Pada tabel di atas, tahun 2015, Indonesia tercacat sebagai satu satunya negara di ASEAN yang mengalami kenaikan kembar: "naik skor dan naik peringkat". Meskipun demikian, terlihat skor IPK (indeks Persepsi Korupsi) Indonesia masih sangat rendah.
Terlihat bahwa peringkat Indonesia masih jauh dibawah Thailand, Malaysia dan Singapura. Dan dengan hanya mendapat skor 36, bukanlah sebuah angka yang baik.
Artinya, masih banyak pejabat negara ini yang kotor, masih banyak pejabat negara ini yang korup dan masih sangat panjang perjuangan pegiat anti korupsi.
***
Seperti sudah saya tulis di awal, bahwa kita sepakat bahwa menyapu harus dengan sapu bersih.
Kasus "Panama Papers" sudah menggoncang dunia. Â Sebuah bocoran dokumen rahasia yang super besar telah dipublish ke seluruh dunia. Patut diapresiasi, hasil kerja keras dalam diam, para jurnalis dan pegiat anti korupsi, selama setahun.
Sehari setelah dipublish, sudah langsung membawa korban. Perdana Menteri Islandia, Sigmundur David Gunnlaugsson, dan istrinya tercantum dalam bocoran "Panama Papers". Tak urung beribu ribu rakyat Islandia langsung melakukan demo. Tidak kuat menghadapi tekanan publik, Perdana Menteri Islandia, Sigmundur, memutuskan untuk mundur.
Tindakan Perdana Menteri Islandia adalah sebuah tindakan yang tidak pernah terjadi di Indonesia. Â Berbanding terbalik apa yang dilakukan pejabat Islandia dengan pejabat Indonesia, yang sepertinya lebih "melindungi" koruptor. Atau masyarakat kita yang masih banyak yang memuja koruptor.
Oleh sebab itu, tidak heran jika kita melihat IPK (Indeks Persepsi Korupsi) dan peringkat korupsi Islandia, jauh berada di atas Indonesia.
[caption caption="Ilustrasi: transparency.org"]
[caption caption="Ilustrasi: transparency.org"]