Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bukan Ahok Tapi Eddie yang Pemimpi

12 Mei 2016   08:52 Diperbarui: 12 Mei 2016   09:20 4136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar

Untuk yang nge klik untuk baca tulisan Ahok, saya ucapin terima kasih ya...

Tapi saya katakan sebelumnya, ini tulisan bukan untuk membahas tentang Ahok. Sengaja saya menulis dengan menggunakan kata Ahok, untuk sekedar alat jual.

Judulnya ngikutin seperti ini... Tonton "AADC? 2", Ahok Baper

Tidak dipungkiri lagi, nama Ahok sudah menggema seantero nusantara. Jadi saking hebohnya Ahok, sekarang namanya sering dijadikan judul tulisan. Entah dalam pemberitaan media online maupun tulisan apa aja.

Lebih hebatnya lagi, ada sebagian orang, yang selalu mengaitkan kasus apapun dengan Ahok. Niatnya apa? Tidak lain dan tidak bukan, untuk sekedar menarik pembaca aja.

Saya kasih contoh 2 aja ya...

-Waktu ada pemerkosaan disertai pembunuhan seorang pelajar SMP, yang dilakukan belasan orang, dikaitkan dengan Ahok.

Lugu kan? Hanya karena pelaku sebelumnya minum TUAK, dikaitkan dengan ucapan Ahok yang mengatakan bir tidak mabuk. Begitu lugunya, sampe tidak bisa membedakan BIR dengan TUAK.

-Kemarin, ada demo HMI ke gedung KPK, yang ujungnya berakhir dengan anarkis. Demo HMI sudah jelas kepada Saut yang ucapannya dianggap menyakiti HMI.

Tapi, saking ngebetnya ingin Ahok masuk penjara, mereka lalu mengaitkan demo itu dengan kasus Sumber Waras yang lagi diselidiki oleh KPK. Lugu juga kan?

Ya udah deh, biarin aja mereka kaya gitu. Saya anggap itu tugas mereka.

Karena saya punya prinsip... Ga ada Loe, Ga Rame.... 

Ha ha ha... (Mbah Surip Mode On), Hak hak hak... (Mbah Peang Mode On)

***

Para sahabat Kompasianer yang saya sayangi dan saya kagumi semuanya...

Sekarang kita bahas Eddie Elang Si Pemimpi aja ya...

Apakah sewaktu kecil pernah punya mimpi (cita cita)? Pasti punya dong...

Apakah mimpi (cita cita) tersebut, sekarang sudah tercapai? Amiiieen, kalau sudah tercapai.

Berapa banyak dari yang punya mimpi, bisa menggapai mimpinya? Atau jangan jangan, pas besar malah sudah lupa ya?

Kemarin saya nonton sebuah film yang membuat perasaan saya teraduk aduk. Film ini bisa membuat saya tertawa terbahak bahak melihat kekonyolan demi kekonyolan, tapi bisa juga membuat saya tersenyum kecut, mentertawakan diri sendiri, dan terakhir membuat saya menitikan airmata karena terharu...

bukan-ahok-1-5733d2e383afbda125136736.jpg
bukan-ahok-1-5733d2e383afbda125136736.jpg
Gambar

Sebuah film biography, yang bergenre komedi, menceritakan pengalaman seorang anak yang mempunyai cita cita menjadi atlet Olimpiade. Sebuah cita cita yang sangat tinggi, hampir mencapai langit ketujuh. Mengingat persaingan menuju cita citanya begitu ketat, ditambah lagi ia juga hanya berasal dari “keluarga biasa” yang kedua orang tuanya bukanlah atlet.

Yook kita simak sama sama, bagaimana caranya Eddie Edward meraih mimpinya

Michael "Eddie" Edwards, adalah seorang anak yang punya semangat dan tekad sangat besar. Sejak masih bocah, ia bercita cita ingin menjadi atlet Olimpiade.

Padahal sudah secara jelas, ia tak punya bakat olahraga apapun. Itu ditunjukan sewaktu ia latihan beberapa jenis olahraga. Entah dalam latihan olahraga apa saja, yang keliatan cuma kekonyolannya aja.

Belum lagi, faktor fisik Eddie yang kurang mendukung, kaki sebelah kirinya pernah patah, keliatan agak lemah. Eddie juga memakai kacamata minus yang cukup tebal.

Lucu dan ironis kan?

Eddie terbukti telah gagal mencari bakatnya sendiri untuk olahraga apapun, tapi ia tetap semangat dan berusaha terus, karena ia masih punya mimpi.

Sampai suatu saat, ia diajak untuk membantu ayahnya bekerja.

Disana, ia melihat orang bermain ski. Seketika itu juga ia mempunyai ide, menjadikan olahraga ski untuk mencapai cita citanya. Olimpade Musim Dingin. Ya, ia bercita cita bermain di Olimpade Musim Dingin. Itulah target hidupnya.

***

Bertahun tahun latihan ski, dari kecil hingga dewasa. Sampai kemudian, Eddie ikut dalam seleksi tim Olimpiade Ski Inggris. Tak dinyana, Eddie dinyatakan tidak lolos seleksi. Yang lebih menyakitkan adalah pernyataan Ketua Komisi Olimpiade Inggris.

http://bioskopkeren.org/nonton-eddie-the-eagle-subtitle-indonesia/
http://bioskopkeren.org/nonton-eddie-the-eagle-subtitle-indonesia/
Apakah Eddie putus asa?

Tidak akan ada cerita ini dong kalau ia putus asa.  Karena , penolakan itu justru baru awal dari cerita ini dimulai...

Pada mulanya, Eddie jelas sangat kecewa karena tidak berhasil masuk tim Inggris. Namun saat Eddie menonton acara olahraga, yang menyiarkan aksi Ski Jumping yang paling spektakuler. Muncul idenya untuk latihan Ski Jumping.

Segera ia pergi mendatangi Komite Olimpiade Inggris. Disana, Eddie mengetahui bahwa Inggris sudah tidak punya atlet Ski Jumping sejak tahun 1929.

Eddie gembira ketika mengetahui Inggris tidak punya atlet Ski Jumping, itu berarti ia berpeluang besar untuk bisa mewakili Inggris di Olimpiade Musim Dingin di tahun berikutnya.

Maka, secepat itu pula, Eddie langsung memutuskan pergi ke Garmisch, Jerman, tempat berlatih Ski Jumping.

Sebuah ide yang benar benar bisa dibilang NEKAD SEKALIGUS GILA.

Mengapa? Tanpa bekal apa apa, tanpa pernah latihan sebelumnya, tanpa bakat sama sekali. Selain itu, untuk menjadi atlet Ski Jumping, harus mulai latihan sejak umur 5 atau 6 tahun. Sedangkan usia Eddie saat itu sudah 22 tahun...!

Ejekan serta cemoohan dari orang, sudah biasa diterima Eddie sejak kecil. Jadi sudah bukan masalah lagi. ketika disana ia hanya dijadi bahan olokan saja. Tidak sedikit yang mengatakan dia gila.

Sunggu suatu kebetulan, di tempat latihan, Eddie bertemu dengan Bronson Peary (diperankan oleh Hugh ‘Wolverine’ Jackman), mantan atlet Ski Jumping, yang pernah menjadi juara Youth Champion 1968.

Saat itu, Peary bekerja sebagai pengeruk salju di Garmisch. Eddie melihat Peary adalah sosok yang cocok untuk menjadi pelatihnya. Ia lalu meminta Peary untuk memberikan tips dan saran, tentang apa yang mesti dilakukan untuk menjadi atlet Ski Jumping.

Namun sayangnya, Peary sekarang sudah berubah menjadi pemabuk dan sama sekali tidak berminat melatihnya. Miris...

Berulang kali Eddy dicuekin Peary. Tapi seperti biasanya, Eddy tidak putus harapan, ia terus berusaha mendekati Pearly.

Hanya dengan bekal persetujuan lisan dari Pearly saja, Eddie nekad melompat dari ketinggian 70m.

Patut dicatat, tidak sembarang orang BERANI melompat dari ketinggian 70 m. Tempat itu dikenal sebagai pematah tulang, bahkan tidak jarang atlet yang cedera parah, patah tulang leher dan meninggal.

Jadi, aksi Eddie bisa dibilang nekad, gila sekaligus membuktikan betapa kuat tekadnya...

Tak pelak lagi, Eddie mengalami kecelakaan yang lumayan parah, sehingga ia harus istirahat di rumah sakit...

Saat menjenguk di rumah sakit, Peary melihat ada sebuah buku tergeletak disamping Eddie. Perasaan Bronson Peary akhirnya tergugah ketika membaca buku karya mantan pelatihnya, Warren Sharp. Didalam buku tersebut, sang pelatih menuliskan rasa kecewanya kepada Peary yang dianggap atlet paling berbakat namun tidak punya semangat, mudah menyerah.

Ia memandang Eddie, sosok yang berbanding terbalik dengan dirinya. Eddie tidak punya bakat, namun ia punya semangat yang pantang menyerah dan mau bekerja keras.

Kemudian Pearly memutuskan untuk membantu Eddie. Saat Peary melatih dan memberi petunjuk pada Eddie ini, kita disuguhi banyak adegan kocak dan konyol yang bisa bikin kita terpingkal pingkal.

Setelah mendapat pelatihan dari Peary, Eddie akhirnya bisa mendarat dengan cara yang unik dari ketinggian 70M.

Lalu mereka berangkat ke Piala Eropa 1987 (The European Circuit) di Seefeld, Austria. Disana  Eddie berhasil mencatat jarak lompatan sejauh 43 m.

Walaupun catatan tersebut bukan hasil yang bagus, tapi itu sangat berati bagi Eddie. Karena ia sudah berhasil melampau rekor Ski Jumping Inggris, yang sebelumnya dicatat oleh Hector Mooney pada tahun 1929, yaitu 22.9 m.

Sebuah kemajuan yang patut diapresiasi. Bukan hanya karena rekornya saja, tapi karena keberanian Eddie melompat dari ketinggian 70 m itu, yang sudah tidak pernah dilakukan lagi oleh atlet Inggris

bukan-ahok-4-5733d40c6423bd180fdaa093.jpg
bukan-ahok-4-5733d40c6423bd180fdaa093.jpg
Gambar

Ada kabar gembira, ketika Eddie mendapat undangan dari Komite Olimpiade Inggris.

Bayangan pergi ke Olimpiade Musim Dingin di Calgary, Kanada tampaknya sudah di depan mata, manakala Eddie mendapat undangan dari Komite Olimpiade Inggris.

Tapi, tampaknya tidak semudah itu...

Dalam pertemuannya dengan anggota Komite Olimpade Inggris yang terjadi justru sebaliknya. Eddie hanya diberitahu bahwa seluruh anggota Komite Olimpiade Inggris sepakat merevisi peraturan tentang batas minimum jarak yang diperbolehkan ikut ke Olimpiade, menjadi 61 m. Padahal peraturan tersebut sudah 52 tahun tidak pernah disinggung sama sekali...

Artinya, saat itu Eddie belum layak untuk menjadi anggota tim Olimpiade Inggris. Namun, jika ia bisa mencapai jarak lompatan sejauh 61 m, baru Komite Olimpiade Inggris akan mengikut sertakannya.

Walau tindakan ini terkesan menghalangi, namun ada sisi positifnya yang bisa diambil, karena dengan begitu Eddie harus lebih giat lagi berlatih, sehingga bisa melompat lebih jauh lagi...

Tidak cukup sampai disitu saja, masih adalagi kendala yang harus dilewati, yaitu faktor keuangan. Negara tidak akan membiayai keikut sertaan tim yang bakalan kalah, karena pihak sponsor tidak mau mengeluarkan uang cuma cuma kepada pecundang. (INI PENTING, BUAT OLAHRAGA KITA)

http://bioskopkeren.org/nonton-eddie-the-eagle-subtitle-indonesia/
http://bioskopkeren.org/nonton-eddie-the-eagle-subtitle-indonesia/

Mendapat penolakan bertubi tubi, apakah Eddie putus asa?

Bukan Eddie kalau ia langsung drop. Justru penolakan itu membangkitkan semangatnya untuk terus berlatih bersama Peary.

Hasilnya, di St. Moritz, Swiss, Eddie berhasil mencapai lompatan sejauh 49 m.

Di Oberstdorf, Jerman (masih Jerman Barat), di sesi kualifikasi terakhir, Eddie akhirnya berhasil mencatat jarak 61 m!

Dan....Eddie berhak tampil di Olimpade Musim Dingin di Calgary, Kanada, yang menjadi cita citanya!

***

Pada akhir film ini, sangat banyak momen yang sangat mengharukan.

Awalnya Eddie sempat ragu melihat ketinggian 90 m, karena ia belum pernah sekalipun mencoba. Tapi lagi lagi Eddie membuka mata kita, bahwa tekad dan mentalnya sangat kuat.

Airmata saya menetes, saat melihat Eddie berhasil mendarat dengan cara yang sangat unik, dari ketinggian 90 m.

Ia tampak mengepak ngepakan kedua tangannya ke atas dan ke bawah, sambil berteriak keras keras.... Sempat mendarat dengan tumpuan pada punggungnya, tapi Eddie bisa bangkit. 

Cara mendaratnya yang unik inilah, kemudian ia dijuluki  Eddie ‘The Eagle’ Edwards.

Catatan Eddy bukanlah yang terbaik, justru ia berada diurutan paling akhir dari seluruh peserta. Tapi aksi konyolnya sangat menghibur yang sebelumnya sudah meraih simpati penonton dan media tv. Jadi walaupun kalah, justru ia yang mendapat tepukan paling meriah dari penonton.

Terlepas kegagalan Eddie meraih medali di Olimpiade Musim Dingin di Calgary, bukan lagi menjadi soal. Karena kemenangan bukan yang jadi misi utama, dan bukan segalanya, tapi bisa berpartisipasi yang menjadi tujuannya.

bukan-ahok-6-5733d0436d7e6105048b4569.jpg
bukan-ahok-6-5733d0436d7e6105048b4569.jpg
Gambar

***

Kita bisa lihat perjuangan Eddie yang penuh semangat pantang menyerah, walau begitu banyak rintangan. Eddie bukan pemenang dan tidak mendapat satu medali pun di Calgary, tapi dia sudah berhasil memenangkan cita cita hidupnya...

Kisah hidupnya ini telah menginspirasi banyak orang. Film ini mendapat rating 7.6 IMDb, rating yang lumayan tinggi.

Dari kisah Eddie ‘The Eagle’ Edwards, saya mencatat beberapa point penting, yang bisa diambil sebagai pelajaran oleh pendidik, orang tua dan anak anak sebagai penerus generasi yang akan datang.

Diantaranya...

-Tidak perlu malu, buang semua gengsi dan harus tahan banting. Jangan lemah, jangan minder saat diejek. Justru jadikan olok olok, cemohon serta penolakan sebagai cambuk untuk memotivasi diri menuju keberhasilan.

(Saya langsung teringat cerita Kang Pepih sewaktu mendirikan Kompasiana ini. Kalau saja Kang Pepih ga kuat dibully, sudah pasti kita tidak bisa berkumpul disini...)

-Bukan modal dalam bentuk uang yang menjadi kunci untuk menggapai cita cita, tapi semangat yang pantang menyerahlah kunci utamanya. Buktikan semua kemampuan, dari situ akan bisa mendapat modal.

-Jadikan tekanan sebagai alat memotivasi diri untuk membuat prestasi yang lebih baik. Seperti kata Yohanes Surya , ketika menghadapi kondisi kritis, manusia bisa melakukan hal ajaib, yang mustahil bisa dilakukan pada saat kondisi normal.

Poin diatas sangat penting, mengingat pola mendidik anak sekarang cenderung ‘manja’, terlalu lembut, jauh berbeda dengan jaman dulu yang lebih keras (bukan dengan kekerasan).

Olok olok yang sangat biasa dilakukan sedari kecil dulu, sekarang dianggap membully. Para ahli dan pendidik tidak memperbolehkan anak anak saling ejek, saling olok dan hal lain yang seperti itu.

Hasilnya, anak anak kurang tahan banting, cengeng, sedikit sedikit merasa dibully, terus mewek. Lalu, bagaimana mungkin generasi kita bisa maju kalau anak anaknya tidak tahan banting, sedikit diejek langsung mewek? Seperti ini...

Bagaimana mungkin bangsa ini bisa maju, kalau generasinya manja, letoy, lemah, cengeng?

Hidup ini keras cuuiyyy...

Banyak tantangan di lapangan kalau ingin maju. Tidak bisa kita terus memanjakan anak, seakan ia masih bayi. Dari A sampai Z, semua mesti disiapin, lalu kapan anak anak bisa mandiri?

Film Eddie The Eagle setidaknya telah membuktikan, bahwa tidak selamanya olok olok, ejekan bahkan hinaan sekalipun, akan berakhir buruk. Semua tergantung pada mental anak sendiri.

Seandainya saja, kita -sebagai orang tua- atau pendidik di sekolah, bisa membentuk anak anak, sehingga punya kemauan, semangat pantang menyerah serta punya mental sekuat baja seperti Eddie, saya yakin bangsa ini akan jauh lebih maju dari yang sekarang.

Salam Damai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun