Kontrak adalah suatu perjanjian yang di mana seseorang membuat janji kepada orang lain atau dua orang yang saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal satu sama lain. Sebuah perjanjian yang sempurna, dilakukan secara lisan maupun tulisan. Istilah perjanjian disebut dengan "Akad". Kata Akad berasal dari kata al-aqd yang berarti mengikat, menyambung atau menghubungkan. Dalam melakukan suatu perjanjian, harus dipenuhi rukun dan syarat dari suatu akad. Rukun merupakan Unsur mutlak yang harus dipenuhi dalam suatu kontrak. Sedangkan syarat adalah suatu peraturan (ketentuan) terhadap sesuatu hal dan tindakan yang dilakukan.
      Syarat-syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu antara lain:
- Adanya kesepakatan kedua belah pihak, di mana persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lain.
- Kecakapan bertindak, yaitu kemampuan dalam melakukan perbuatan hukum.
- Adanya objek perjanjian (suatu hal tertentu), dalam suatu hal perjanjian yang di per janjikan adalah suatu hal tertentu atau suatu barang yang secara jelas dan terang. Perjanjian yang objeknya tidak memenuhi ketentuan tersebut adalah batal.
- Adanya sebab yang halal, yaitu maksud dan tujuan yang di kehendaki oleh para pihak dalam perjanjian merupakan sebab yang tidak dilarang oleh undang-undang, kepatutan, dan kesusilaan.
      Syarat yang pertama (1 dan2) disebut sebagai syarat subjektif karena berkaitan dengan subjek perjanjian. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan. Sedangkan syarat yang kedua (3 dan 4) disebut sebagai syarat objektif karena berkaitan dengan objek perjanjian sebagai perbuatan hukum yang dilakukan para pihak (subjek hukum).
      Apabila akad tidak memenuhi syarat subjektif, maka dapat di ajukan gugatan pembatalan akad. Dengan demikian, walaupun suatu kontrak yang tidak memenuhi syarat-syarat subjektif tidak dapat di batalkan dengan sendirinya, namun tetap saja belum pasti karena sewaktu-waktu dapat diakhiri dan tergantung pada kesediaan para pihak untuk mematuhi kontrak tersebut. Sedangkan dalam suatu kontrak yang tidak dapat memenuhi syarat objektif sahnya makan kontrak ini batal demi hukum, artinya tidak pernah terjadi suatu perjanjian dan berarti tidak pernah ada perikatan.
      Dalam KUH Perdata terdapat asas-asas yang melandasi atau menjadi tumpuan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan suatu perjanjian. Asas-asas dalam hukum perjanjian atau hukum kontrak, menurut Mariam Darus Badrulzaman, meliputi:
- Asas Kebebasan Berkontrak, perjanjian yang diadakan sesuai pasal 1320 KUH Perdata memiliki kekuatan mengikat. Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangan penting di dalam hukum perjanjian.
- Asas Konsensualisme, di dalam pasal 1338 KUH Perdata, asas konsensualisme memiliki istilah "semua" yang mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal dalam undang-undang.
- Asas Kepercayaan, perjanjian yang diadakan antara satu pihak dan pihak lain, yang menumbuhkan adanya saling percaya kepada masing-masing pihak untuk memegang sekaligus melaksanakan atau mewujudkan perjanjian tersebut.
- Asas Kekuatan Mengikat, keterikatan para pihak pada perjanjian tidak semata-mata terbatas pada apa yang di perjanjikan.
- Asas Persamaan Hukum, asas ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan meskipun terdapat perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, dan jabatan.Â
- Asas Keseimbangan, asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian.
- Asas Kepastian Hukum, perjanjian sebagai suatu hukum yang harus mendorong kepastian hukum. Kepastian hukum terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.Â
- Asas Kepatutan, berkaitan dengan Isi Perjanjian asas ini harus dipertahankan karena melalui asas kepatutan, ukuran tentang hubungan ditentukan oleh rasa keadilan dalam masyarakat.
- Asas Kebiasaan, diatur dalam pasal 1339 juncto pasal 1347 KUH Perdata, yang dipandang bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat hal-hal yang telah diatur secara tegas, tetapi dalam keadaan dan kebiasaan yang di ikuti.
     Rukun dan Syarat Kontrak dalam akad Syariah antara lain:
1. Para Pihak yang Berakad (Al-Aqidain), yaitu sebagai pelaku dari suatu tindakan hukum dalam hal ini tindakan hukum akad  (perjanjian). Adapun syarat dari al-aqidain ini sendiri, yaitu:
- Kedua belah pihak yang berakad paham hukum.
- Dewasa (Baligh).
- Aqil (Berakal).
- Tamyiz ( Dapat membedakan)
- Mukhtar ( Bebas dari Paksaan).
2. Objek Akad ( Mahallul'Aqd), merupakan segala sesuatu yang mungkin dimiliki seseorang dan dapat diambil manfaatnya. Dalam akad jual beli objeknya berupa barang dan jasa, sedangkan dalam sewa menyewa berupa manfaat dari barang yang disewakan.
3. Tujuan Akad ( Maudhu'ul Aqd), yaitu tujuan utama untuk apa akad dilakukan dan apabila bertentangan dengan syariat islam maka berakibat pada ketidakabsahan dari akad yang di buat, karena itu tidak menimbulkan akibat hukum.
4. Ijab dan Qabul ( Shighat Al-Aqd), yaitu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan qabul. Ijab adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sedangkan qabul adalah suatu pernyataan menerima dari pihak kedua atas penawaran yang dilakukan oleh pihak pertama.
      Para ulama  menetapkan 3 syarat dalam ijab dan qabul, yaitu sebagai berikut:
- Jala'ul ma'na, yaitu tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas, sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki.
- Tawafuq, yaitu adanya kesesuaian antara ijab dan qabul.
- Jasmul iradataini, yaitu antara ijab dan qabul menunjukan kehendak para pihak secara pasti, tidak ragu, dan tidak terpaksa.
      Dalam Hukum Ekonomi Syariah terdapat ada 6 asas-asas yang melandasi suatu perjanjian sebagai tumpuan dan landasan berpikir atau sebagai prinsip dalam melaksanakan suatu perjanjian, antara lain:
1. Asas Ilahiah, setiap tingkah laku dan perbuatan manusia tidak akan luput dari ketentuan Allah SWT.
2. Asas Kebebasan ( Al-Hurriyah), para pihak yang melakukan akad memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian baik mengenai objek perjanjian maupun menentukan persyaratan  lain, termasuk menetapkan cara-cara menyelesaikan bila terjadi perselisihan.
3. Asas Persamaan dan Kesetaraan ( Al-Musawah), yaitu setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan perikatan atas asas persamaan dan kesetaraan.
4. Asas Keadilan ( Al-'Adalah) , dalam asas ini para pihak yang melakukan perikatan di tuntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan, memenuhi perjanjian yang telat dibuat, dan memenuhi semua kewajibannya.
5. Asas Kerelaan ( Al-Ridha), yaitu segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar suka sama suka atau kerelaan antara masing-masing pihak , tidak boleh ada tekanan, paksaan, dan penipuan.
6. Asas Kejujuran dan Kebenaran ( Al-Shidiq), kejujuran merupakan hal yang harus dilakukan oleh manusia dalam segala bidang kehidupan, termasuk dalam pelaksanaan muamalat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H