Mohon tunggu...
MILLA QONITA AZZAHRA
MILLA QONITA AZZAHRA Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Dekonsentrasi & Tugas Pembantuan Indonesia Sesuai UU?

10 Mei 2024   15:47 Diperbarui: 10 Mei 2024   15:48 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pemerintahan Indonesia Sudah Sesuai Undang-Undang? 

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa otonomi daerah diperlukan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang tersebut juga menegaskan pentingnya hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Setiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota memiliki Pemerintahan Daerah yang dipimpin oleh seorang Gubernur, Bupati, atau Walikota.

Prinsip otonomi daerah diterapkan untuk memastikan bahwa rakyat di daerah terpencil dapat dijangkau dan dilayani oleh Pemerintah Pusat. Pelaksanaan pemerintahan di Indonesia didasarkan pada prinsip desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Prinsip-prinsip ini diikuti oleh pendanaan melalui dana desentralisasi, dana dekonsentrasi, dan dana tugas pembantuan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Desentralisasi merupakan pemberian wewenang Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan di daerah. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah dan/atau Desa dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya.

Pemerintah Pusat dapat melaksanakan pemerintahan sendiri atau melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal di Daerah. Kewenangan Pemerintah Pusat meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, penataan ruang, perumahan rakyat, ketentraman, ketertiban umum, dan sosial. 

Pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan diterapkan karena tidak semua wewenang dan tugas pemerintahan dapat dilakukan dengan desentralisasi. Namun, ada kelemahan dalam pengelolaan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang dapat menyebabkan tumpang tindih program atau kegiatan yang berdampak pada pendanaan. Masalah lainnya adalah ketidaksinkronan dalam perencanaan dan penganggaran antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan di Indonesia dilakukan dengan memberikan pelimpahan wewenang dan penugasan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Tujuan dari pelimpahan ini adalah untuk menjalankan program-program dan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh Pemerintah Pusat untuk Daerah Otonom, guna mencapai pemerataan kesejahteraan dan pembangunan di daerah. Pelaksanaan ini didasarkan pada kondisi dan lingkungan di daerah tersebut. Pengelolaan keuangan negara mencakup kegiatan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.

Perencanaan

Perencanaan program dan kegiatan dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dan direncanakan dalam dokumen Rencana Kerja dan Anggaran. Pemerintah Pusat harus berkoordinasi dengan Gubernur, Walikota, dan Bupati untuk menyelaraskan program pembangunan daerah. Kementerian/Lembaga juga memberitahukan kepada Pemerintah Daerah mengenai lingkup urusan pemerintahan yang akan dilimpahkan. Pelimpahan wewenang dan tugas pembantuan ditetapkan dalam bentuk Peraturan Menteri atau Pimpinan Lembaga. Semua ini merupakan bagian dari pengelolaan dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan dalam keuangan negara.

Penganggaran

Penganggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan dilakukan setelah persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) , yang diatur dalam Undang-Undang APBN dan Keputusan Presiden (Keppres) tentang rincian APBN. Keppres tentang rincian APBN menjadi dasar bagi Kementerian/Lembaga untuk menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA). 

Setelah itu, DIPA disampaikan ke Kementerian Keuangan untuk disahkan sebagai bentuk Peraturan Menteri Keuangan. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) dan DIPA yang telah disahkan tersebut diserahkan kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai wakil Pemerintah Pusat di Daerah. 

Gubernur, Bupati, dan Walikota memberitahukan RKA-K/L pada DPRD dan menetapkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai Pengguna Anggaran dan Pejabat yang bertanggungjawab melaksanakan dekonsentrasi dan tugas pembantuan di daerah. Penganggaran program dan kegiatan di APBN disesuaikan dengan program yang dianggarkan oleh APBD agar tidak tumpang tindih.

Pelaksanaan

Setelah proses penganggaran, langkah berikutnya adalah mengelola dan menyalurkan dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan kepada daerah otonom di Indonesia. Dana Dekonsentrasi diberikan melalui rekening kas umum negara kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi, sedangkan dana Tugas Pembantuan disalurkan kepada SKPD Provinsi, Kabupaten/Kota. SKPD Provinsi menjalankan program-program Dekonsentrasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian/Lembaga dalam bentuk Rencana Kerja Anggaran (RKA-KL). Begitu pula, SKPD Provinsi, Kabupaten/Kota menjalankan program-program Tugas Pembantuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian/Lembaga dalam bentuk RKA-KL.

Kegiatan yang didanai oleh dana Dekonsentrasi umumnya berupa kegiatan non-fisik seperti pelatihan, penyuluhan, fasilitasi, bimbingan teknis, pembinaan, dan pengawasan. Sementara itu, dana Tugas Pembantuan digunakan untuk kegiatan fisik seperti pengadaan tanah, pembangunan irigasi, pengadaan pupuk, dan bibit. Pelaksanaan dan pencatatan dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan pada awal terbentuknya Otonomi Daerah pada tahun 2000 sudah dilakukan, tetapi belum tercatat dengan baik sehingga terjadi penyimpangan pembiayaan.

Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas pelaksanaan dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang ditujukan untuk pembangunan daerah otonom di seluruh Indonesia. Untuk itu, pencatatan dan pelaporan dilakukan dalam APBN. Namun, berdasarkan data yang diperoleh, pencairan dana sebesar 28,75 triliun rupiah belum tercatat dalam APBN, Neraca Pemerintah Pusat, atau APBD. Pencairan dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan sejak tahun 2000 bukanlah dana yang sesuai dengan PP No.21 Tahun 2004, tetapi masih merupakan pagu anggaran dari Kementerian/Lembaga yang belum teralokasikan dengan baik.

Pengawasan

Pengawasan terhadap pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian/Lembaga yang memberikan otoritas dan tugas kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai perwakilan Pemerintah Pusat di Daerah. 

Pertanggungjawaban

Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dilakukan secara berjenjang. Mulai dari SKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota hingga Kementerian/Lembaga sebagai wakil Pemerintah Pusat. Kepala SKPD Provinsi dan Gubernur, Kepala SKPD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota wajib menyusun dan menyampaikan laporan keuangan secara berjenjang. Laporan keuangan oleh SKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota disampaikan kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota. Selanjutnya, Gubernur, Bupati, dan Walikota menyampaikan realisasi anggaran kepada Menteri Negara atau Pimpinan Lembaga sebagai wakil Pemerintah Pusat di pusat.

Dapat disimpulkan bahwa perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan telah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Namun, masih terdapat daerah otonom yang tidak mencatat dan melaporkan kegiatan mereka kepada Pemerintah Pusat. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat kurang pemahaman tentang asas pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan di beberapa daerah otonom. 

Mereka malah mencatat pengeluaran untuk pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini jelas melanggar prosedur dan menyebabkan tumpang tindih dalam pendanaan, yang berdampak pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang memeriksa setiap anggaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat (APBN).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun