"Lagi pula perlu ditanya juga benar enggak kasusnya, seperti apa kasusnya? Apa setiap orang yang ada di Panama Papers bersalah?" kata Kepala Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, dan Pengembangan Keuangan Negara BPK RI Bachtiar Arif di kantornya, Rabu (13/4/2016).
Untuk penjelasan mengenai "Panama Papers" bisa dibaca ilustrasi cantik, tulisan dari mbak Laura ini...
Kita semua sepakat pada kalimat bijak ini, untuk menyapu lantai kotor harus dengan sapu bersih. Artinya, menyapu yang fungsi untuk membersihkan lantai, akan menjadi sia sia jika sapu yang digunakan juga kotor.
Oleh sebab itu patut diingat...
SIAPAPUN -TIDAK PERDULI APAPUN JABATANNYA- PEJABAT PEMANGKU KEBIJAKAN HARUS BERSIH.
***
Bukan kali ini saja, Gubernur DKI Jakarta, Ahok dituding terlibat dalam tindak pidana korupsi. Dari mulai kasus bus transjakarta yang sudah menghukum Udar Pristono dengan hukuman 13 tahun dan kasus UPS yang sudah memvonis, mantan Kepala Seksi Prasarana dan Sarana Sudin Pendidikan Jak-Bar, Alex Usman, dengan hukuman 6 tahun penjara.
Tapi sampai sejauh ini, Ahok belum pernah terbukti melakukan korupsi. Ahok hanya dijadikan sebagai saksi, karena dianggap mengetahui adanya penyimpangan.
Sayangnya, kedua kasus korupsi tersebut tidak berkembang sebagaimana mestinya. Terlihat hanya menyentuh kulitnya saja. Para penegak hukum sepertinya menutup mata bahwa korupsi tidak bisa dilakukan secara sendirian. Akibatnya hanya segelintir orang saja yang divonis bersalah.
Beberapa waktu ini, heboh lagi kasus perilaku curang yang mengaitkan Ahok, yaitu kasus pembelian lahan RS Sumber Waras dan Reklamasi pantai.
Kasus Sumber Waras berawal dari laporan BPK yang mengatakan bahwa ada penyimpangan yang mengindikasikan kerugian negara dalam pembelian lahan RS Sumber Waras.
Walaupun saya meragukan laporan BPK (karena ketuanya sendiri bisa dianggap sebagai "sapu yang kotor"), tapi saya sangat senang jika KPK mau mengusut secara tuntas kasus ini.
Dan lebih senang lagi jika KPK juga mau secepatnya mengusut kasus reklamasi pantai, sebelum pilkada DKI berlangsung, supaya kedua kasus tersebut tidak lagi dijadikan alat untuk mendiskreditkan Ahok sang calon Gubernur DKI.
***
Korupsi memang telah menjadi wabah mematikan bagi negara manapun. Dan saat ini Indonesia sedang dalam keadaan darurat korupsi, banyak pejabat dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi sudah ada yang terindikasi korupsi.
Satu persatu pejabat masuk ke dalam sel karena kasus korupsi. Tidak perduli di eksekutif, legislatif atau yudikatif, semuanya sudah ada yang terlibat.
Sebagaimana kita tahu, korupsi terjadi, bukan karena hanya disebabkan oleh pejabat yang punya kekuasaan saja tapi ada peran yang sangat besar dari masyarakat juga. Bahkan di media yang disebut sebagai pilar ke empat sekalipun ada juga yang korup. Ini yang membuat korupsi semakin sulit untuk dikikis dari bumi pertiwi.
Perlawanan pada korupsi masih harus terus dilakukan, setiap ada kesempatan slogan anti korupsi harus terus digaungkan. Para pegiat anti korupsi telah banyak melakukan diskusi, seminar, sampai masuk ke tingkat pendidikan dasar. Mereka terus berupaya mengingatkan, menyadarkan dan membangkitkan semangat masyarakat, untuk melawan perilaku curang ini.
Kerja keras para pegiat anti korupsi sudah menunjukan hasil positif, bisa dilhat hasilnya dari tahun ke tahun peringkat Indonesia sebagai negara korupsi semakin baik.
[caption caption="Ilustrasi: ti.or.id"][/caption]Catatan :
*Semakin kecil angka peringkat, berarti semakin sedikit pelaku korupsi di negara negara tersebut.
*Berbeda dengan peringkat, semakin besar skor yang didapat sebuah negara, berarti semakin bersih negara tersebut.
Pada tabel di atas, tahun 2015, Indonesia tercacat sebagai satu satunya negara di ASEAN yang mengalami kenaikan kembar: "naik skor dan naik peringkat". Meskipun demikian, terlihat skor IPK (indeks Persepsi Korupsi) Indonesia masih sangat rendah.
Terlihat bahwa peringkat Indonesia masih jauh dibawah Thailand, Malaysia dan Singapura. Dan dengan hanya mendapat skor 36, bukanlah sebuah angka yang baik.
Artinya, masih banyak pejabat negara ini yang kotor, masih banyak pejabat negara ini yang korup dan masih sangat panjang perjuangan pegiat anti korupsi.
***
Seperti sudah saya tulis di awal, bahwa kita sepakat bahwa menyapu harus dengan sapu bersih.
Kasus "Panama Papers" sudah menggoncang dunia. Sebuah bocoran dokumen rahasia yang super besar telah dipublish ke seluruh dunia. Patut diapresiasi, hasil kerja keras dalam diam, para jurnalis dan pegiat anti korupsi, selama setahun.
Sehari setelah dipublish, sudah langsung membawa korban. Perdana Menteri Islandia, Sigmundur David Gunnlaugsson, dan istrinya tercantum dalam bocoran "Panama Papers". Tak urung beribu ribu rakyat Islandia langsung melakukan demo. Tidak kuat menghadapi tekanan publik, Perdana Menteri Islandia, Sigmundur, memutuskan untuk mundur.
Tindakan Perdana Menteri Islandia adalah sebuah tindakan yang tidak pernah terjadi di Indonesia. Berbanding terbalik apa yang dilakukan pejabat Islandia dengan pejabat Indonesia, yang sepertinya lebih "melindungi" koruptor. Atau masyarakat kita yang masih banyak yang memuja koruptor.
Oleh sebab itu, tidak heran jika kita melihat IPK (Indeks Persepsi Korupsi) dan peringkat korupsi Islandia, jauh berada di atas Indonesia.
[caption caption="Ilustrasi: transparency.org"]
[caption caption="Ilustrasi: transparency.org"]
Lalu mengapa selama ini pemerintah terkesan“diam” saja?
Lucunya setelah mengecek lebih teliti lagi, pemerintah mengatakan bahwa ada 79 persen data Panama Papers yang cocok dengan yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sebuah pernyataan yang mengambang dan abu abu.
Milik siapakah yang lebih komplit, Panama Papers atau Direktorat Jenderal Pajak?
Pernyataan pernyatan pemerintah tersebut, seperti menganggap “remeh” bocoran Panama Papers. Seperti ingin membungkam kerasnya teriakan whistleblower. Bahkan bisa dibilang, seperti ingin memberikan senjata kepada orang orang yang terindikasi sebagai penggelap pajak. Hmmm...
Lihatlah, senjata tersebut sudah mulai digunakan. Apakah Orang yang Ada di Panama Papers" Bersalah?
Pertanyaannya :
Dimana nuraninya? Ketika semua orang di dunia heboh dengan kasus ini, mengapa justru di Indonesia masih ada saja yang membela orang yang tercantum di "Panama Papers"?
Apakah mungkin seorang yang tahu seluk beluk pajak, begitu lugunya, membuat perusahaan di Panama dengan bantuan jasa Mossack Fonseca, tanpa maksud tertentu?
Apakah, ketua BPK, Harry Azhar Aziz ingin menyembunyikan celengan babinya?
Lalu, beranikah ia melakukan pembuktian terbalik seluruh hartanya?
Apa yang dilakukan pemerintah, tak berbeda jauh dengan yang dilakukan masyarakat kita. Kita hanya sering berkoar koar anti korupsi tapi bingung ketika pelaku korupsi dilakukan oleh orang di sekelilingnya. Aku Kita dan Koruptor. Bahkan tak segan segan masyarakat masih mendukung koruptor menjadi pemimpin.
Padahal sudah jelas, korupsi telah membawa dampak sangat dahsyat. Inikah Pihak yang Berada Dibalik Melemahnya Rupiah?
Lebih Kejam Mana, Begal Motor, Pengedar Narkoba, Teroris dan Koriptor?
Oleh sebab itu betapa sulitnya membongkar kasus korupsi di manapun... Susahnya Membongkar Kejahatan Kerah Putih.Para saksi ditekan sedemikian rupa atau diancam oleh kekuatan yang sangat besar untuk tidak berbicara. Lulung dan Whistleblower
Dan inilah kemudian yang terjadi di negeri ini...
Ketika ada pejabat terindikasi korup malah dibela beramai ramai...Keanehan Sidang MKD dan Negeri Para Pencatut
Apakah kita harus mengucapkan Selamat Datang Para Koruptor dan mengatakan sekarang Saatnya Koruptor Berpesta?
Karena, jikapun nantinya terbukti mencuri uang rakyat, koruptor tidak akan dihukum berat. Inilah Penyebab Koruptor TIdak Mendapat Hukuman Berat
Harapan saya, KPK harus berani menindak siapapun yang bersalah, tidak boleh ada lagi tebang pilih, tidak perduli apapun jabatannya.
Jelaskan kepada masyarakat siapa yang benar dan siapa yang salah, tapi harus berdasarkan penyidikan yang profesional bukan karena adanya tekanan dari siapapun.
***
***Catatan :
***Islandia bukanlah Indonesia. Islandia yang melegalkan bir, ternyata memiliki pemimpin dan rakyat yang punya nurani dibandingkan rakyat Indonesia yang heboh hanya karena beberapa kaleng bir di meja makan.
***Perlu digaris bawahi. Saya bukanlah pendukung Ahok yang membabi buta.
Saya TIDAK AKAN GOYAH kalau hanya mendengar berita, Ahok dianggap terlibat korupsi saja (karena itu sudah sering terjadi) dan AKAN TERUS MENDUKUNG AHOK SELAMA IA BENAR BENAR BERSIH.
Tetapi, SAYA TIDAK AKAN PERNAH MAU MENDUKUNG KORUPTOR ATAU PENILEP PAJAK.
Seperti saya tuliskan disini...Silahkan bongkar semua kasus yang terindikasi korupsi.
***Penegakan hukum kita memang aneh seperti kasus La Nyalla kemarin. Sang buronan kasus korupsi, yang kasus praperadilannya justru dimenangkan oleh Pengadilan Negeri Surabaya.
Salam Damai...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H