Bapakku, Petani yang Membajak Ladang dan Harapan
Di sebuah desa kecil di Pulau Sumba, hidup seorang lelaki sederhana bernama "B. W. Deke", yang bagiku tak sekadar ayah. Ia adalah seorang petani yang tangguh, seorang penggerak pendidikan dalam keluarga kami, dan teladan yang menyemai nilai-nilai hidup hingga aku berdiri di sini, menjadi dosen.
Pagi hari di rumah kami selalu dimulai dengan denting cangkul yang menyentuh tanah. Bapakku memulai harinya di ladang, menyiapkan ladang dan kebun yang menjadi sumber kehidupan kami. Meski kerap berselimut peluh, ia tak pernah mengeluh. "Tanah ini adalah ibu yang memberi kita makan. Tapi pendidikanlah yang akan memberimu kebebasan," katanya suatu hari.
Bagi bapak, pendidikan adalah kunci untuk memutus rantai kemiskinan di desa kami. Ia bukan hanya seorang petani yang menggali tanah, tetapi juga menggali potensi dalam diri kami, anak-anaknya.
Membaca di Tengah Lampu Minyak
Malam-malam di rumah kami selalu menjadi saat yang tak terlupakan. Dengan lampu minyak sebagai penerang, bapak sering mengajakku membaca buku-buku seadanya yang ada di rumah. Ia hanya lulusan Sekolah Rakyat (SR), tapi semangatnya belajar luar biasa.
Bapak mendongengkan cerita-cerita tentang pahlawan yang berjuang untuk pendidikan. Ia sering mengaitkan perjuangan mereka dengan ladang yang ia garap. "Pendidikan itu seperti bertani. Kau harus menyemai benih, merawatnya dengan sabar, dan menuai hasilnya di masa depan," ujarnya.
Aku karena masih kecil hanya mengangguk, tetapi kata-katanya terpatri dalam ingatan. Itulah yang membuatku semangat belajar meski perjalanan sekolah penuh tantangan.
Menjual Hasil Kebun untuk Pendidikan
Sebagai petani, bapak tak hanya mengandalkan hasil dari ladang. Kebun kecil di belakang rumah menjadi tumpuan utama kami. Ia menanam kopi, pinang, sirih, dan berbagai tanaman lain yang ia rawat dengan telaten.
Setiap minggu, mama akan membawa hasil kebun itu ke pasar desa sebut saja pasar waimangura namanya. Aku masih ingat jelas bagaimana mama berjalan kaki memikul keranjang berisi kopi, pinang, dan sirih di dalamnya. Hasil dari penjualan itu ia sisihkan untuk kebutuhan sekolah kami.
"Aku tak punya harta, tapi kebun ini cukup untuk menyekolahkan kalian," ujarnya suatu kali sambil membersihkan biji kopi.
Dengan ketekunannya, bapak berhasil menyekolahkan kami, anak-anaknya, hingga ke jenjang pendidikan tinggi. Perjuangan itu menjadi alasan mengapa aku tak pernah menyerah dalam belajar, karena aku tahu setiap langkahku adalah wujud penghormatan untuk pengorbanannya.
Teladan yang Menginspirasi
Kini, aku berdiri sebagai seorang dosen IPA di Universitas Katolik Weetebula, mengajar mahasiswa PGSD, sebuah pencapaian yang tak pernah kubayangkan. Setiap langkahku di ruang kelas selalu terinspirasi oleh bapak. Ketangguhan dan kebijaksanaannya menjadi pelita bagiku untuk mengajar dan mengabdi pada masyarakat.
Aku percaya, di setiap mahasiswa yang kubimbing, ada sosok yang seperti bapakku---seseorang yang memupuk harapan dalam keluarga mereka meski dalam keterbatasan.
Mewariskan Nilai-Nilai Hidup
Bapak kini telah tiada, tetapi warisannya tetap hidup di setiap langkah kami. Nilai-nilai kerja keras, pengorbanan, dan semangat untuk terus belajar ia tanamkan dengan mendalam.
Ketika melihat anak-anakku---cucu-cucunya---duduk membaca di bawah cahaya lampu listrik, aku selalu teringat perjuangannya. Dulu, kami hanya memiliki lampu minyak sebagai penerang, tetapi bapak tak pernah mengeluh. Kini, aku tahu bahwa kenyamanan ini adalah hasil dari kerja kerasnya, yang selalu ingin memberi kami kehidupan yang lebih baik.
Kepada mereka, aku bercerita tentang kakek yang luar biasa. "Dia bukan hanya seorang petani," kataku, "tapi juga orang yang menanamkan mimpi besar dalam keluarga kita."
Kesan;
Cerita ini adalah pengingat bahwa pendidikan bukan hanya tentang pergi ke sekolah atau kuliah, tetapi tentang keyakinan, pengorbanan, dan cinta. Ayahku, seorang petani sederhana, telah menjadi penggerak pendidikan yang mengubah arah hidup keluarganya.
Semoga cerita ini bisa menjadi inspirasi bagi siapa pun yang membacanya. Karena di balik setiap kesuksesan, ada sosok seperti bapakku---orang-orang yang tak pernah berhenti memperjuangkan masa depan anak-anaknya.
By: Mila (Anak Bungsu dari 8 bersaudara)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H