Mohon tunggu...
Mikhail Hanief Anindhito
Mikhail Hanief Anindhito Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Mahasiswa baru FH UNAIR dengan ketertarikan terhadap isu-isu hubungan dan hukum internasional.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Darurat Militer Korea Selatan: Politisasi Kesiapsiagaan Tinggi

4 Desember 2024   11:03 Diperbarui: 4 Desember 2024   11:12 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ranpur Angkatan Darat Republik Korea yang dikerahkan untuk menegakkan darurat militer di Seoul (Sumber: Drew Pavlou / X.com)

Pada malam 3 Desember 2024, tepatnya pukul 22.37 Korean Standard Time (KST), Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer. Keputusan mengejutkan tersebut diambil dengan dalih "melindungi demokrasi liberal dari ancaman penggulingan rezim Republik Korea oleh pasukan anti-negara yang aktif di dalam Republik Korea dan untuk melindungi keselamatan rakyat." Opini berikut tidak hanya akan membahas latar belakang keputusan dan reaksi publik, tetapi juga aspek kesiapsiagaan tinggi militer Korea Selatan yang memungkinkan pelaksanaan darurat militer secara tepat.

Latar Belakang

Presiden Yoon mendeklarasikan darurat militer dengan alasan untuk melindungi negara dari "kekuatan komunis" dan elemen-elemen anti-negara yang dianggapnya berpotensi mengganggu stabilitas. Ia menyatakan bahwa tindakan ini diperlukan untuk membasmi pengaruh pro-Korea Utara di dalam negeri dan untuk menjaga tatanan konstitusi yang liberal. Namun, langkah ini segera mendapat penolakan dari Majelis Nasional (parlemen), termasuk anggota dari partai pengusung Presiden Yoon, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), yang mengadakan sesi parlemen darurat pada pukul 00.48 KST tanggal 4 Desember 2024.

Politik dan Reaksi Publik

Pengumuman darurat militer tidak hanya menciptakan ketegangan di kalangan anggota parlemen, tetapi juga memicu protes besar-besaran di jalanan. Ratusan demonstran berkumpul untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap keputusan Yoon, dengan seruan untuk menghapus status darurat militer dan memakzulkan Yoon. Pemimpin oposisi Lee Jae-myung mengecam tindakan Yoon sebagai inkonstitusional dan berpotensi merusak demokrasi Korea Selatan, serta dalam video yang beredar luas di media sosial menyatakan bahwa Yoon Suk Yeol bukan lagi Presiden Korea Selatan.Keputusan ini juga menimbulkan larangan terhadap semua kegiatan politik, termasuk pertemuan parlemen dan demonstrasi, serta pengawasan ketat terhadap media. Ini menunjukkan bahwa Yoon berusaha mengendalikan narasi publik dan mencegah kritik terhadap pemerintahannya, yang telah mengalami penurunan dukungan publik dalam beberapa bulan terakhir.

Aspek Kesiapsiagaan Tinggi Militer Korea Selatan

Dalam konteks darurat militer ini, kesiapsiagaan tinggi militer Korea Selatan menjadi sangat penting untuk memahami seberapa cepat dan efektif pasukan dapat dikerahkan:

  1. Jumlah Personel Aktif dan Siap Dikerahkan:
    • Korea Selatan memiliki sekitar 500.000 personel aktif dalam angkatan bersenjata, dengan tambahan 3,1 juta personel cadangan yang dapat dipanggil kembali jika diperlukan. Ini memberikan Korea Selatan kapasitas besar untuk merespons situasi darurat, termasuk keamanan internal sebagaimana dimaksud pada konteks darurat militer kali ini.
  2. Waktu Respons:
    • Setelah pengumuman darurat militer, Kementerian Pertahanan Nasional segera memerintahkan peningkatan kesiapsiagaan di semua unit militer. Peringatan kesiapsiagaan militer level 2 dikeluarkan, yang mengharuskan unit-unit besar untuk bersiap mendistribusikan amunisi dan pasukan tambahan ke pos-pos siaga. Tindakan ini menunjukkan bahwa militer dapat merespons dengan cepat terhadap situasi yang berkembang, termasuk mengamankan objek-objek politik vital.
  3. Pengawasan dan Kontrol:
    • Dengan status darurat militer, semua kegiatan politik dan demonstrasi dilarang, serta media akan berada di bawah kendali komando darurat militer. Ini menunjukkan bahwa pemerintah berusaha mengendalikan situasi dengan ketat untuk mencegah gangguan lebih lanjut. Dalam hitungan menit, ranpur telah dikerahkan sebagai bentuk unjuk kekuatan (show of force) dan pasukan khusus mengamankan gedung parlemen Gukhoeuisadang.

Dampak Terhadap Demokrasi dan Stabilitas

Langkah Yoon untuk mendeklarasikan darurat militer menunjukkan kecenderungan otoriter yang mengkhawatirkan. Sejak menjabat, ia telah menghadapi kritik terkait penurunan kebebasan pers dan upaya penindasan terhadap oposisi. Menurut laporan Reporters Sans Frontires, indeks kebebasan pers Korea Selatan telah merosot dari 70,87 pada 2023 hingga 64,87 pada 2024, mencerminkan erosi nilai-nilai demokratis liberal yang selama ini dijunjung tinggi.Tindakan Yoon juga dapat berdampak negatif pada stabilitas politik dan ekonomi negara. Dalam hitungan jam setelah deklarasi darurat militer, nilai tukar Won terhadap USD jatuh ke tingkat terendah selama dua tahun terakhir dan melemah sebesar 1,3 persen. Dalam kurun waktu yang sama, ratusan penduduk Seoul mencoba menyerbu gedung parlemen yang telah dijaga oleh pasukan khusus. Ketidakstabilan tersebut pun tergerak di seluruh penjuru Korea Selatan dengan pemimpin oposisi yang mengajak seluruh elemen rakyat untuk menunjukkan sikap protes.

Akhir dari Darurat Militer

Namun, situasi berubah drastis setelah hanya enam jam sejak pengumuman awalnya. Diawali dengan Majelis Nasional yang menyatakan penolakan terhadap darurat militer tersebut pada tanggal 4 Desember pukul 01.00 KST---dengan kondisi gedung parlemen tengah diserbu oleh pasukan khusus---Presiden Yoon Suk Yeol mencabut status darurat militer dan membubarkan komando darurat militer pada pukul 04.30 KST di tanggal yang sama.

Kesimpulan

Deklarasi darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol merupakan langkah yang sangat kontroversial dan mencerminkan krisis politik yang mendalam di Korea Selatan. Meskipun ia mengklaim bahwa tindakan tersebut diperlukan untuk melindungi negara dari ancaman internal, banyak pihak melihatnya sebagai usaha untuk mempertahankan kekuasaan di tengah tekanan politik. Dengan jumlah personel aktif yang signifikan dan struktur kesiapsiagaan yang telah ditetapkan, Korea Selatan menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk merespons dengan cepat dalam situasi darurat. Namun, politisasi dari keadaan darurat ini juga menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya terhadap demokrasi dan stabilitas politik di negara tersebut. Keputusan untuk menerapkan status darurat militer harus ditangani dengan hati-hati agar tidak mengorbankan prinsip-prinsip demokratis yang telah diperjuangkan selama beberapa dekade. Jika tidak dikelola dengan bijaksana dan tanpa fungsi legislatif yang tangkas, situasi ini dapat berujung pada peningkatan ketegangan sosial dan krisis kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan.

Bercermin terhadap perkembangan-perkembangan di Korea Selatan akhir-akhir ini, ketanggapan dan pengawasan kekuasaan oleh seluruh elemen rakyat merupakan kunci dalam mempertahankan demokrasi yang masih berkembang di RI pada masa pascareformasi. Militerisasi dan kesiapsiagaan militer dalam kepentingan pertahanan dan keamanan nasional, meskipun valid dan terjustifikasi oleh ancaman eksternal dan internal harus selalu diawasi oleh rakyat sehingga tidak diperalat dalam kepentingan politik eksekutif. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun