Mohon tunggu...
Mikaus Gombo
Mikaus Gombo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Doktoral di Universitas Pendidikan Ganesha Bali

Mahasiswa Program Doktor Pendidikan, Konsentrasi Pendidikan Matematika yang sedang Belajar di Universitas Pendidikan Ganesha Bali

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Problematika Pendidikan di Papua Dalam Era Otonomi Khusus

10 Desember 2024   02:19 Diperbarui: 10 Desember 2024   03:07 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4. Masyarakat Papua Asli Hidup dalam Realitas Era Otsus

Jikalau dengan jujur kita melihat program otsus dan penerapannya, maka yang menikmati hanyalah segelincir elit/pejabat dan kroni-kroninya.  Ini ironi. Mengapa demikian, kondisi sebelum otsus dan setelah otsus tidak ada perbedaan yang signifikan. Terutama disektor pendidikan dan ekonomi. Tidak ada orang Papua yang memiliki Rumah Toko di jalan-jalan utama. Mereka tergeser jauh dari pusat-pusat ekonomi dan begitu juga pendidikan. Salah satu  faktor yang mempengaruhi rendahnya mutu pendidikan adalah ekonomi. Yang menikmati otsus adalah anak-anak penjabat dan para migran. Sekolah-sekolah unggulan dipenuhi oleh anak-anak pejabat Papua dan Migran. Anak-anak rakyat kecil orang Papua asli tergeser jauh. Hal ini menurut hemat kami otsus perlu di review ulang. Anak-anak rakyat tetap memiliki kemampuan yang rendah sehingga mereka tidak bisa mendapatkan kesempatan dan akses dalam program-program sekolah afirmatif. Ini ironi namun realitasnya demikian.  Pertanyaan mendasarnya adalah otsus itu untuk siapa?  Hal ini tetap dibiarkan maka anak-anak asli Papua tetap tidak memiliki kesempatan untuk belajar ke jenjang yang lebih tinggi karena alasan tidak mampu. Hal seperti ini akan berdampak buruk, dimana semakin banyak anak Papua tertinggal jauh dan tidak terpelajar akan memunculkan rasa kebencian terhadap pemerintah pusat dan warga migran. 

5. Solusi

Dari penjelasan diatas, ada beberapa solusi yang kami tawarkan, yaitu:

a. Ada sekolah yang perlu dibuka dikampung-kampung dengan diproteksi oleh pemerintah daerah.

b. Training guru-guru dari pemuda-pemudi dikampung dan beberapa Sarjana (D3 maupun S1).

c. Sekolah tersebut dilengkapi dengan fasilitas yang cukup memadai.

d. Siswa yang diajarkan sekolah ini, yaitu Kelas 4, 5 dan 6.

e. Pola Asrama (Makan didalam sekolah)

f. Belajar waktu selama delapan jama (8.00 - 15.00)

Demikian artikel ini ditulis, semoga artikel ini dapat memberikan kontribusi buat para praktisi pendidikan, guru-guru maupun dosen-dosen serta para pemerhati pendidikan. Salam Harmoni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun