Mohon tunggu...
Mikaus Gombo
Mikaus Gombo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Doktoral di Universitas Pendidikan Ganesha Bali

Mahasiswa Program Doktor Pendidikan, Konsentrasi Pendidikan Matematika yang sedang Belajar di Universitas Pendidikan Ganesha Bali

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Problematika Pendidikan di Papua Dalam Era Otonomi Khusus

10 Desember 2024   02:19 Diperbarui: 10 Desember 2024   03:07 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Otonomi Khusus Antara Anugerah dan Malah petaka

Otonomi Khusus di Papua merupakan anugerah tetapi juga malahpetaka. Mengapa demikian, karena ada beberapa alasan yang sangat krusial yang perlu dibahas dalam artikel ini. Beberapa hal penting menurut hemat penulis untuk diperhatikan oleh berbagai pihak, yaitu:

1. Otonomi khusus (Otsus No 21 Tahun 2021) dilihat dari historisnya

Otonomi khusus memiliki historis, dimana dia lahir karena adanya tuntuntan rakyat akar rumput di Papua(grass root demand of West Papua People). Otonomi khusus memiliki sejarah (history), bukan lahir lahir secara tiba-tiba atau turun sebagai anugerah dari langit. Hal ini perlu diperhatikan oleh semua pihak terutama pemeritah sebagai pengambil kebijakkan (Stakeholder). Baik si pemberi (giver/government) dan penerima (taker/ People of West Papua). Otonomi khusus lahir karena adanya tuntutan rakyat "tuntut kemerdekaan politik". Oleh karena itu, perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya bahwa apakah otsus memberikan dampak positif atau tidak. Demikian juga, Pemerintah pusat maupun daerah menjalankan apapun yang sudah disepakati, dijalankan secara murni dan kensekuen, tanpa adanya kecurigaan (Suspicious). Pada prinsipnya pemerintah daerah musti hargai apa yang  diperjuangankan oleh rakyat, dimana mereka menghadirkan program otonomi khusus. Para pejabat Papua musti sadar bahwa otonomi khusus hadir sebagai bagian dari perjuangan berdarah-darah atau disebut juga sebagai jawaban atas tuntutan rakyat Papua terhadap penentuan nasip sendiri secara politik. Point seperti ini perlu diingat, lalu dikelola program otsus secara baik dan benar, artinya tahap implementasi program otsus mustinya terukur (Measureable), serta dampaknya benar-benar menentu kepada rakyat kecil di Papua. Otsus dijalankan selama 20 tahun sejak 2021, namun dampaknya belum dirasakan benar-benar oleh masyarakat Papua asli dikalangan bawah. Mengapa demikian? Tentu banyak faktor yang perlu dibenahi.

2. Otonomi Khusus sebagai peluang

Program Otonomi Khusus merupakan sebuah peluang. Namun itupun jika dikelola dengan baik. Itu sebabnya dana otonomi khusus yang begitu banyak, diharapkan dapat dikelola dengan baik dan benar bagi kemajuan dan kesejahteraan orang Asli Papua. Banyak kajian menunjukkan bahwa dana otonomi tidak dapat membawa banyak perubahan di segala sektor secara signifikan. Misalnya, sektor pendidikan adalah salah satu bidang yang sampai saat ini belum nampak perkembangannya secara berarti. Memang tidak mudah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) Papua. Namun, ada sejumlah persoalan yang benar-benar diperhatikan oleh berbagai pihak terutama pengelolah pendidikan, yaitu Dinas pendidikan Provinsi maupun di pendidikan kabupaten. Dengan maksud agar otonomi khusus sebagai peluang itu benar-benar terwujud sesuai dengan harapan masyarakat Papua. Jika tidak demikian, maka otonomi khusus hanya sebuah program pemerintah yang mandul dan tidak memberikan manfaat apa-apa. Dibawah ada beberapa hal menurut hemat kami perlu dilakukan oleh pemerintah pusat, yaitu:

a. Lakukan pengawasan dengan ketat penggunaan Dana

b. Lakukan monitoring dan evaluasi (Monev) oleh pemerintah dengan benar. Banyak kali pemerintah lakukan monitoring dan bahkan pemeriksaan penggunaan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) namun hasilnya sama saja. 

c. Meminta pendapat masyarakat yang paham tentang sistem.

3. Otonomi Khusus sebagai tantangan

Selain program Otonomi Khusus sebagai peluang, dia juga merupakan tantangan. Mengapa demikian, karena didalam program otonomi khusus memiliki dana yang sangat besar. Dana sebesar itu, jika dikelola oleh orang-orang yang tidak memiliki kapabilitas dan moralitas baik maka dia dapat mencelakai orang. Kata mencelakai disini adalah tidak dimanfaatkan dana dengan baik dan benar lalu digunakan tanpa aturan yang jelas maka hal tersebut dapat membahayakan bagi kehidupan manusia. Dana sebesar ini bisa merusak kehidupan orang Papua. Misalnya, dana tersebut disalurkan dalam bentuk bantuan tunai kepada masyarakat. Hal ini benar-benar berbahaya karena masyarakat tidak menjadi produktif namun mereka menjadi masyarakat konsumtif. Oleh karena itu, masyarakat Papua perlu dididik dan dibina dengan orang-orang yang terampil agar mereka benar-benar memiliki kemampuan manajerial dengan baik, dan pada gilirannya mereka menjadi manusia yang produktif.

4. Masyarakat Papua Asli Hidup dalam Realitas Era Otsus

Jikalau dengan jujur kita melihat program otsus dan penerapannya, maka yang menikmati hanyalah segelincir elit/pejabat dan kroni-kroninya.  Ini ironi. Mengapa demikian, kondisi sebelum otsus dan setelah otsus tidak ada perbedaan yang signifikan. Terutama disektor pendidikan dan ekonomi. Tidak ada orang Papua yang memiliki Rumah Toko di jalan-jalan utama. Mereka tergeser jauh dari pusat-pusat ekonomi dan begitu juga pendidikan. Salah satu  faktor yang mempengaruhi rendahnya mutu pendidikan adalah ekonomi. Yang menikmati otsus adalah anak-anak penjabat dan para migran. Sekolah-sekolah unggulan dipenuhi oleh anak-anak pejabat Papua dan Migran. Anak-anak rakyat kecil orang Papua asli tergeser jauh. Hal ini menurut hemat kami otsus perlu di review ulang. Anak-anak rakyat tetap memiliki kemampuan yang rendah sehingga mereka tidak bisa mendapatkan kesempatan dan akses dalam program-program sekolah afirmatif. Ini ironi namun realitasnya demikian.  Pertanyaan mendasarnya adalah otsus itu untuk siapa?  Hal ini tetap dibiarkan maka anak-anak asli Papua tetap tidak memiliki kesempatan untuk belajar ke jenjang yang lebih tinggi karena alasan tidak mampu. Hal seperti ini akan berdampak buruk, dimana semakin banyak anak Papua tertinggal jauh dan tidak terpelajar akan memunculkan rasa kebencian terhadap pemerintah pusat dan warga migran. 

5. Solusi

Dari penjelasan diatas, ada beberapa solusi yang kami tawarkan, yaitu:

a. Ada sekolah yang perlu dibuka dikampung-kampung dengan diproteksi oleh pemerintah daerah.

b. Training guru-guru dari pemuda-pemudi dikampung dan beberapa Sarjana (D3 maupun S1).

c. Sekolah tersebut dilengkapi dengan fasilitas yang cukup memadai.

d. Siswa yang diajarkan sekolah ini, yaitu Kelas 4, 5 dan 6.

e. Pola Asrama (Makan didalam sekolah)

f. Belajar waktu selama delapan jama (8.00 - 15.00)

Demikian artikel ini ditulis, semoga artikel ini dapat memberikan kontribusi buat para praktisi pendidikan, guru-guru maupun dosen-dosen serta para pemerhati pendidikan. Salam Harmoni.

Penulis: Mikaus Gombo.

                  Mahasiswa S3 Program Studi Pendidikan, Konsentrasi Pendidikan Matematika, 

                 Universitas Pendidikan Ganesha. BALI.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun