Berdasarkan cerita Ibu Susono, beliau memeroleh resep tersebut secara turun temurun dari simbahnya yang bernama Mbah Yoso sehingga Ibu Susono merupakan generasi ketiga yang meneruskan profesi sebagai penjual lompya duleg khas Delanggu.
"Wooo... Kulo dangu pun puluhan taun mbak. Kulo menika  nalika mbahe pun boten wonten kan mak'e terus kulo." kata  Ibu Susono kepada saya ketika ditanya kapan mulai berjualan lompya duleg.
Perihal cara menjajakan panganan ini Ibu Susono menjelaskan bahwa memang sejak dahulu cara menjual lompya duleg menggunakan sepeda ontel yang kemudian dibawa keliling kampung untuk dijajakan kepada masyarakat sekitar.Â
Saat ini banyak penjual lompya duleg yang sudah tidak lagi menggunakan sepeda ontel tetapi menggunakan motor. Ibu Susono memilih untuk tetap menggunakan ontel karena beliau merasa tidak canggih dalam mengendarai motor alhasil beliau tetap mempertahankan cara menjajakan lompya duleg secara konvensional dengan menggunakan sepeda ontel tersebut.Â
Perbincangan kami sempat terhenti ketika seorang ibu-ibu dengan menggunakan motor matic berhenti di pinggir trotoar sambil berteriak "Mbah sosis Duleg setunggal!" ujarnya.Â
Mendengar hal tersebut Ibu Susono segera memasukkan satu kemasan mika lompya duleg ke dalam sebuah plasik lurik hitam-putih. Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa lompya duleg merupakan makanan tradisional khas Delanggu yang masih eksis dan  digemari hingga saat ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H