Sore itu juga, Ronald menaikkan kepalan tangannya ke mukaku. Dan saat itu, aku mendengar bunyi 'cetar' paling keras yang pernah aku dengar. Tiba-tiba saja Ronald memegang pantatnya sambil meringis kesakitan. Kawan-kawannya segera berlari menjauh. Begitu juga Ronald kemudian. Sobat, sepertinya aku melihat titik air mata di sudut mata Ronald sebelum dia berlari mengejar kawan-kawannya. Aku tak bisa menahan tawaku, meski tetap ada sepercik sedih melihat mereka menjauh. Kemudian aku melihat Oma Duge berjalan dengan tenang sambil menggulung cambuknya. Oma Duge berhenti di sampingku, menepuk bahuku dan membiarkan tangan kecil keriputnya diam sebentar di bahuku. Oma Duge menatap mataku dan berkata, "Hanya sedikit dalam hidup yang tak perlu kau kejar, Belu! Salah satunya adalah kawan sejati."Â
Aku termenung sesaat. Kemudian, aku melihat punggung Ronald dan kawan-kawannya yang berlari menjauh. Lalu, aku mengangguk setuju, Sobat. Karena saat itulah, ada kau di benakku. Itulah kau! Datang dan ada pada saatnya. Tak perlu kukejar kau, Sobat! Kau, kawan sejatiku!Â
Dengan segala harapan baik untukmu, Sobat! Di mana pun kau berada.Â
Dariku,Â
Belu
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI