"Ya, nanti saya sampaikan..!"
" Makasih ya Bu, maaf udah ganggu, wassalamu'likum..!" dengan nada lega lelaki itu menutup telepon.
Hm, pesanan apa ya ? Kedengarannya begitu penting sekali. Apa ya sesuatu yang maha penting di dunia ini ? Tak sampai 2 detik aku sudah tahu jawabannya. Tentu saja uang, memangnya apalagi..?? Seperti malam ini, aku rela menggeser waktu tidurku hanya untuk merekapitulasi perolehan rupiah demi rupiah yang berhasil kami kumpulkan untuk bulan ini. Bagiku uang adalah seperti mesin replika semi otomatis, yang mana jika kita berhasil meletakkan mereka di titik- titik yang benar, mereka mampu memperbanyak diri mereka dengan sendirinya. Dan aku termasuk orang yang tak terlalu tertarik dengan yang namanya 'bank', apalagi bank konvensional. Daripada  mengendapkan uangku di sana dan mengeyangkan perut mereka dengan riba dari bunga, lebih baik aku perbudak uangku, 'memeras' dan mempekerjakan mereka sebagai modal usaha, yang besaran keuntungannya sudah tentu melebihi bunga bank manapun. Halal pula.
Kembali ke kisah Si Jono tadi. Benar dugaanku. Ternyata urusannya dengan suamiku tak jauh- jauh dari masalah uang. Kata suamiku dia mau pinjam uang, tak banyak cuma 500 ribuan. Alasan suamiku kasihan, masih karyawan baru, jadi belum gajian, anak baru direfresh kemarin, korban outsourcing perusahaan, kata suamiku menjelaskan. Akupun mengangguk faham.
Sebulan berlalu. Si Jono menelepon suamiku lagi, dan entah kenapa, kali ini aku yang mengangkat teleponnya kembali, karena saat itu suamiku sedang berada di kamar mandi. Dan seperti biasa dia menitipkan  pesan yang isinya kurang lebih persis seperti yang pertama. Dan ternyata setelah kutanyakan pada suami, intinya sama, yaitu ingin pinjam uang... lagi. Alasannya buat biaya pulang kampung karena adiknya mengalami kecelakaan. Dan dengan alasan iba bin kasihan suamiku pun meluluskan permintaannya. Uang 1 juta rupiah pun siap berpindah tangan. Dan rasa tak enak hati masih bisa kuredam. Ah, suamiku memang gampang trenyuh dengan keadaan orang lain, orangnya gak tegaan...!
2 bulan kemudian. Kata suamiku Si jono kembali mengirimkan SMS padanya untuk kembali meminjam uang. Sekarang nominalnya meningkat dari bulan kemarin, mau pinjam uang sebesar 3 juta rupiah. Kali ini alasannya untuk menambah biaya operasi patah tulang adiknya yang kecelakaan kemarin, butuh biaya sekitar 10 juta-an. Ini tak bisa dibiarkan, pikirku. Memangnya kami ini bank berjalan , yang setiap bulan bisa dijadikan tempat untuk meminjam uang. Tetangga bukan, saudara pun bukan. Berteman dengan suamiku juga hanya sebatas hubungan antara atasan dan bawahan. Yang kemarin- kemarin saja belum dilunasi, sudah berani mau pinjam uang  lagi.
Aku memutuskan untuk tidak meminjaminya lagi. Tapi tidak begitu dengan suamiku. Karena aku sudah jelas menolak mentah- mentah untuk meminjamkan dana darurat itu, suamiku berencana meminjamkan uang pribadinya karena dana darurat ada dalam pengelolaaanku . Dan karena itu uangnya, aku tak bisa berbuat apa- apa, selain menyimpan dongkol  dengan keputusan suamiku.
3 bulan, 4 bulan, sampai 5 bulan berselang. Tak ada tanda - tanda si Jono bakal mengembalikan uang pinjamannya. Dan aku tak pernah berhenti menyalahkan suamiku atas kejadian ini. Kupikir dialah penyebab semua ini, sok baik dan terlalu mudah percaya pada orang lain.
Hingga suatu sore, akhirnya si Jono tiba- tiba mengirim pesan singkat untuk suamiku. Saat itu suamiku sedang pergi ke masjid kompleks yang sedang direnovasi pelatarannya.
" Bos , ada di rumah gak ? Ada perlu, penting !!" Penting..??? Hm..pasti mau pinjam uang lagi. Batinku mulai memanas. Ini orang benar- benar tak tahu diri. Sudah pinjam uang berbulan- bulan gak bayar - bayar, gak ada basa-basi, gak ada kabar berita pula. Sekarang begitu muncul mau pinjam uang lagi..? Tak akan kubiarkan hal itu terjadi. Tapi..tunggu dulu. Bagaimana dengan suamiku yang baik hati dan  gemar memberi pinjaman itu ??? Ahh...untuk kali ini, biar aku saja yang ambil kendali.
Lalu SMS si Jono kubalas begini,