Mohon tunggu...
Millian Ikhsan
Millian Ikhsan Mohon Tunggu... Konsultan - Advisor

Belajar menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Teknologi Membutuhkan Resiliensi

4 Desember 2024   15:27 Diperbarui: 4 Desember 2024   15:39 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehidupan kita semakin hari semakin tergantung kepada teknologi. Tidak akan bisa survive tanpa teknologi, atau paling tidak, sulit untuk menjadi efektif. Apabila tidak ada keinginan untuk mempelajari teknologi, maka akan menghadapai kesulitan untuk segala urusan. Mulai dari menonton televisi, demikian juga untuk urusan urusan dengan transaksi keuangan di Bank dan menggunakan berbagai aplikasi yang memudahkan berbagai urusan dalam keseharian.

Singkat kata kegagalan beradaptasi dan mengadopsi berbagai jenis dan fungsi teknologi, maka kita akan tertinggal, dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak dapat keep up dengan teknologi akan ketinggalan kereta. Artinya kehidupannya akan sulit berkembang, dan tidak efisien, karena gagal memanfaatkan teknologi yang telah merubah lanskap kehidupan sehari-hari masyarakat.

Masalahnya adalah, untuk bisa beradaptasi dengan teknologi bukan hanya membutuhkan keinginan dan keterampilan untuk mencoba, tetapi juga harus memiliki sikap mental atau mindset yang tepat ketika berurusan dengan teknologi. Mungkin ada beberapa sikap mental yang dibutuhkan, namun kali ini kita akan membahas sebuah sikap mental yang relevan ketika berhadapat dengan teknologi.

Menghadapi teknologi butuh daya tahan atau resiliensi.

Resiliensi sebenarnya artinya kemampuan atau daya tahan seseorang untuk kembali bangkit setelah setelah menghadapai tekanan atau situasi yang sulit. Pengembangan dari makna resilien ini adalah bagaimana kemampuan seseorang untuk menghadapi tantangan. Walaupun ketika dalam proses adapatasi dengan teknologi, kita memang mengalami situasi jatuh bangun juga, sampai benar benar bisa merasakan manfaat teknologi ini.

Intinya resiliensi memiliki tiga amunisi penting yaitu daya tahan, kegigihan dan keinginan yan kuat, untuk terus mencoba, sampai berhasil

Beradaptasi dan mempu mengadopsi teknologi dalam keseharian pada dasarnya penuh tantangan. Secara teknis, pemahaman konteks, sampai hal-hal kecil seperti memahami langkah dan tahapan untuk menggunakan sebuah aplikasi misalnya.

Salah satu kondisi yang membuat semakin sulit adalah pilihan yang begitu banyak dan trend berputar cepat. Butuh energi lebih untuk berpacu dengan perubahan teknologi ini.

Situasi ini terasa asing dimasa lalu. Ketika perubahan teknologi berjalan dengan perlahan, tidak banyak perubahan fitur, fungsi yang jelas, dan tidak berubah dalam jangka yang panjang Kita tidak diburu-buru untuk berubah.

Mengadopsi teknologi saat ini, adalah sebuah tantangan yang tidak mudah. Butuh waktu dan kesabaran dan konsistensi untuk menguasainya setahap demi setahap, dan mengoptimalkan fungsinya. Seingat saya banyak aplikasi yang sangat melelahkan ketika menggunakannya, misalnya melakukan berbagai aktivitas dengan layanan digital perbankan untuk bisnis, apalagi, pengurusan pajak, dan berbagai aplikasi lain. Mungkin memang tidak gampang untuk membuat gampang.

Tingkat kesulitan dan kerepotan pun bertingkat, dari yang paling sederhana, menggunakan aplikasi baru, melakukan proses dan prosedur melalui komputer, atau yang lebih rumit penerapan teknologi dalan sebuah operasional perusahaan. Kenyataan ini membuat ngeri kebanyakan orang.

Resiliensi dibutuhkan dalam proses transisi dari belum bisa, menjadi bisa dan sampai tahap jago, artinya benar-benar bisa mengoptimalkan manfaat.

Mungkin karena manusia pada dasarnya penuh pertimbangan. Memang tidak semua dari kita seperti itu, ada pula jenis manusia yang tidak perlu banyak mikir langsung tancap gas. Namun jumlahnya tidak banyak.

Saya akan berbagai pengalaman tentang situasi yang saya alami dalam beradaptasi dengan penggunaan artificial intelligence AI, dua huruf yang mengguncang dunia. Walapun saat ini yang paling populer dalam penggunaan adalah jenis generative AI seperti Chat GPT, Gemini, Bing Chat, yang memposisikan diri sebagai kecerdasan buatan menyerupai manusia.

Paling tidak butuh waktu hampir setahun untuk melakukan berbagai percobaan trial and error dengan alat ini. Butuh waktu cukup lama bagi saya, untuk dapat memposisikan alat ini sebagai alat bantu atau asisten digital saya. Dan yang paling penting tidak terjebak kepada keseragaman pola pikir dan keseragaman output pekerjaan. Kita memang harus berhati-hati dengan AI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun