Mohon tunggu...
Muhammad Ilham Ramadhan J
Muhammad Ilham Ramadhan J Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa aktif UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Prinsip-prinsip Perkawinan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

20 Februari 2024   12:10 Diperbarui: 20 Februari 2024   12:20 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis :

1. Muhamad Ilham Ramadhan Junaidi

2. Risdan Hando

Perkawinan adalah salah satu aspek penting dalam keidupan manusia, karena manusia dapat membentuk keluarga yang menjadi dasar masyarakat. Oleh karena itu arus memenuhi berbagai aspek,agama,hukum,sosial,budaya. Perkawinan di Indonesia diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,yang menandung beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi oleh pasangan yang ingin menikah.Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut

1. Asas Sukarela

Asas sukarela tertuang dalam pasal 6 ayata (1) Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yag menyatakan bahwa perkawinan harus berdasarkan persetujuan pria dan wanita. Perkawinan harus didasarkan oleh cinta,kasih sayang, dan keimginan bersama dalam membangun rumah tangga yang harmonis dan kekal. Tidak boleh ada paksaan, tekanan, atau tipu daya dari salah satu pihak , baik dari orang tua, kelurga, masyarakat, maupun pihak lain.

2. Asas Partisipasi Keluarga 

Asas patisipasi keluarga maksudnya, adanya dukungan dari keluarga baik calon mempelai pria maupun calon mempelai wanita dalam proses perkawinan. Keluarga memiliki peran penting dalam membimbing dan memberi nasihat kepada calon mempelai, baik secara moril maupun materiil. Asas partisipasi keluarga dalam Pasal 6 ayat (2) sampai dengan ayat (6) UU Perkawinan NO.1 Tahun 1974,yang mengatur tentang syarat izin orang tua atau wali bagicalon mempelai yang beum mncapai umur 21.

3. Asas Perceraian Dipersulit

Asas ini terdapat dalam Pasal 39 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa "cerai hanya dapat diperoleh di pengadilan yang bersangkutan serat berusaha mendamaikan kedua belah pihak namun gagal". Perceraian tidak dapat dilakukan sendiri, hanya dapat dilakukan di depan pengadilan dan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil melakukan pendamaian kedua belah pihak.

4. Asas Poligami Dibatasi Secara Ketat

Prinsip ini membatasi suami memiliki lebih dari satu istri dan ada syarat agar poligami diperbolehkan yaitu apabila si istri rela apabila suami menikah lagi dan kondisi ekonomi yang memadai untuk menghidupi lebih dari satu istri, hal ini bertujuan agar tidak adanya penyalahgunaan tindak poligami dan juga untuk melindungi hak-hak perempuan seperti yang dijelaskan dalam pasal 3 dan 4 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.

5. Asas Kematangan Calon Mempelai 

Prinsip ini mengarah kepada kematangan jasmani dan rohani kedua mempelai dan juga agar pernikahan tersebut bisa bertahan lama dan juga stabil dari berbagai segi. usia minimal laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun, diumur tersebut dinilai sudah dapat menjaga fisik, mental, dan jiwa masing-masing dalam menjalani kehidupan perkawinan.

6. Asas Memperbaiki Derajat Wanita

Asas memperbaiki derajat kaum wanita artinya, adanya upaya untuk meningkatkan kedudukan, peran, hak, dan kesejahteraan kaum wanita dalam perkawinan dan keluarga. Kaum wanita memiliki hak yang sama dengan kaum pria dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal perkawinan. Oleh karena itu, perkawinan harus dilakukan dengan menghormati dan mengakui hak- hak wanita, serta memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada wanita. Asas memperbaiki derajat kaum wanita diwujudkan dalam beberapa ketentuan dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

7. Asas Pencatatan Perkawinan 

Di dalam ketentuan Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974, bahwa setiap perkawinan harus dicatatkan menurut peraturan perundang undangan yang ada. Artinya setiap selesai perkawinan maka perkawinan itu harus dicatatkan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. Apabila kedua pasal 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 itu saling berkaitan, maka dapat dianggap bahwa pencatatan perkawinan merupakan bagian penting yang menentukan sahnya perkawinan di luar terpenuhinya syarat-syarat perkawinan, perkawinan menurut setiap hukum, agama dan kepercayaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun