Mohon tunggu...
Mikopoi Mimikopoi
Mikopoi Mimikopoi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Mahasiswa yang suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Gelombang Kehidupan

24 Oktober 2023   15:02 Diperbarui: 24 Oktober 2023   15:10 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah mendengar cerita tersebut, aku mulai mempunyai ketertarikan dengan dunia medis. Namun, sebagai seseorang yang takut dengan darah sejak kecil, aku mempunyai perasaan skeptis dengan Impian keduaku ini. Teringat dengan komitmenku untuk mengukir senyum kepada orang-orang di sekitarku, aku mulai berusaha untuk menyingkirkan ketakutanku itu. Dimulai dari melihat video operasi, suntik, donor darah, dan lain-lain yang melibatkan unsur darah di aplikasi YouTube.

Setelah merasa sudah bisa mengatasi rasa takutku, impianku menjadi seorang perawat mulai mantap di hati. Hal itu dapat terlihat dari kekepoanku mengenai hal-hal medis, berangkat dari itulah aku mulai bergabung dengan organisasi ekstrakurikuler PMR (Palang Merah Remaja) saat aku mulai duduk di bangku SMA.

Di awal-awal keikutsertaanku di organisasi PMR, semuanya berjalan dengan baik dan menyenangkan. Jadwal kelas organisasi dilaksanakan pada hari Senin setelah jam sekolah selesai, biasanya itu dari jam 14.30 sampai menjelang magrib. Pada waktu pulang di perjalanan, langit sudah gelap, Adzan berkumandang, dan lampu kendaraan yang sudah dinyalakan pengendaranya. Aku menyadari, bahwa jadwal kelas PMR itu terkesan lama sekali, hal itu dibuktikan dari adanya siswa yang berhenti menjadi anggota organisasi, karena suruhan dari orang tuanya. Namun, hal itu bukanlah masalah bagiku, mengingat bahwa orang tuaku sangat perhatian kepadaku, yang penting aku di sana belajar dan patuh pada setiap nasihat yang diberikan.

Tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, dinamika dari pembelajaran yang dilakukan mulai sulit aku pahami. Pertama-tama pembimbing organisasi akan menjelaskan suatu materi kepada para muridnya, lalu pada saat Minggu kedua kami diinstruksikan untuk mempraktikannya. "Materinya saja sudah sulit aku pahami, apalagi cara mempraktikannya" ucapku dalam hati.

Di awal pemikiranku saat tertarik dengan hal-hal medis dan mulai mengikuti ekstrakurikuler organisasi PMR, aku kira bisa lancar-lancar saja untuk menekuni bidang tersebut. Namun, setelah mengetahui bagaimana materi dan praktik keilmuannya, aku merasa stagnan dan tidak sesuai dengan bakatku. Mengingat bahwa jurusanku adalah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), dan aku berpikir bahwa ekstrakurikuler PMR cocok dengan anak jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), karena materi dan praktiknya lebih condong ke anggota-anggota tubuh dan obat-obatan.

Tapi, pemikiran seperti itu masihlah belum memadamkan kobaran api di dalam diriku, aku masih berusaha untuk memahaminya. Kegiatan demi kegiatan telah aku lalui, dimulai dari kelas yang membosankan, berkemah di hutan, dan mengikuti perlombaan tingkat Kabupaten Pasuruan. Walaupun di sana aku terlihat pasif dan menjadi ekor bagi teman-temanku.

Singkat cerita, aku sudah hampir lulus SMA, informasi-informasi tentang perguruan tinggi banyak berlalu-lalang. Dari sekian banyak informasi yang aku dapat, ada informasi yang meruntuhkan impianku menjadi seorang perawat, informasi itu adalah anak soshum tidak boleh mengambil jurusan anak saintek, namun anak saintek bisa mengambil jurusan anak soshum. Informasi itu disampaikan oleh guru BK (Bimbingan Konseling) melalui jaringan komunikasi di grup WhatsApp, ditambah lagi dengan penegasan dari Tanteku yang berprofesi sebagai perawat "Kalau mau menjadi perawat, jurusannya memang harus IPA".

Hal itu langsung membuatku dipenuhi rasa cemas dan bingung "Kalau aku tidak bisa menjadi perawat, terus apa?" ucapku.

Aku gunakan banyak waktu luangku pada saat itu, untuk merenungi prospek karirku di masa depan, lalu aku teringat dengan Tanteku yang lain bernama Suah, dia menjadi seorang kepala sekolah di suatu daerah. Hal itulah yang membuatku termotivasi menjadi seorang guru, inilah Impian ketigaku. Namun, walaupun sudah mempunyai prospek menjadi guru, terdapat rintangan yang berasal dari kedua orang tuaku. Orang tuaku tidak menginginkanku menjadi seorang guru, dengan alasan gajinya kecil dan pengangkatan menjadi guru PNS itu lama.

Sempat terjadi perdebatan kecil antara aku dan orang tuaku, tetapi semuanya berakhir setelah aku mengungkapkan kenyataan di lapangan dan minimnya pengetahuanku tentang keilmuan di bidang IPA.

Akhirnya orang tuaku merestuiku untuk berkuliah di bidang pendidikan, tepatnya di jurusan S1 Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Malang (UM) hingga sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun