Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ahok, Susi, Nelayan, dan Reklamasi Pantai

10 April 2016   08:08 Diperbarui: 5 Mei 2016   04:12 2627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Festival Mane'e di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. | Sumber Foto: travel.kompas.com"][/caption]Kemarin saya baca di Kompas.com sebuah festival menangkap ikan yang diadakan di daerah Sulawesi Utara. Festival Manami (Mane’e berarti pernyataan sepakat), biasanya di gelar setiap sekali dalam setahun di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.

Festival Mane’e, biasanya diadakan setiap bulan Mei, bertepatan dengan pasang tertinggi dan surut terendah air laut yang terjadi pada akhir bulan purnama dan awal bulan mati. Pada tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal 21 Mei 2016. [vidio: FESTIVAL MANE'E KEP. TALAUD]

Pada tahun 2015 lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pujiastuti, ikut juga menangkap ikan di Festival Mane’e...

[caption caption="Duh, lihat...ikan udah pada mau berebutan ikan, dan lautnya bersih banget ya... | Sumber Gambar: travel.kompas.com"]

[/caption]

Lihat, divideonya betapa antusiasnya Bu Menteri menangkap ikan itu...


Duh senengnya, liat ikan banyak dan pantai yang bersih...

***

Kalau bicara tentang reklamasi pantai, tentu tak lepas dari nelayan dan lingkungan hidup. Karena reklamasi pantai pasti akan berdampak pada kehidupan para nelayan. Kehidupan nelayan jelas sangat tergantung dengan kehidupan laut itu sendiri.

Sedangkan kehidupan laut dan isinya banyak sekali faktor yang ikut mempengaruhi. Entah iklim atau campur tangan manusia.

Laut atau sungai kotor di Indonesia bukan lagi sebuah cerita, karena sudah terjadi sejak lama. Justru kalau ada laut atau sungai yang bersih, itu baru ada dalam mimpi kita.

Sekedar ilustrasi, saya ambil contoh salah satu sungai di Seoul ibukota Korea Selatan.

Gambar dibawah adalah penampakan sungai Cheonggyecheon, di Seoul Korea Selatan. Penampakan seperti ini sangat tidak asing bagi mata kita kan? Karena masih banyak terlihat di Indonesia atau di Jakarta.

[caption caption="Sungai Cheonggyecheon dulu. Pemandang yang mirip dengan pinggiran sungai kita. | Sumber Gambar: konservasidasciliwung.wordpress.com"]

[/caption]

[caption caption="| Sumber Gambar: konservasidasciliwung.wordpress.com"]

[/caption]

Gambar di atas, sekarang tinggal cerita lama saja. Berkat kerja keras Lee Myung-bak, walikota Seoul, pada tahun 2003 lalu, sungai Cheonggyecheon, telah diubah 180 derajat...

Silahkan bandingkan gambar di atas dengan gambar dibawah ini...

[caption caption="Coba lihat, bagus ga? Seneng ga liatnya?"]

[/caption]

[caption caption="Bersih kan? Bisa main air, ga kuatir kotor..."]

[/caption]

[caption caption="Duh, senengnya bersama keluarga..."]

[/caption]

Saya tidak tahu, apakah dalam usahanya mempercantik sungai Cheonggyecheon, walikota Seoul mendapat tentangan dari pegiat HAM, politisi atau masyarakat.

Namun yang pastinya, usaha walikota tersebut sudah berhasil dengan sangat baik. Dan masyarakat sudah bisa menikmati keindahan sungai tersebut.

Bukan hanya warga Seoul saja yang menikmati lho... Karena sungai ini sudah menjadi tempat wisata turis mancanegara.

***

Lalu, bagaimana dengan reklamasi pantai yang sedang heboh saat ini?

Sekarang bisa kita lihat, reklamasi pantai Jakarta, banyak ditentang oleh politisi dan banyak kalangan lainnya. Entah karena terkait perijinan yang masih tumpang tindih, atau karena lingkungan hidup atau juga karena faktor suap menyuap dalam pelaksanaannya.

Mengenai perijinan, kalau  yang bicara politisi, saya cuma mau ngakak aja, karena soal perijinan reklamasi pantai sudah ada sejak beberapa tahun lalu, dan sudah ada banyak pulau yang dibangun. Mengapa baru sekarang ributnya? Apa karena mereka tidak kebagian jatah atau hanya ingin menjatuhkan Ahok aja, lalu mencari berbagai celah?

Foke Teken Izin Reklamasi Sebulan Sebelum Lengser.

[caption caption="Foke Teken Izin Reklamasi Sebulan Sebelum Lengser, ini Kata Eks Wagub DKI. | Sumber Gambar: news.detik.com"]

[/caption]

Hmmm... Bisa dilihat, Foke sudah tanda tangani surat itu sebulan, sebelum lemgser... Biarlah hal itu nanti dibahas ditulisan lain aja ya...

Apalagi, kalau politisi berbicara tentang lingkungan hidup atau mereka bicara nasib para nelayan. Ini malah bikin saya ngakaknya bisa lebih kenceng lagi... (Boleh ngakak dulu ya... Wakakaka....)

Kenapa saya ngakak?

Lha, saya tanya balik, kenapa mereka baru sekarang ini ada perhatian sama nelayan? Kemarin kemana aja?

Jadi, kalau politisi yang bicara tentang lingkungan hidup, itu bisa juga masuk akal, tapi perlu ditanya lagi, masuk akal siapa? Akal mereka aja atau akal akalan? Atau jangan jangan malah akal meong garong (yang biasa jaga lengah doang...Wakakaka...)

Jangan menjual kemiskinan atau orang miskin untuk meraih keuntungan! Lucunya, setiap kali ada masalah, orang miskin selalu jadi alasan. Kemiskinan rakyat,  dijadikan tameng hanya untuk membangun opini.

Duh, Tuan, Nyonya, Oom, Tante, Mas, Mbak, dari kemarin kemana aja sih? Koq baru ribut sekarang?

Tapi kalau saja Walhi yang berbicara tentang lingkungan hidup, itu beneran sangat masuk akal (Aneh ya, mengapa Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, tidak pernah bicara sama sekali?).

Begitu juga jika nelayan sendiri yang bicara tentang lingkungan hidup dan segala macam tetek bengek soal laut, saya juga bisa ketawa.

Koq, mengapa malah ketawain nelayan? Eiittts...Jangan sensi dulu dong...

Sekarang mari kita lihat gambar dibawah ini...

[caption caption="Sampah di teluk Jakarta. | | Sumber Gambar: reklamasitelukjkt.blogspot.co.id"]

[/caption]

[caption caption="Miris ga sih lihat anak bermain di pantai yang kotor seperti itu? | Sumber Gambar: nasional.republika.co.id"]

[/caption]

"Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), menyatakan 80 persen lingkungan di perairan Teluk Jakarta tercemar berat karena limbah industri dan rumah tangga."

[caption caption="Lihatlah, sampah disekeliling perahu nelayan. | Sumber Gambar: foto.tempo.co"]

[/caption]

[caption caption="Duh...Ada rumah nelayan dan perahu yang di kelilingi sampah, Bagaiamana bisa melaut dan mencari nafkah? | Sumber Gambar: foto.tempo.co"]

[/caption]

[caption caption="Hmmm... Kemana menteri Lingkungan Hidup? Kemana Politisi? Apa tidak tahu ada rakyat yang hidup seperti ini? | Sumber Gambar: foto.tempo.co"]

[/caption]

[caption caption="Miris ga sih, lihat anak anak bermain di tengah lautan sampah? Siapa yang mau anaknya berenang seperti ini? | Sumber Gambar: merdeka.com"]

[/caption]

[caption caption="Siapa yang mau disalahkan atau yang harus bertanggung jawab kalau ada anak anak berenang dan bermain di tengah lautan sampah seperti ini? Pemda, Orang tua, Walhi, Politisi, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Sosial, Menteri Kelautan? Hayoo, ngaku dong... | Sumber Gambar: merdeka.com"]

[/caption]

Sepertinya tidak perlu saya jelaskan lagi kan? Sudah bisa dilihat dan dinilai sendiri, betapa kotornya pantai Jakarta.

Dimana politisi? Dimana Pemda, Dimana Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan? Dimana nelayan?

Apa yang sudah dilakukan oleh politisi, dan Menteri Lingkungan Hidup?

Apa yang sudah dilakukan oleh nelayan? Apakah para nelayan ikut menjaga kebersihan daerahnya?

Apakah para nelayan tidak tahu bahwa dengan kotornya pantai (laut) maka biota laut sekitarnya pun sudah rusak dan tercemar? Dan mungkin juga hasil tangkapan pun tak layak lagi dimakan. Lalu mengapa para nelayan tidak meminta pemerintah untuk terus menerus membersihkan laut, demi kelangsungan hidup mereka?

Bagaimana dengan kita? Apakah kita –masyarakat- juga ikut menjaga kebersihan laut manakala berwisata ke pantai atau malah ikut menyumbang sampah juga? Hmmm...

Pertanyaannya...

"Apakah reklamasi pantai hanya bisa dinikmati oeh segelintir orang saja dan tidak bisa dinikmati oleh rakyat banyak?"

Reklamasi pantai tidak hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang saja, karena dalam pembangunannya, semua kena biaya dan pajak, pajak jual beli dan lain sebagainya, yang jumlahnya pasti sangat besar. Sehingga bisa menjadi pemasukan bagi kas Pemda dan Negara.

Karena masuk ke kas Pemda dan Negara, maka pastinya uang itu digunakan untuk keperluan rakyat banyak. Untuk pembangunan sekolah dan lain sebagainya. Terkecuali, ada pihak yang main akal akalan seperti kasus suap beberapa waktu lalu.

Belum lagi jika kita bicara pantai yang bersih nantinya, apakah hanya segelintir orang saja yang bisa menikmati?

Terlepas dari masih banyaknya pro dan kontra tentang reklamasi pantai di Jakarta, silahkan saja diselesaikan dengan cara apapun yang penting adalah yang terbaik buat bangsa dan negara.

Entah perijinan yang masih menjadi masalah, yang masih tumpang tindih, segera diselesaikan.  Entah faktor lingkungan hidup, silahkan dicek lagi dengan benar, apakah sebelumnya pantai tersebut memang sudah rusak, atau bagaimana.

 “Maka supaya ini tidak menjadi persoalan dikemudian hari, lebih baik pemerintah daerah Jakarta dan Menteri Kelautan dan Perikanan duduk bersama dan dengan Kementerian Lingkungan Hidup untuk memetakan secara keseluruhan. Karena kalau dilihat di lapangan pasti (bisa) pelaksanaannya apakah 100% sama dengan yang saya jelaskan tadi (dan) ada kemungkinan berbeda,” (Setkab)

Dan yang paling menjadi masalah adalah nasib nelayan. Ini yang paling penting untuk dipikirkan lebih jauh oleh pemerintah DKI. Tidak bisa nelayan hanya diberikan ganti rugi dengan rumah susun saja, tapi harus diberikan jalan keluar untuk nelayan mencari nafkah.

***

Catatan :

*Sekarang saatnya nelayan, penduduk yang tinggal di sepanjang aliran sungai dan kita –masyarakat- harus sadar diri, ikut menjaga kebersihan laut, sungai dan sekeliling kita.

Caranya mudah koq...

JANGAN BUANG SAMPAH SEMBARANGN, terlebih lagi, JANGAN BUANG SAMPAH DI SUNGAI ATAU LAUT.

Jika sungai kita bersih dan indah, bukankah bisa menjadi tempat rekreasi buat keluarga kita?

Jika laut kita bersih, bukankah nelayan akan lebih mudah mencari nafkah?

Jika laut kita bersih, bukankah bisa mengadakan acara seperti Festival Mane’e, di pantai sekeliling kita? Dan akhirnya, pemerintah tidak akan semudah itu melakukan reklamasi pantai. Seperti  yang dikatakan oleh Menteri Susi bahwa penting menjaga kearifan lokal, tapi hal itu bisa dilakukan jika pantai kita bersih.

*Ada sebuah kisah menarik tentang seorang sarjana matematika, lulusan Univesitas Pajajaran Bandung, yang memilih untuk menjadi pemulung sampah di sungai.

Sejak lulus kuliah, Indra Darmawan, warga desa Cihampelas Bandung, tidak pernah bekerja di tempat manapun tapi langsung memutuskan menjadi pemulung sampah di sungai Citarum...

Sebagai orang tua, bagaimana jika anak kita memutuskan bekerja seperti Indra Daramawan?

Silahkan disimak Videonya...

Sekitar Kita (Sabtu 26 Maret 2016)

MNCTV Pahlawan Indra Darmawan Sarjana Pemulung dan Saguling

[caption caption="Indra Darmawan, seorang sarjana matematika lulusan Universitas Pajajaran, menjadi pemulung | Sumber Gambar: youtube.com/watch?feature=player_detailpage&v=djj-mMQTDCQ"]

[/caption]

 

Salam Damai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun