Nama : Mila Jamilah
Kelas : HKI 4 (C)
NIM : 222121093
Mata Kuliah : Hukum Perdata Islam di Indonesia
Pendahuluan
Banyak sekali permasalahan dalam pernikahan , sehingga tidak jarang perceraian dan perselingkuhan sering terjadi dan menjadi peristiwa yang kerap diperbincangkan dimasyarakat. Akibat dari penyimpangan ini peraturan terhadap untang-undang terkait perkawinan tersebut tidak jarang pada akhirnya menimbulkan permasalahan seperti keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga yang bersangkutan.
Pernikahan dini banyak sekali terjadi di zaman sekarang. Kebanyakan pernikahan dini serinng terjadi pada remaja desa yang memiliki Tingkat Pendidikan yang rendah sehingga remaja desa kerap lebih memilih menikah muda, dan mungkin beranggapan bahwa menikah muda merupakan Solusi terbaik untuk tetap bertahan hidup dan juga orang desa meranggapn bahwa jika sudah remaja atau dewasa takut menjadi "perawan tua". Itu sebabnya Masyarakat lebih memilih menikah dibawah umur.
Pernikahn yang tidak dicatatkan ini juga sangat berpengaruh karena dapat memicu pada permasalahan yang besar. Dalam artian jiga pernikahan tidak dicatatkan dan tidk tertulis dalam negara maka pernikahan itu tidak resmi, mungkin secara hukum islam sah, akan tetapi secara negara tidak sah, karena harus memiliki buku nikah sebagai bukti bahwa keduanya telah menikah dan juga mempermudah kehidupan berumah tangga.
Namun kenyataanya di era sekarang sering terjadi pasangan yang melakukan pernikahan dibawah umur yang tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dengan dicatatkan dan menggunakan surat dispensasi nikah saja padahal sudah cukup dan resmi dicatatkan oleh negara. Sedangkan pernikahan tidak dicatatkan di KUA tidak akan di akui oleh negara dan di anggap pernikahannya tidak sah karena tidak ada bukti dan surat-surat pernikahan yang jelas.
AlasanÂ
Alasan saya mengambil judul Skripsi ini, Berdasarkan hasil riset dan penelitian saya , bahwa pernikahan dibawah umur ini sering terjadi dikalangan Masyarakat apalagi tidak dicatankan pernikahan tersebut ini justru sangat berpengaruh terhadap kehidupan mereka, apalagi melihat kondisi anak yang belum sepantasnnya untuk menikah karena akan beresiko kepada Kesehatan turunan atau stunting.Â
Hal ini sering terjadi dikalangan Masyarakat. Akan tetapi jika tetap ingin menikah dan sudah siap dalam berumah tangga dengan usia dibawah 19 tahun diperbolehkan akan tetapi harus memenuhi syarat dan kentuan negara dan harus mendapatkan izin dari orang tua serta harus dicatatkan pernikahannya, supaya mempermudah bayi yang lahir baik dari segi Pendidikan, warisan maupun .Â
Adapun akibat pernikahan tidak dicatatkan sangat berpengaruh terutama dalam perceraian istri tidak dapat menggugat suami, kemudian apabila ditinggalkan oleh suami istri tidak memiliki tunjangan perkawinan, dan tunjangan pension suami, akan susah dalam membuat akta kelahiran anak. Maka dari itu saya mengambil skripsi ini supaya bisa memberikan pemahaman kedapa Masyarakat terkait pentingnya pernikahan yang sacral dan pernikahan yang perlu dicatatkan.
Pembahasan (10 halaman)
Tinjauan umum tentang pernikahan di bawah umur dan pencatatan pernikahan.
Pernikahan adalah suatu akad yang sangatlah kuat untuk menaati perintah Allah dan melaksanakan apa saja yang diperintahkannya merupakan ibadah yang memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawadah dan warohmah. Adapun tujuan dari pernikahan yaitu memperolehnya keluarga yang harmonis, memiliki keturunan, adapun tujuan utama dari pernikahan itu membina akhlak manusia dan memanusiakan kehidupan secara sosial dan kultural. Dalam hal ini perlu kita tekankan bahwa tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Secara terperinci ada beberapa tujuan pernikahan yaitu :
Untuk mendapatkan anak keturunan yang sah, keinginan untuk mendapatkan keturunan adalah keinginan semua umat manusia yang telah menikah makhluk hidup diciptakan oleh Allah SWT untuk senantiasa mencari pasangan hidupnya dan menyalurkan nafsu syahwatnya.Â
Menyelamatkan diri dari kerusakan akhlak, manusia pasti memiliki berbagai macam rasa niat perilaku sifat yang sering kali berbeda-beda dan berubah-ubah namun dalam hal ini kebaikan maupun hal keburukan itu condong ke hal-hal negatif dengan pernikahan dapat menyelamatkan akhlak manusia dari kerusakan kerusakan yang tidak baik seperti berzina.
Menegakkan rumah tangga islami, sudah jelas banyak Dalam Alquran disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya talak tapi jika suami sanggup menegakkan batasan-batasan Allah SWT, dan memberikan kesempatan bagi hambanya untuk berpikir kembali agar tidak mentalak istrinya.Â
Meningkatkan ibadah kepada Allah SWT. Dalam hal ini perlu mengabadi dan beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Hal ini bisa dilihat dari sudut pandang rumah tangga yaitu salah satu lahan subur bagi peribadahan dan amal saleh di samping ibadah dan amal-amal Saleh lainnya bahkan hubungan suami istri termasuk ibadah (sedekah).Â
Pernikahan dapat membentuk keluarga yang bahagia kekal dan penuh rasa kasih sayang sehingga merasa damai tenang dan tentram.
Pernikahan dalam Islam tidaklah semata-mata sebagai hubungan kontrak atau sebatas calon suami istri akan tetapi pernikahan merupakan Sunnah Rasul dan media yang paling cocok antara paduan agama Islam dengan naluriah dan kebutuhan biologis manusia juga sebagai faktor pendukung makna dalam nilai beribadah. Maka dari itu pernikahan merupakan salah satu perintah agama kepada seorang laki-laki dan seorang perempuan yang mampu dalam hal ini siapa saja generasi muda untuk generasi melaksanakannya karena pernikahan dapat mengurangi maksiat penglihatan dan memelihara diri dari perbuatan zina. Tidak hanya itu dalam skripsi ini dibahas terkait pernikahan di bawah umur.
Pernikahan Dibawah Umur
Pernikahan di bawah umur merupakan salah satu pernikahan yang dilakukan antara seorang pria dan wanita yang belum mencapai usia yang telah ditentukan dalam peraturan undang-undang. Namun dapat mendefinisikan bahwa pernikahan di bawah umur merupakan pernikahan yang target kesiapannya mulai dari persiapan fisik mental materi yang belum dikatakan maksimal atau belum terpenuhi. Dalam hal ini faktor kesiapan remaja dalam pernikahan usia dini atau di bawah umur remaja yang melakukan pernikahan ini dianggap belum memenuhi kesiapannya atau fisiknya dan juga materinya yang dibutuhkan untuk melangsungkan pernikahan. Adapun batas usia yang melakukan pernikahan apabila merujuk pada peraturan undang-undang tentang pernikahan yaitu batas usia yang diizinkan melakukan pernikahan yaitu berumur 19 tahun.
Akan tapi pernikahan dini diperbolehkan asal memenuhi syarat dan ketentuan yang sudah ditetapkan yaitu melakukan dispensasi nikah dan juga surat izin orang tua untuk keberlangsungan pernikahan tersebut. Kemudian untuk lebih lanjut tentang ketentuan batas usia yang diatur dalam hukum kompilasi Islam yang bermuat pada pasal 15 ayat 1 yaitu kemaslahatan keluarga dalam rumah tangga perkawinan hanya boleh dilakukan oleh saat mempelai yang mencapai batas ketetapan yang sudah ditetapkan dalam undang-undang. Tidak menutup kemungkinan meskipun banyak peraturan mengenai batasan usia pernikahan ataupun kedewasaan seseorang anak yang diperbolehkan menikah maka dari itu pernikahan dini diperbolehkan asal dalam pantauan orang tua.
Kemudian adapun dampak pernikahan di bawah umur yaitu memiliki dampak positif dan dampak negatif, di zaman modern ini kebanyakan remaja dewasa lebih cepat daripada generasi-generasi sebelumnya namun secara emosional mereka memakan waktu jauh lebih lama untuk mengembangkan kedewasaannya adanya kesenjangan antara kematangan fisik yang datang lebih cepat dari dewasaan emosional yang terlambat menyebabkan timbullah persoalan psikis dan sosial. Beberapa bidang yang terkena dampak pernikahan di bawah umur memiliki permasalahan yang sangat kompleks mulai dari :Â
a. Bidang kesehatanÂ
Berpotensi mengalami komplikasi kehamilan dan kelahiran yang dapat menyebabkan terjadinya kematian.Â
Potensi bayi yang lahir dari ibu yang masih remaja memiliki resiko yang sangat tinggi untuk meninggal setelah dilahirkan atau melahirkan.Â
Bayi yang dilahirkan akan memiliki kemungkinan berat badan yang sangat rendah.Â
Pasangan yang kurang siap untuk menerima kehamilan cenderung untuk melakukan pengangguran kandungan atau aborsi, yang berakibatkan kematian bagi wanita.Â
Kehamilan pada usia yang muda memiliki pengaruh negatif terhadap gizi ibu.
b. Bidang Pendidikan
Kehilangan kesempatan menikmati pendidikan yang lebih tinggi.Â
Pernikahan pada usia muda menyebabkan anak tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup, dan kehilangan kesempatan untuk mengangkat diri dan keluarganya dari kemiskinan.Â
Perempuan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah menjadikan mereka lebih tidak siap untuk memasuki masa dewasa dan memberikan kontribusi, baik terhadap keluarga maupun lingkungan masyarakat.Â
c) Bidang PsikologisÂ
Secara psikologis berpengaruh pada kondisi mental yang masih labil serta belum adanya kedewasaan pada diri si anak. Sehingga dikhawatirkan keputusan yang diambil untuk menikah di usia muda adalah keputusan dimana jiwa dan kondisi psikologisnya belum stabil.Â
Pasangan usia muda belum siap bertanggung jawab secara normal terhadap semua apa yang menjadi tangung jawabnya.Â
Perempuan yang menikah di usia muda memiliki resiko yang tinggi terhadap kekerasan dalam rumah tangga dibanding dengan wanita yang menikah di usia yang jauh lebih matang.
 d) Bidang EkonomiÂ
Pernikahan yang dilakukan di bawah umur sering kali belum mapan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Sehingga dikhawatirkan akan menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.Â
Keadaan ekonomi yang semakin sulit akibat pihak laki-laki yang melakukan pernikahan di bawah umur sepenuhnya belum siap untuk menafkahi kelurganya atau belum siap ekonominya.Â
Sempitnya peluang untuk mendapatkan kesempatan kerja yang otomatis mengekalkan kemiskinan yang diakibatkan pendidikan yang minim.Â
Dua anak yang memutuskan menikah di bawah umur kebanyakan mereka cenderung belum memiliki penghasilan yang cukup bahkan belum bekerja sehingga mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi ekonominya.
e). Bidang sosialÂ
Menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja.Â
Perceraian dini akibat emosi yang tidak stabilÂ
Interaksi dengan lingkungan teman sebaya berkurang. Hal itu terjadi karena mereka yang menikah di bawah umur merasa canggung atau enggan bergaul dengan teman sebayanya.Â
Tidak sempurnanya pendidikan dan pengasuhan anak dan keluarga yang dimiliki akibat rendahnya ketrampilan mengasuh dan timbulnya perasaan kurang aman, malu atau frustasi ketika menjadi ibu dan istri.
Bila dilihat dari dampak yang ditimbulkan di berbagai bidang dapat disimpulkan lebih banyak dampak negatifnya dari pada dampak positif yang timbul akibat pernikahan di bawah umur. Oleh karena itu perlu adanya komitmen dari keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam upaya menekan angka pernikahan di bawah umur.
 Pencatatan pernikahan
Pecatatan pernikahan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban pernikahan dalam masyarakat. Ini menjadi suatu upaya yang diatur melalui perundang-undangan untuk melindungi martabat dan kesucian pernikahan dan khususnya bagi perempuan dalam kehidupan rumah tangga. Melalui pencatatan pernikahan yang dibuktikan oleh akta nikah, apabila terjadi perselisihan di antara suami istri maka salah satu diantaranya dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak masing-masing. Karena dengan akta tersebut, para pasangan yang sudah melakukan pernikahan memiliki bukti atas perbuatan hukum yang telah mereka lakukan.
Dengan dilakukan pencatatan pernikahan juga berfungsi untuk menjadi pengatur dalam praktik poligami yang sering dilakukan secara diam-diam oleh pihak-pihak tertentu yang hanya menjadikan nikah di bawah tangan/ nikah siri tanpa pencatatan pernikahan sebagai alat poligami atau berpoliandri. Kemudian tujuan lain adanya pencatatan pernikahan yaitu agar mempermudah para pihak terkait dalam melakukan kontrol terhadap pelaksanaan Undang-Undang pernikahan di sebuah negara.Â
Selanjutnya pencatatan pernikahan mempunyai nilai hukum normatif yang bersifat mengikat dalam pengertian pencatatan pernikahan akan turut menentukan sah atau tidaknya sebuah akad nikah yang dilangsungkan oleh sepasang laki-laki dan perempuan dalam suatu negara. Dan yang terakhir dengan asas legalitas yakni pencatatan pernikahan diharapkan bisa menekan adanya pernikahan di bawah tangan (siri) Pernikahan yang tidak dicatatkan itu bertentangan dengan UndangUndang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang termuat dalam pasal 2 ayat (2) dimana tiap-tiap pernikahan harus dicatatkan.Â
Oleh karena itu meskipun secara agama pernikahan tersebut dianggap sah, namun pernikahan yang dilakukan di luar pengetahuan dan pengawasan pencatat nikah tidak akan memiliki kekuatan hukum yang tetap dan dianggap tidak sah. Dengan demikian hal tersebut sangat berdampak negatif dan sangat merugikan khususnya bagi pihak istri dan perempuan lainnya. Kemudian pernikahan yang tidak dicatatkan secara hukum mengakibatkan perempuan tidak dianggap sebagai istri yang sah, sehingga ia tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika terjadi perceraian hidup ataupun di tinggal mati. Tidak hanya itu istri juga tidak berhak atas harta gono-gini atau harta bersama jika terjadi perpisahan, karena secara hukum pernikahan tersebut dianggap tidak pernah terjadi. Di samping itu anak yang dilahirkan akan berstatus sebagai anak tidak sah menurut hukum Islam, yang mana hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya.
Setiap peristiwa pernikahan yang dilakukan oleh calon pasangan pernikahan yang beragama Islam, harus didaftarkan di Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagai bentuk legalitas perkawinan menurut hukum negara. Maka, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Pencatatan Nikah menjelaskan prosedur pencatatan nikah.
 a) Pendaftaran Kehendak Menikah PPN, P3N, serta Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) memberikan arahan, konsultasi, dan bimbingan kepada masyarakat untuk mempersiapkan pernikahannya dengan meminta restu orang tua, mempelajari halangan perkawinan, mempelajari ilmu pengetahuan keluarga, dan kesehatan calon pengantin. Pendaftaran kehendak menikah dilakukan dengan melengkapi dokumen sebagaimana yang diatur dalam PMA No. 20 tahun 2019 pasal 4 ayat (1) meliputi :Â
Surat persetujuan calon mempelai yang diterbitkan oleh pemerintahan setempat,Â
Fotokopi Akta Kelahiran kedua mempelai,Â
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) kedua calon mempelai,Â
Fotokopi Kartu Keluarga kedua belah pihak calon mempelai,Â
Surat rekomendasi nikah dari KUA tempat pernikahan digelar,Â
Surat persetujuan kedua orang tua mempelai yang diterbitkan oleh pemerintahan setempat,
surat penetapan dispensasi nikah apabila pasangan belum mencukupi umur sesuai ketentuan Undang-Undang Perkawinan sebagai batasan umur usia pernikahan,Â
Akta Cerai Talak/Akta Cerai Gugatan. Apabila calon mempelai janda/duda,Â
surat izin dari atasan bagi anggota tentara nasional Indonesia atau kepolisian Republik Indonesia,Â
penetapan pengadilan yakni izin bagi suami yang ingin berpoligami, 11) Akta Kematian/surat kematian bagi janda/duda yang pasangan sebelumnya meninggal yang dibuat oleh pemerintah setempat,
surat izin menikah dari kedutaan/kantor perwakilan negara bagi warga negara asing. Pendaftaran kehendak menikah dilakukan di KUA tempat akad nikah dilaksanakan. Hal tersebut juga berlaku untuk pasangan pernikahan yang menikah di luar atau di dalam negeri.
Pendaftaran dalam hal ini, dilaksanakan paling lama 10 hari sebelum pelaksanaan pernikahan. Apabila, pasangan atau salah satu pasangan belum mencukupi umur, maka surat dispensasasi. pernikahan dan dokumen yang perlu dilengkapi di KUA harus sudah lengkap 1 hari sebelum hari pernikahan digelar.Â
 b) Pemeriksaan Dokumen NikahÂ
Setelah pasangan memenuhi semua persyaratan administrasi untuk mendaftarkan pernikahan, Kepala KUA Kecamatan, Penghulu atau PPN memeriksa kelengkapan data calon mempelai dan wali nikah mengenai terdapat atau tidaknya halangan menikah menurut hukum Islam. Hasil pemeriksaan nikah ditulis dalam Berita Acara Pemeriksaan Nikah, yang ditandatangani oleh PPN. Jika calon mempelai serta/atau wali nikah tidak dapat membaca/menulis maka penandatanganan dapat diganti dengan cap jempol tangan kiri. Apabila ada persyaratan yang belum terpenuhi maka harus melengkapi dokumen nikah paling lambat 1 hari sebelum akad nikah.Â
c) Pengumuman Kehendak NikahÂ
PPN dan P3N mengumumkan kehendak nikah pada papan pengumuman. Pengumuman dilakukan oleh PPN di KUA Kecamatan tempat pernikahan yang dilangsungkan serta KUA tempat tinggal masing-masing calon pengantin. PPN dan P3N tidak boleh melaksanakan akad nikah sebelum lampau sepuluh hari kerja sejak pengumuman, kecuali seperti yang diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yaitu apabila terdapat alasan yang sangat penting.
d) Pelaksanaan Pencatatan Nikah dan Penyerahan Buku NikahÂ
Pencatatan nikah dilakukan setelah pasangan suami istri melakukan akad nikah. Dokumen pernikahan harus dilengkapi maksimal dalam waktu 1 hari kerja sebelum akad nikah dilaksankan. PPN mencatat peristiwa pernikahan dalam Buku Nikah. Buku Nikah ditandatangani oleh suami, istri, wali nikah, 2 orang saksi, serta PPN. Buku Nikah dirangkap 2 yang masing-masing disimpan di KUA setempat dan Pengadilan. Setelah terjadi peristiwa pencatatan nikah maka pasangan suami istri memperoleh Buku Nikah dan E-Kartu Nikah. Buku Nikah yang sah adalah Buku Nikah yang telah ditandatangani oleh PPN. Penyerahan Buku Nikah dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah akad nikah dilaksanakan. E-Kartu Nikah adalah dokumen pelengkap status pernikahan yang tercatat yang diberikan bersamaan dengan Buku Nikah yang mudah dibawa kemana-mana layaknya Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), dan E-Kartu Nikah diberikan sebanyak 1 (satu) kartu. Karena bahwasannya, setiap peristiwa pernikahan wajib dilaporkan Dinas Pencatatan Sipil diwilayah tempat pelaksanaan akad nikah melalui pembuatan Kartu Keluarga baru karena perubahan data.
Analisis Pemahaman Masyarakat Dusun Kalaba'an Dajah Desa Gulukguluk, Kecamatan Guluk-guluk, Kabupaten SumenepÂ
Mengenai Pencatatan Pernikahan. Ketentuan untuk melakukan pencatatan pernikahan sangat tegas dinyatakan dalam pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang mana pernikahan dilakukan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing, namun alangkah baiknya apabila pernikahan tersebut juga dicatatkan kepada petugas atau penjabat pencatatan pernikahan untuk mendapatkan pengakuan negara. pencatatan pernikahan yang tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan sangat tepat apabila diterapkan di tengah-tengah masyarakat saat ini. Mengingat semakin berkembangnya kehidupan masyarakat yang semakin modern, maka segala sesuatu yang dilakukan haruslah memerlukan suatu kepastian hukum. Di era saat ini status hukum seseorang sangatlah penting karena dengan begitu ia akan mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya, mana yang boleh ia lakukan dan apa yang tidak boleh ia lakukan. Maka dari itu dengan mencatatkan pernikahannya para pasangan yang sudah menikah dapat mempunyai bukti yang jelas apabila disuatu saat terjadi permasalahan seperti perceraian, pembagian harta warisan dll.
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada para pelaku yang melakukan pernikahan di bawah umur yang tidak dicatatkan terkait pemahaman mengenai pencatatan pernikahan mereka hanya sebatas mengetahui bahwa pernikahan itu harus dicatatkan supaya na
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H