Mohon tunggu...
MILKA OMPUSUNGGU
MILKA OMPUSUNGGU Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Prima Indonesia

-

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Sepenggal Cerita tentang Kampung Majapahit di Mojokerto

23 Oktober 2022   22:10 Diperbarui: 23 Oktober 2022   23:30 1651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka, kami wajib untuk mengikuti kegiatan Modul Nusantara yang bertujuan untuk mengenal keberagaman yang ada di Indonesia. 

Pada kesempatan kali ini, kami mengunjungi salah satu desa yang tergolong lumayan jauh dari Kota Surabaya. Cuaca yang mendung menjadi tidak menjadi penggiring kami untuk tetap berkunjung ke Kampung Majapahit, Desa Bejijong, Mojokerto. 

Jarak tempuh dari Kota Surabaya menuju Desa Bejijong, Mojokerto -/+ 53 km dengan waktu tempuh sekitar satu jam. Daerah yang kami lewati menuju lokasi sangat beragam, mulai dari bangunan-bangunan tinggi, pemukiman warga, rumah ibadah, perkebunan, dan lain sebagainya. Perjalanan menaiki Bus yang kami tempuh menjadi lebih singkat dengan melewati jalan Tol.

Agenda kami sudah ditentukan sesuai dengan instruksi dari dosen pembimbing Modul Nusantara. Tempat yang akan kami kunjungi adalah Kampung Majapahit yang terletak di Desa Bejijong, Makam Raja Majapahit ke-I, Museum Majapahit, Candi Brahu, Sleeping Budha yang ada di Trowulan,dan Candi Bajang Ratu. Saya akan menceritakan semua nya secara berurut mulai dari Kampung Majapahit hingga yang terakhir Candi Bajang Ratu.

Kampung Majapahit, Desa Bejijong

Rombongan kami sampai di Sanggar Bhagaskara, Kampung Majapahit setelah sekitar satu jam perjalanan. Kami disambut dengan baik oleh Tim Sanggar tersebut. Mulai dari kata sambutan yang diwakilkan oleh Ketua Sanggar hingga Tari Selamat Datang dari penari Sanggar Bhagaskara. 

Selama kurun waktu sekitar 1 jam lebih, kami melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) tentang asal-usul Kampung Majapahit, sejarah, seni budaya, dan enterpreneurship. Kami mendapat pemaparan yang luas mengenai Sejarah Kerajaan Majapahit yang dulunya telah berdiri sejak tahun 1293-1500 M. 

Berdasarkan sejarahnya, Kerajaan Majapahit pernah berhasil menaklukkan banyak kerajaan dan menyatukan hampir seluruh wilayah Nusantara dibawah Panji Raja Hayam Wuruk dengan didampingi oleh Patih Gajah Mada. 

Hingga kemudian runtuh pada masa kepemimpinan Raja Wikramawardhana yang mendapat pertentangan dari Bhre Wirabhumi, putra Hayam Wuruk dari seorang selir. 

Semasa kepimpinan Wikramawardhana, banyak daerah di wilayah kekuasaan Majapahit yang melepaskan diri tanpa bisa dicegah. Hal tersebut tambah diperparah dengan terjadinya wabah kelaparan pada 1426 M. Keruntuhan Majapahit juga dipengaruhi oleh menguatnya pengaruh Dinasti Ming dan beberapa daerah bekas bawahan Kerajaan Majapahit.

Didasarkan pada kecintaan terhadap sejarah dan kampung halamannya, Bapak Supriyadi selaku penggagas pembentukan Kampung Majapahit dan bersama dengan warga sekitar untuk ikut melestarikan Kampung tersebut. Tentunyatidak terlepas dari peran pemerintah pusat dan daerah dalam hal pembangunan dan pendanaan Kampung Majapahit.

Makam Raden Wijaya ke-I 

Selanjutnya, kami mengunjungi Makam Raja Kerajaan Majapahit terdahulu yakni, Makam Raden Wijaya ke-I beserta dengan makam permaisuri dan selir-selir beliau. Suasana di dalam makam tersebut sangat khusyuk dan asri. 

Dikelilingi oleh pepohoan yang rindah dan area persawahan yang luas. Pada saat kami masuk ke dalam makam, tentunya harus melepas alas kaki, menjaga keheningan dan juga sopan santun sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan di kawasan tersebut. 

Kami berbincang banyak dengan salah satu pengurus Makam tersebut mengenai makam siapa saja yang berhak untuk dibangun di daerah tersebut, siapa saja nama permaisuri dan selir - selir lainnya. Warna disekitar makam didominasi dengan kain berwarna Kuning, ada dupa, serta payung yang berdiri tegak di pinggir makamnya.

Dokpri
Dokpri

Museum Majapahit 

Sejarah Museum

Pada tanggal 24 April 1924 R.A.A. Kromodjojo Adinegoro salah seorang Bupati Mojokerto, bekerjasama dengan Ir. Henry Mcline Pont seorang arsitek Belanda mendirikan Oudheeidkundhige Vereeneging Majapahit (OVM) yaitu suatu perkumpulan yang bertujuan untuk meneliti peninggalan-pennggalan Majapahit. 

OVM menempati sebuah rumah di Situs Trowulan yang terletak di jalan raya jurusan Mojokerto – Jombang km.13 untuk menyimpan artefak-artefak yang R.A.A. Kromodjojo Adinegorodiperoleh baik melalui penggalian, survey maupun penemuan secara tak sengaja. 

Mengingat banyaknya artefak yang layak untuk dipamerkan, maka direncanakan untuk membangun sebuah museum yang tereaisasi pada tahun 1926 dan dikenal dengan nama Museum Majapahit.

MUSEUM

Pada tahun 1942 museum di tutup untuk umum karena Mcline Pont ditawan oleh Jepang. Sejak itu museum berpindah-pindah tangan dan akhirnya dikelolah oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Mojokerto wilayah kerja Provinsi Jawa Timur. ugas kantor tersebut tidak hanya melaksanakan perlindngan terhadap benda cagar budaya peninggalan Majapahit saja, tetapi seluruh peninggalan kuno yang tersebar di wilayah Jawa Timur. Oleh karena itu koleksinya semakin bertambah banyak. Untuk mengatasi hal tersebut museum dipindahkan ke tempat yang lebih luas berjarak +2km dari tempat semula, namun masih di Situs Trowulan. Museum baru tersebut sekarang bernama Museum Majapahit namun masyarakat umum tetap mengenalnya sebagai Museum Trowulan.

Bangunan Museum Majapahit, Trowulan, Mojokerto

Pada tahun 1999 koleksi prasasti peninggalan R.A.A. Kromodjojo Adinegoro dipindahkan dari Gedung Arca Mojokerto ke Museum Majapahit, sehingga koleksi Museum Majapahit semakin lengkap.

Denah Museum Majapahit

Mengingat kebutuhan akan informasi yang semakin lama semakin meningkat dari masyarakat tentang Majapahit, nama Museum Majapahit sempat mengalami pergantian nama dari Balai Penyelamat Arca, Pusat Informasi Majapahit dan yang terakhir menjadi Museum Majapahit BPCB Mojokerto wilayah kerja Provinsi Jawa Timur.

Walaupun terjadi perubahan, namun pada prinsipnya hal tersebut tidak merubah fungsinya secara signifikan, yaitu sebagai sebuah Museum dan Balai Penyelamatan Benda Cagar Budaya di Jawa Timur.

Dokpri
Dokpri
Candi Brahu

Secara vertikal bangunan ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bagian kaki yang merupakan bagian bangunan terbawah sampai lantai bilik dan selasar, bagian tubuh yang merupakan bagian bangunan yang berdiri diatas kaki yang berfungsi sebagai penutup bilik dan penyangga atap, bagian atap yang merupakan bagian teratas bangunan yang berfungsi sebagai penutup bilik. 

Menurut laporan, disekitar Candi Brahu dulu masih ada beberapa candi lain yang sekarang sudah runtuh diantaranya, Candi Muteran, Candi Gedong, Candi Tengah, dan Candi Gentong. 

Disekitar komplek candi ini pernah pula ditemukan benda-benda kuno lainnya seperti alat upacara dari logam, perhiasan dari emas dan arca-arca dari logam yang kesemuanya menunjukkan atau bersifat agama Budha.

Ditilik dari gaya banginan dan sisa profil bagian alas stupa pada atap candi sisi tenggara, kemungkinan Candi Brahu merupakan candi agama Budha dan diperkirakan didirikan abad 15 Masehi. Pendapat lain ada yang memperkirakan umur candi Brahu lebih tua dibandingkan candi-candi yang ada disekitar Trowulan. 

Nama Brahu dihubungkan dengan kata “Wanaru” atau “Warahu” yaitu nama sebuah bangunan suci yang disebutkan didalam prasasti tembaga “Alasantan” yang ditemukan kira-kira 45 meter disebelah barat Candi Brahu. 

Prasasti ini dikeluarkan oleh raja “Mpu Sendok” pada tahun 861 saka atau tepatnya 9 september 939 M. Menurut cerita masyarakat candi ini dikatakan berfungsi sebagai tempat pembakaran raja Brawijaya, namun dalam penelitian tidak pernah di temukan bekas-bekas abu mayat. Candi Brahu mulai dipugar tahun 1990 dan selesai tahun 1995.

Dokpri
Dokpri

Sleeping Buddha

Slepping Budha terletak tidak terlalu jauh masuknya dari jalan utama, yaitu di Maha Vihara Mojopahit Trowulan, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Area sekitarnya, dibangun banyak patung-patung medium berwarna emas tetapi tidak sebesar Slepping Buddha nya. 

Taman yang mengitari bangunan dan patung-patung nya juga luas, sehingga dapat dikategorikan sebagai lingkungan yang asri. Kawasan ini juga terbuka untuk umum, dapat dilihat dari banyaknya anak-anak, remaja, orang tua yang masuk ke area sekitar Slepping Buddha. 

Patung  Slepping Buddha memiliki memiliki panjang 22 meter dan lebar 6 meter dengan ketinggian 4.5 meter. Merupakan patung yang menggambarkan Buddha Gautama, dibuat menggunakan beton. 

Dibuat pada tahun 1993 oleh YM Viryanadi Maha Tera, pengrajin patung asal Trowulan. Seluruh bagian patung dicat warna kuning keemasan, sedangkan di bagian bawah patung terdapat relief-relief yang menggambarkan kehidupan Buddha Gautama, hukum karmaphala dan hukum tumimbal lahir. 

Posisi tubuh patung berbaring miring menghadap ke arah selatan dan kepala bersandar di atas bantal yang disangga menggunakan lengan kanannya. Di dekat patung, terdapat kolam air yang ditumbuhi tanaman teratai yang menggambarkan laut dimana abu Sang Budha Gautama larung. Posisi Patung Buddha Tidur.

Patung Buddha Tidur (rupang Buddha) adalah arca yang menggambarkan Buddha Gautama yang adalah seorang pangeran kerajaan India yang mendirikan Buddhisme. 

Posisi tengah berbaring menghadap sisi kanan Sementara kepala patung, bersandar di atas bantal disangga lengan kanannya. Menurut Bhiksu Nyanadhiro, “Rupang adalah replika atau gambaran dari orang-orang yang di anggap telah mencapai kesucian, seperti para Buddha dan murid-muridnya. 

Rupang biasanya diletakkan di meja sembahyang dan dijadikan sebagai arah untuk membaca kitab suci dalam agama Buddha. Rupang hanya berfungsi sebagai simbol untuk membantu visualisasi”. 

Patung (rupang) Buddha Tidur dibuat dengan posisi berbaring menghadap ke arah selatan, sehingga penganut agama Buddha menganggap arah selatan adalah arah kiblat.

Posisi sleeping atau reclining atau tidur ini dipercaya merupakan posisi ketika Sang Buddha Gautama meninggalkan dunia memasuki Nirwana. Menurut kesehatan, posisi tidur menghadap kanan adalah posisi terbaik untuk melindungi jantung dari posisi tertindih atau tertekan organ lainnya.

Dokpri
Dokpri

Candi Bajang Ratu

Candi Bajang Ratu merupakan tempat terkhir yang kami kunjungi, dengan kondisi alam yang kurang mendukung disertai dengan hujan dan kabut. Walaupun keadaan nya seperti itu dan tanah pun berlumpur, kami tetap semangat untuk mengabadikan momen dengan berfoto di Candi Bajang Ratu. 

Kami tidak sempat bertemu dengan Staff yang mengurus Candi tersebut, dikarenakan staff nya sudah pulang. Bangunan nya tinggi menjulang, dikelilingi oleh rerumputan yang sangat hijau dan luas.

Dokpri
Dokpri

Nama Pengarang : Milka Ompusunggu

Pertukaran Mahasiswa Merdeka 2

UPNVJT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun