kalau ada benefitnya. Lihatlah setelah ia bahagia apakah ia memikirkanmu, Re? Akibat dari rencananya." Ria yang selalu tidak tega melihatku, setelah aku menceritakan kisah ini. Ria sahabat karibku yang juga sering aku bantu dalam menyelematkan keutuhan keluarganya. Aku akan bahagia kalau di sekitarku bahagia.
Tinggalah aku yang menikmati luka dicerca dan dicaci oleh istrinya, serta sahabat-sahabat yang tidak memahami posisiku. Aku terus diinjak-injak, harga diriku habis dan luluh lantak akibat resiko kepedulianku terhadap teman. Aku dikucilkan dil lingkunganku. Sementara Keling sudah berpindah tugas, dan bahagia bersamanya.
Aku malu sebenarnya, tapi aku nikmati saja, semoga tidak lama dan aku pasti bisa. Lontaran kata kasar melalui telpon dari istrinya Keling, tak dapat dihapus hingga kini. Kata-kata yang menorehkan luka di lubuk hati yang terdalam. Mengangah tak pula segera mengering.
Semoga kutemukan obat luka ini, secepatnya. Inilah perbedaan sekolah dengan hidup di masyarakat. Kalau di sekolah, belajar dahulu baru diuji. Nah kalau di masyarakat diuji dahulu baru belajar. That's it?