Mohon tunggu...
Milisi Nasional
Milisi Nasional Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Tulis

Baca, Tulis, Hitung

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemerintah Gagal Serap Tenaga Kerja Sektor Riil

9 April 2019   17:56 Diperbarui: 9 April 2019   19:27 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 2014, saat kampanye pasangan calon presiden dan wakilnya Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) berjanji menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi tingkat pengangguran. Janji Jokowi ihwal pengangguran kala itu adalah menyediakan 10 juta lapangan kerja baru selama 2014-2019.

Peneliti Lembaga Informasi Perburuhan Sedane Alfian Al Ayubby mengatakan tidak ada yang spesial dari penurunan angka pengangguran sepanjang 2014-2018. Alasannya, berkurangnya jumlah pengangguran dianggap tidak signifikan berjalan sepanjang periode itu. Angka pengangguran tidak pernah turun secara signifikan. Bahkan merujuk data BPS, angka terakhir yang tercatat pada Februari 2018, pengangguran 5,13%. Sementara pada Agustus 2018, pengangguran naik jadi 5,34%.

Berdasarkan data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) yang dihimpun dari BPS, jumlah angkatan kerja berlatar belakang pendidikan SMK dan Perguruan Tinggi (PT) yang menganggur terus naik sepanjang 2012-2018. Jumlah penganggur lulusan SMK naik dari kisaran 1 juta orang pada 2012 menjadi sekitar 1,7 juta orang pada 2018. Adapun penganggur lulusan PT meningkat dari sekitar 400.000 orang menjadi 700.000 orang.

Lambannya laju penurunan pengangguran diduga akibat belum sesuainya sisi suplai dan permintaan tenaga kerja di Indonesia. Tingginya jumlah pencari kerja yang terus bertambah setiap tahunnya tidak diimbangi dengan bertambahnya lapangan pekerjaan secara signifikan.

Dari sisi pengusaha sebagai pembuka lapangan pekerjaan, Pengusaha Nasional Erwin Aksa membeberkan sejumlah keluhan dari pengusaha selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) 4,5 tahun terakhir. Dalam acara diskusi Aliansi Pengusaha Nasional (APNAS), Dirinya menyatakan  selama ini praktis sektor riil tidak bergerak. Karenanya, kini APNAS menyuarakan aspirasi dan jeritan para pengusaha, agar pemerintahan beritkutnya dapat menggandeng para pengusaha agar turut serta berpartisipasi dalam pembangunan negara.

Erwin merasa heran mengapa pemerintah tidak melihat secara makro inti dari persoalan ini. Justru pemerintah banyak intervensi kebijakan yang seharusnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Seperti intervensi Presiden Jokowi terhadap harga semen di pasar, intervensi pemerintah terhadap industri sawit, hingga kebijakan BBM satu harga yang akhirnya membuat Pertamina rugi.

Erwin menduga, kurangnya perhatian pemerintah terhadap sektor riil dikarenakan presiden meng-"anak emas"-kan perusahaan perintis atau yang populer dengan istilah startup. Keberhasilan mendatangkan investasi yang diwartakan lebih banyak menyasar ke startup dibanding sektor riil. Padahal, startup-startup yang ada hanya melakukan aksi bakar uang. Tidak hanya masalah investasi, aturan pajak e-commerce yang sudah disusun juga tetiba dibatalkan pemerintah. Alhasil, negara kehilangan potensi pendapatan dari Pajak Pertambahan nilai (PPn).

Pemerintah seharusnya sadar, meskipun perusahaan rintisan menumbuh kembangkan wirausaha, namun tingkap penyerapan tenaga kerjanya sangat terbatas. Bandingkan dengan sektor ril yang bisa menyerap tenaga kerja ribuan hingga jutaan orang. Startup ketika baru memulai bisnisnya paling hanya diisi puluhan orang. Sementara pabrik yang baru buka minimal menyerap ratusan tenaga kerja.

Selain itu, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Suharso Monoarfa saja menyepakati jika hanya 5 persen peluang dari semua startup yang sukses. Dari 5 persen itu, hanya 25 persennya yang menghasilkan uang. Dengan demikian, hanya 1,25 persen startup yang berpeluang sukses dan menghasilkan di dunia. Maka seharusnya pemerintah jangan menghitung startup dapat mengurangi angka pengangguran. Dari 98,75% mereka yang gagal dalam merintis startup, tentunya tidak sedikit yang kembali menjadi pengangguran.

Kembali maju dalam Pemilihan Presiden 2019, Jokowi sadar akan masalah yang belum tuntas ini dan menjanjikan adanya sebuah kartu sakti untuk para pengangguran. Dalam sebuah rangkaian kampanye pemilihan presiden 2019, Jokowi berjanji akan menerbitkan Kartu Pra Kerja apabila dirinya kembali terpilih dalam Pemilihan Umum (pemilu) yang akan digelar kurang dari delapan hari lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun