Mohon tunggu...
Mikhael F. I. Panjaitan
Mikhael F. I. Panjaitan Mohon Tunggu... Lainnya - Fresh Graduate

Tertarik dengan isu ketatanegaraan, advokasi masyarakat dan analisis hukum.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Urgensi Fesyen Berkelanjutan: Iring-iringan Viscose Rayon dan Mode Etis

26 Juli 2023   19:28 Diperbarui: 1 Agustus 2023   13:45 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Revolusi Industri 4.0 mulai berkembang sekitar tahun 2010-an dengan masifnya perkembangan digitalisasi. Salah satu dampak besar dari revolusi ini adalah lahirnya kecenderungan masyarakat untuk melakukan proses dagang dalam dunia digital (e-commerce), khususnya di bidang fesyen.

Berdasarkan data JakPat di tahun 2022, sebesar 58% masyarakat Indonesia lebih memilih layanan e-commerce untuk berbelanja fesyen (Ahdiat, 2022). Tidak heran, digitalisasi saat ini "mengantarkan" produk-produk fesyen langsung ke gawai masyarakat. Kemudahan digitalisasi ini meningkatkan ketertarikan konsumen dalam mencari pakaiannya sesuai kebutuhan dan tren zaman. Selain itu, perubahan tren yang progresif merupakan peluang bisnis bagi industri tekstil yang melahirkan fenomena fast fashion, yaitu meningkatkan produksi dan distribusi produk pakaian dengan jumlah besar dan harga yang murah.

1. Imbas Buruk Fast Fashion

Sadarkah kita semua bahwa tingkat konsumsi kita terhadap pakaian akan mempengaruhi lingkungan? Menurut Yayasan Ellen McArthur, dunia membuang setidaknya satu truk sampah tekstil dengan berat 12 hingga 14 ton setiap detiknya. Sedihnya, tidak semua pakaian yang dibuang dapat terurai baik oleh alam sehingga akan mengganggu kehidupan berkelanjutan makhluk hidup (sustainable living). Contohnya, pakaian yang menggunakan kain sintetis seperti akrilik dan nilon adalah bentuk plastik yang berasal dari minyak bumi yang tidak dapat terurai secara biologis. 

Ketika di cuci pun, pakaian jenis ini akan melepaskan serat mikro yang dapat mencemari ekosistem laut sehingga berpotensi masuk ke tubuh manusia melalui ikan-ikan yang dikonsumsi. Kain yang berbahan dasar polyester pun juga menimbulkan permasalahan. Selain lama terurai ketika dibuang, saat diproduksi pun polyester diklaim melepaskan emisi gas rumah kaca yang pencemarannya setara 185 (seratus delapan puluh lima) pembangkit listrik tenaga batu bara setiap tahun (Asia Pasific Rayon, 2019).

Sumber Gambar: AsiaToday.id
Sumber Gambar: AsiaToday.id

Sulitnya limbah tekstil yang terurai sering kali berakhir pada tempat pembuangan sampah. Jika menumpuk, sudah pasti akan mempengaruhi kualitas tanah dan air di daerah sekitarnya. Di lain sisi, jika dibakar pun akan mencemari lingkungan. Tidak heran jika industri fast fashion bertanggung jawab atas sekitar 10% dari total emisi karbon dioksida di seluruh dunia. Bahkan, perkiraan menunjukkan bahwa angka tersebut dapat meningkat hingga 50% pada tahun 2030 (Envihsa, 2022).

2. Iring-iringan Viscose Rayon dan Mode Etis

Teringat salah satu Pasal di Konstitusi, yaitu Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang menyatakan bahwa "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan". Ketentuan konstitusional tersebut secara tegas menetapkan hak terhadap lingkungan yang baik dan sehat adalah hak asasi manusia (HAM) warga negara sehingga wajib dilindungi.

Menjadi pertanyaan mendasar bagi kita semua, sudah berwawasan lingkungankah produksi tekstil di Indonesia? Sayangnya, beberapa pakaian masih dibuat dari campuran serat yang sulit dipisahkan, sehingga membuat proses daur ulang pakaian menjadi lebih rumit dan mahal. Oleh karena itu, penting sekali mendorong inovasi di industri tekstil untuk menciptakan fesyen berkelanjutan (sustainable fashion) yang lebih mudah didaur ulang dan memiliki siklus pakai yang lebih panjang.

Agar dapat terurai lebih cepat oleh alam, maka serat kain yang digunakan harus berbasis alam. Viscose rayon dapat menjadi solusi yang tepat. Viscose rayon (kain rayon) adalah serat yang dihasilkan dari selulosa yang diekstraksi dari kayu atau serat tanaman lainnya (dissolving pulp) yang lebih mudah diurai oleh alam. Karakteristik ini memenuhi salah satu kriteria penting dalam sustainable fashion, di mana material yang digunakan dapat berkontribusi pada lingkungan yang lebih berkelanjutan. Keunggulannya saat dipakai pun tidak bisa dianggap remeh. Pakaian yang berbahan viscose umumnya nyaman dikenakan, ringan, dan memiliki kemampuan baik dalam menyerap kelembapan.

Viscose rayon telah banyak diproduksi di Indonesia dan saat ini sedang diperkenalkan sebagai jenis kain yang dapat menjadi ciri khas kain asal Indonesia. Siapa sangka, penelitian di tahun 2012 sempat meragukan kemampuan Indonesia dalam mengembangkan investasi serat rayon dikarenakan beberapa alasan. Mulai dari kecenderungan impor, sulitnya sinergi antara industri hulu dan hilir dalam menciptakan industri tekstil yang berdaya saing tinggi, kesulitan mengelola limbah hingga sedikitnya minat investasi serat rayon dalam negeri yang mengakibatkan kelangkaan serat rayon (Ningsih, 2012).

Sekarang, beberapa penggerak industri tekstil nasional, termasuk Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), mendukung rayon sebagai masa depan industri nasional. Dukungan tersebut dikarenakan iklim Indonesia yang ternyata cocok untuk pertumbuhan pohon bahan baku serat rayon. Tentu ini membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi tokoh utama dalam pasar serat rayon secara global dengan meningkatkan investasi di industri rayon (Aulia, 2020).

Dorongan untuk mengembangkan produksi serat rayon di Indonesia merupakan langkah penting dalam menghadapi tantangan lingkungan dan mendukung perkembangan industri tekstil yang berkelanjutan di tingkat nasional dan global. Salah satu perusahaan yang memiliki fokus terhadap hal tersebut adalah Asia Pacific Rayon yang terletak di Pangkalan Kerinci, Riau. 

Perusahaan yang merupakan bagian dari Grup Royal Golden Eagle (RGE) tersebut menanam serta menggunakan tiga spesies utama pohon penghasil rayon, yaitu Acacia mangium, Acacia crassicarpa dan Eucalyptus. Viscose rayon yang diproduksi berasal dari pohon yang ditanam di perkebunan yang dikelola secara berkelanjutan untuk mencapai emisi bersih (net zero emissions). Bahkan, proses produksinya mendapatkan sertifikasi dari lembaga independen internasional, yaitu Programme for the Endorsement of Forest Certification (Asia Pasific Rayon, 2022).

Sumber Gambar: Asia Pasific Rayon
Sumber Gambar: Asia Pasific Rayon
Namun, inovasi dalam sustainable fashion tidak akan berjalan mulus jika tidak dilekati dengan mode etis. Gagasan mode etis, atau lebih dikenal ethical fashion, pertama kali dibahas oleh Thomas dan Kopplen pada tahun 2002. Mereka khawatir terhadap para perancang yang hanya fokus pada fungsi dan tampilan kain yang dibentuk, tetapi tidak menaruh perhatian pada risiko lingkungan yang ditimbulkan (S. Thomas, 2002). Ethical fashion mewajibkan industri fesyen untuk memperhatikan setiap hal yang berkaitan dengan nilai-nilai moral dan sosial (Jihan, 2021).

Label sustainable fashion jangan sampai merusak lingkungan. Apabila bahan baku bersumber dari alam, maka perusahaan industri tekstil harus bijak agar tidak menimbulkan kelangkaan. Di samping itu, sustainable fashion perlu memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Tidak hanya terbatas pada harga jual yang terjangkau untuk dibeli, tetapi juga dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Jika sustainable fashion dan ethical fashion dapat berjalan beriringan di tengah masifnya perkembangan zaman, maka kebutuhan masyarakat akan pakaian dapat terpenuhi dengan bijak tanpa mengorbankan lingkungan hidup di masa kini dan masa yang akan datang.

Referensi

Ahdiat, A. (2022, September 8). Diakses dari Databoks: https://databoks.katadata.co.id/infografik/2022/09/08/banyak-konsumen-lebih-pilih-e-commerce-untuk-belanja-fashion

Asia Pasific Rayon. (2019, November 9). Diakses dari https://www.aprayon.com/en/media-english/articles/what-is-sustainable-fashion/

Asia Pasific Rayon. (2022, February 15). Diakses dari https://www.aprayon.com/en/media-english/articles/why-viscose-fabric-is-the-future-of-the-fashion-industry/

Aulia Wara Arimbi Putri, J. I. (2020). Eksplorasi Eco Printing Daun Lanang dan Pewarnaan Alam Kayu Tegeran pada Kain Rayon sebagai Potensi Material Fashion Sustainable. Gorga: Jurnal Seni Rupa Vol. 9 No. 2, 317-325.

Envihsa. (2022, Maret 25). Diakses dari Envihsa FKM Universitas Indonesia: https://envihsa.fkm.ui.ac.id/2022/03/25/fast-fashion-tren-mode-yang-menjadi-bumerang-terhadap-lingkungan/

Jihan Pramodhawardhani Mahadinastya Endrayana, D. R. (2021). Penerapan Sustainable Fashion dan Ethical Fashion dalam Menghadapi Dampak Negatif Fast Fashion. Jurnal Prosiding Pendidikan Teknik Boga Busana FT UNY Vol. 16 No. 1, 1-5.

Ningsih, R. (2012). Potensi Perdagangan dan Investasi Serat Rayon di Indonesia. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan Vol. 6 No. 1, 109-128.

S. Thomas, A. V. (2002). Ethics and Innovation - Is an Ethical Fashion Industry an Oxymoron? 386-397.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun