Mohon tunggu...
MilladyhLailaS
MilladyhLailaS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

menulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pentingnya Informed Consent Dalam Psikologi

10 November 2023   12:00 Diperbarui: 10 November 2023   12:24 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir semua orang di bumi pernah mengalami sakit baik itu sakit ringan maupun sakit berat yang memerlukan tindakaan medis atau tindakan lebih lanjut. Sakit merupakan kurangnya keseimbangan dalam tubuh manusia sehingga mengakibatkan tidak adanya pertahanan apabila terkena suatu virus maupun yang lainnya. Sakit juga bisa diartikan ketika kondisi tubuh sedang tidak sehat. Tentunya ketika  kita sedang sakit baik itu sakit secara fisik maupun mental tentunya kita akan segera memeriksakan apa yang kita alami ke tenaga ahli. Ketika kita datang ke tenaga ahli dan ternyata sakit yang kita alami membutuhkan tindakan lebih lanjut maka kita akan diberikan Informed Consent oleh tenaga medis. Dimana informed consent ini merupakan persetujuan dalam pemberian pelayanan kesehatan atau suatu tindakan yang diberikan antara tenaga medis ke pasien nya yang ditinjau dari segi hukumnya.  

Pemberian informed consent tidak hanya dalam dunia kesehatan saja namun juga diberikan dalam psikologi juga. Dalam dunia psikologi, segala bentuk interaksi yang melibatkan manusia, mulai dari penelitian, pendidikan, pelatihan, hingga intervensi, memerlukan persetujuan yang disebut sebagai "Informed Consent." Informed Consent adalah sebuah pernyataan persetujuan tertulis dari individu yang akan mengikuti proses psikologi, seperti penelitian, pendidikan, pelatihan, asesmen, atau intervensi. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap individu yang terlibat memiliki pemahaman yang jelas tentang proses yang akan dijalani dan memberikan persetujuan secara sukarela.

Pentingnya Informed Consent tidak hanya sebatas kewajiban etika, tetapi juga merupakan fondasi untuk menjaga hak dan kesejahteraan subjek yang terlibat dalam setiap proses psikologi. Dalam konteks ini, beberapa aspek krusial perlu dicantumkan dalam dokumen Informed Consent.

1. Kesediaan untuk Mengikuti Proses Tanpa Paksaan

Informed Consent harus mencakup jaminan bahwa partisipasi dalam proses psikologi bersifat sukarela. Individu harus merasa bebas untuk mengambil keputusan tanpa tekanan atau paksaan dari pihak manapun.

2. Perkiraan Waktu yang Dibutuhkan

Pemahaman tentang seberapa lama proses akan berlangsung merupakan informasi penting bagi individu yang bersedia terlibat. Ini membantu mereka untuk merencanakan waktu dan kesiapan mereka secara lebih baik.

3. Gambaran tentang Apa yang Akan Dilakukan

Informed Consent harus memberikan gambaran yang jelas tentang prosedur atau kegiatan yang akan dilakukan. Pemahaman yang baik tentang apa yang diharapkan dapat membantu individu merasa lebih nyaman dan siap menghadapi situasi tersebut.

4. Keuntungan dan/atau Risiko yang Dialami Selama Proses

Informasi mengenai potensi keuntungan dan risiko yang mungkin timbul selama proses psikologi harus dijelaskan secara rinci. Hal ini membantu individu membuat keputusan yang informan dan memahami konsekuensi yang mungkin terjadi.

5. Jaminan Kerahasiaan

Informed Consent perlu menegaskan bahwa informasi pribadi akan dijaga kerahasiaannya. Ini menciptakan kepercayaan antara individu dan praktisi psikologi, memungkinkan mereka untuk berbagi secara terbuka tanpa takut akan penyebaran informasi yang tidak diinginkan.

6. Orang yang Bertanggung Jawab atas Efek Samping yang Merugikan

Jika terdapat kemungkinan efek samping yang merugikan selama proses, Informed Consent harus mencantumkan orang yang bertanggung jawab dan prosedur yang akan diambil dalam situasi tersebut. Hal ini memberikan perlindungan tambahan bagi individu yang bersedia berpartisipasi.

Dalam konteks Indonesia, di mana ada kemungkinan masyarakat tertentu memiliki keterbatasan pendidikan atau rentan memberikan persetujuan tertulis, Informed Consent dapat dilakukan secara lisan dengan adanya rekaman atau saksi yang mengetahui bahwa individu tersebut bersedia. Langkah ini memastikan bahwa prosedur tetap memenuhi standar etika meskipun dalam kondisi yang mungkin lebih kompleks.

Dalam hukum Indonesia, Informed Consent berkaitan dengan pendidikan, penelitian psikologi, asesmen psikologi, konseling, dan psikoterapi diatur secara rinci. Pasal 40, 49, 64, dan 73 dalam buku Kode Etik mencantumkan tanggung jawab dan persyaratan etika terkait Informed Consent dalam berbagai konteks psikologis.

Dengan adanya Informed Consent, kita tidak hanya menjaga keutuhan etika dalam praktik psikologi tetapi juga memastikan bahwa hak dan kesejahteraan individu menjadi prioritas utama. Sebagai praktisi psikologi, memahami dan mengimplementasikan Informed Consent dengan baik adalah langkah krusial untuk membangun hubungan yang berbasis pada kepercayaan dan penghargaan terhadap setiap individu yang terlibat dalam proses psikologi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun