Mohon tunggu...
miLLie
miLLie Mohon Tunggu... Hoteliers - An ordinary woman who just try to keep her fingers dancing on the keyboard

A dominant. A hard worker. A friend. A partner. A warrior. A lover. A woman.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Belajarlah dari Supir Angkot

4 Januari 2020   20:57 Diperbarui: 4 Januari 2020   21:13 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bandung...semua orang pasti mengenalnya sebagai surga belanja, tempat yang tepat untuk berburu makanan-makanan unik dan enak, tempat nongkrong  kongkow yang asik, tempat melarikan diri dari hiruk pikuk metropolitan dan tentunya...tempat berkoloni-nya angkot.

Pernah merasakan naik angkot di Bandung? Atau justru lebih memilih naik motor atau kendaraan pribadi anda lainnya? Kalau anda memilih 2 pilihan terakhir, menurut saya itu termasuk pilihan yang cerdas. Kenapa? Mau tau jawabannya?

Coba deh amati ruas-ruas jalan di Bandung, pastinya dipadati oleh angkot yang ngetem tidak beraturan menunggu penumpang yang naik, sampai-sampai ada satu titik tepat di lampu merah yang...wuzz...alakazam...menjadi terminal dadakan angkot di Bandung.

Belum lagi rebutan penumpang yang kerap terjadi antara sesama supir angkot. Sepertinya ada hukum tidak tertulis yang diterapkan oleh sesama supir angkot. Apapun situasinya, seburuk apapun kondisinya, jangan pernah mengambil penumpang saya atau perang dunia ke-4 akan terjadi seru ya?!

Gimana ngga, sering saya menemui kejadian, banyak penumpang yang turun karena terlalu lamanya angkot ngetem di satu titik menunggu angkotnya penuh, sehingga angkot tersebut akhirnya berangkat tanpa penumpang. Itu mah sama aja dengan berharap hujan dari langit, air di tempayan ditumpakan.

Yang aneh adalah, si supir senewen bukan kepalang karena dia kehilangan penumpang yang tadinya dengan setia menunggu si angkot. Al hasil, marah-marahlah si supir ke penumpang yang kabur dan berganti angkot tersebut.

Tapi karena hukum yang tidak tertulis tadi akibatnya supir angkot yang lain tidak berani mengambil keputusan untuk mengangkut penumpang yang hijrah, even one single human being...can you imagine??

Sebagai penumpang kita tidak hanya disetir sampai tempat tujuan, tapi hak kita pun disetir oleh supir untuk hanya menaiki angkot mereka, sekali kita menapakan kaki di angkot mereka..kok bisa ya??

Yang lebih aneh lagi ngga jarang angkot-angkot tersebut dengan sabarnya ngetem sampai berpuluh-puluh menit dan, perlu dicatat, dengan kondisi mesin menyala, bukannya itu justru menghabiskan bensin?

Di saat supir-supir tersebut dalam keadaan sadar sesadar-sadarnya bahwa bensin itu barang mahal, kok ngga bijak ya?? Sebegitunyakah orang mencari uang?? Sampai habis akal sehat??

Kasus lain yang juga sering muncul adalah, angkot yang sudah penuh sesak, masih saja memaksakan satu atau dua penumpang untuk masuk, kok ya rasanya ngga manusiawi?! Kalau udah penuh ya jalan aja, kenapa juga harus memaksakan untuk menambah penumpang. 

Tapi herannya kembali si supir akan marah-marah ke penumpang yang ngga mau naik angkotnya, yang jelas-jelas anak SD aja ngga bisa duduk dengan nyaman.

Why people become so greedy? Apakah hidup kita ini diperbudak oleh uang? Seberapa penting uang memegang peranan dalam hidup kita? Sepenting supir angkotkah dalam mengantarkan kita ke tempat tujuan?

Mengutip dari Dirut Telkom yang baru, beliau mengatakan bahwa dimana-mana uang itu adalah darah, yang kalau menurut saya, apabila darah tersebut berhenti mengalir, maka berhenti pula hidup kita.

Tapi kalau kita jeli, inti dari mengalirnya darah adalah jantung yang memompa dan mengalirkan darah, sehingga uang yang dianalogikan sebagai darah tersebut bukan merupakan core bukan pula tujuan..

Ungkapan tersebut bisa juga diartikan, kita memang butuh darah untuk hidup tapi bukan berarti kita harus bergelimang darah yang mengakibatkan kita haus akan darah dan berujung pada sikap yang tidak bijak, tidak manusiawi hingga hilang akal, seperti supir-supir angkot di atas. Wow panjang juga ya efek dominonya.

But then again, semua akan kembali ke individu masing-masing. Setiap orang punya definisi yang berbeda akan hidup, uang, kenikmatan dan apapun itu nama dan istilahnya.

Tapi satu hal yang saya pelajari dari supir angkot, sekeras apapun kita berusaha atau bekerja hingga melupakan nilai-nilai kita sebagai seorang manusia, apa yang kita capai kecil kemungkinan berbanding lurus dengan apa yang kita korbankan. Kalau ngga, tentunya supir-supir angkot tersebut udah jadi jurangan angkot dong...

xxoo / 11.4.07

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun