Mengapa Suara AHY-Sylvi Anjlok? Benarkah statemen Antasari yang membuat AHY kalah?
Pertanyaan itu yang terus ada di kepala saya beberapa hari ini...
Publik tentu banyak yang masih bertanya tanya, mengapa AHY bisa tiba tiba kalah telak pada saat pemungutan suara, 15 Februari 2017 lalu. Apalagi para pendukungnya, tentu masih banyak yang tidak percaya, merasa seperti mimpi melihat kenyataan bahwa AHY “hanya” mendapatkan suara +/- 17% saja.
Padahal pada awal penunjukannya menjadi kandidat Gubernur DKI Jakarta, AHY begitu banyak menyita perhatian masyarakat sehingga elektabilitasnya sempat berada di puncak mengalahkan Ahok yang petaha,
Memang benar bahwa pada saat saat terakhir elektabitias pasangan AHY-Sylvi cenderung menurun, tapi siapapun pasti tidak akan menyangka bahwa perolehan suara AHY bisa begitu anjok sangat drastis.
*Bahkan saking kagetnya ketika melihat Quick Count di Kompastv, saya langsung membuat tulisan ini.
(Sebuah tulisan yang sedikit saya sesali sekarang. Karena niatnya bukan untuk membully tapi hanya karena euphoria semata. Apalagi setelah melihat AHY dengan besar hati dan ksatria menyatakan menerima kekalahan. Sebuah tindakan yang sangat gentlemen yang bisa diambil contoh oleh banyak pihak.)
Anjoknya suara AHY, oleh beberapa pakar politik dikaitkan dengan statement Antasari , sehari sebelum pemilihan, pada 14 Februari 2017. Statement Antasari yang mengatakan ada keterlibatan dari SBY pada kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, secara otomatis telah merontokan kepercayaan publik kepada kubu Cikeas.
Terlebih lagi dalam akun twitternya @SBYudhoyono, SBY belum apa apa sudah mengatakan :
“Yg saya perkirakan terjadi. Nampaknya grasi kpd Antasari punya motif politik & ada misi utk serang & diskreditkan saya (SBY)” *SBY*
“Satu hari sebelum pemungutan suara Pilkada Jakarta (saya duga direncanakan), Antasari lancarkan fitnah & tuduhan keji terhadap saya” *SBY*