Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Keanehan Sidang MKD

8 Desember 2015   07:25 Diperbarui: 8 Desember 2015   16:08 4834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://uniqpost.com/162358/sidang-tertutup-beredar-meme-mahkamah-konco-dewe/"][/caption]

Sidang yang “mengadili terdakwa” Setya Novanto yang terjadi Senin 7 Desember 2015, sudah berakhir dengan banyak meninggalkan tanda tanya dan keanehan.

Apa saja pertanyan dan keanehan sidang yang dilakukan tertutup itu?

Mari kita bahas sidang MKD ini dengan tenang dan tak lupa tarik napas dalam dalam, hembuskan pelan pelan, lalu minum air putih dan ulangi sampai tujuh kali...

Ada baiknya jika mundur kesebelumnya...

*Orang keempat.

Seperti kita ketahui bahwa dalam rekaman pembicaraan antara Setnov, Muhammad Reza, Maroef Sjamsoeddin dan satu orang yang tidak diketahui.

“MR: Jadi kalau itu bisa diolah, ini rahasia yang tahu cuma kita berempat ya Pak. Diolah gitu…”

Adanya orang keempat yang tidak diketahui ini, keliatan sangat sepele, sehingga tidak ada anggota MKD yang berusaha menggalinya lebih dalam. Tapi sebenarnya mengungkap orang keempat ini penting, karena ada pernyataan dalam rekaman, sedangkan Maroef Sjamsoedin menyangkal tentang adanya orang keempat.

Tidak mungkin Muhammad Reza yang notabene pedagang, bisa salah menghitung orang kan? Lalu siapakah orang keempat ini?

Kalau membaca atau mendengar rekamannya, tidak terlihat atau terdengar suara orang keempat. Apakah orang keempat Lady Escort? Bukankan orang keempat ini bisa dijadikan saksi?

* Pelapor/Pengadu dan saksi merasa dihakimi.

Menteri ESDM, Sudirman Said sebagai saksi pelapor merasa dikuliti dan dihakimi oleh anggota sidang MKD, sehingga merasa dirinya lah yang menjadi terdakwa. Banyak pertanyaan anggota MKD yang keluar dari konteks apa yang dilaporkan.

Menurut saya, sah sah saja ini dilakukan, seperti yang kemarin sudah saya bahas ditulisan sebelumnya. Tapi itu terjadi pada persidangan umum terkait dengan tindakan kriminal. Sedangkan sidang MKD adalah sidang kode etik yang sangat jauh bedanya dengan sidang kriminal.

Perbedaan inilah yang mungkin kurang dipahami oleh anggota MKD. Sehingga keliatan mereka menanyakan saksi pelapor, seakan bertindak sebagai pengacara terdakwa dalam film saja.

Ya, dengan “menguliti” Sudirman Said sebagai pelapor/pengadu, keliatan anggota MKD, terlihat sebagai pengacara “terdakwa” Setya Novanto, yang ingin membebaskan Setya Novanto atau bisa meringankan hukuman Setya Novanto.

Belum lagi jika kita lihat betapa banyaknya orang yang terus mengupas tentang niat Sudirman Said melaporkan Setya Novanto. Masih ditambah lagi dengan argumen tentang sah atau tidak, boleh atau tidak jika pembicaraan kita atau pejabat direkam...

Menurut saya, semua itu keluar jauh dari pokok masalah.

Benar, mungkin saja ada maksud tertentu dari Sudirman Said melaporkan Setya Novanto.

Pertanyaannya, apakah salah jika ada seorang perampok yang melaporkan ke polisi akan terjadi aksi perampokan?

Tolong dipikirkan pelan pelan...

Jika itu terjadi pada diri kita atau rumah kita yang ingin dirampok. Apakah kita akan menyalahkan perampok yang melapor? Bukankah Indonesia adalah rumah kita?

Bukankah sebaiknya polisi menindak lanjuti dulu laporan perampok itu, baru kemudian memproses pelapor yang diduga sebagai perampok?

Sama halnya dengan apa yang dilakukan oleh Maroef Sjamsoeddin yang merekam pembicaraannya karena menduga akan ada rencana dan pembicaraan yang aneh aneh.

Silahkan saja jika ada yang berpendapat bahwa hal itu melanggar undang undang.

Tapi apakah tidak berpikir bahwa ada kepentingan yang lebih besar dan ada pelanggaran yang lebih besar daripada yang dilakukan oleh Maroef Sjamsuddin?

Misalkan saja, Maroef Sjamsoeddin dianggap bersalah merekam pembicaraan itu, lalu apakah niat Setya Novanto dan Muhammad Reza bisa dibenarkan? Apakah kesalahan Maroef Sjamsuddin bisa menggugurkan tuduhan kepada Setya Novanto dan Muhammad Reza?

Untuk mudahnya, saya umpamakan begini...

Pada suatu ketika, ada beberapa orang yang kita duga akan mengajak merampok perusahaan tempat kita bekerja.

Apa tindakan kita? Karena untuk melapor ke polisi tentang adanya ajakan itu, harus disertai bukti. Lalu apakah salah jika kita kemudian merekam pembicaraan yang berisi ajakan itu, yang ternyata benar orang orang itu mengajak merampok?

Terlepas Maroef Sjamsoeddin melaporkan/memberikan rekaman itu kepada Sudirman Said -tidak melaporkan ke penegak hukum lebih dulu- itu lain hal lagi.

Silahkan proses Maroef Sjamsoeddin yang melakukan tindakan nyeleneh tersebut, sesuai dengan undang undang yang berlaku. Tapi bukan dengan demikian, lalu semua yang terlibat dalam rekaman itu bisa melanggeng bebas, dong...

Apakah sedemikian naifnya hukum dan pemikiran kita, sehingga mau menyalahkan dan menghukum orang yang merekam karena menduga akan terjadinya perampokan, bahkan membebaskan orang yang merencanakan aksi perampokan?

Sekali lagi pikir pelan pelan...

*Setnov dipanggil lebih dulu daripada Muhammad Reza.

Benar, Muhammad Reza mangkir dari panggilan MKD. Dalam rekaman terlihat begitu hebatnya peran MR dalam politik dan ekonomi republik ini. MR bisa begitu leluasa mengatur sana sini, melobi dan membeli orang orang penting negeri ini, demi keuntungan pribadinya semata.

Maka tidak disangsikan lagi bahwa perisai MR begitu kuat dan tahan peluru. Oleh sebab itu tidak aneh jika MR berani mangkir dari panggilan anggota dewan yang merasa dirinya terhormat dan mulia, untuk didengar kesaksiannya.

Dalam kasus ini jelas bahwa posisi MR adalah saksi yang meringankan “terdakwa” Setya Novanto.

Maka menjadi aneh adalah sikap anggota MKD yang tidak bisa menekan MR untuk hadir, malah mengambil keputusan untuk mendahulukan memanggil Setya Novanto.

Karena, ini bukan pengadilan umum yang bisa memanggil saksi atau terdakwa berulang ulang. Maka dengan didahulukannya Setnov, bukankah bisa diartikan pemanggilan MR sudah tidak ada artinya lagi?

*Kahar Muzakir sebagai pemimpin sidang

Dengan dipilihnya Kahar Muzakir sebagai pemimpin sidang yang “mengadili” Setya Novanto, sebagai ‘terdakwa”, sudah jelas persidangan ini hanya akan menjadi dagelan saja.

Ingat, ini sidang politik. Yang mana, bukan kebenaran yang dicari, tapi adu kekuatan dan adu lobi politik yang diperlukan, sedangkan Setnov dan Kahar Muzakir bernaung pada partai yang sama yaitu Golkar.

Mereka yang berada dalam ruang sidang tidak akan pernah mau mendengarkan suara sumbang dari rakyat dan tidak akan pernah memikirkan kepentingan yang lebih besar. Yang lebih penting dipikirkan oleh mereka, bagaimana caranya supaya bisa saling melindungi sesama orang partainya dan koleganya.

Ada konflik kepentingan dan menjadi makin jelas saling melindungi antara sesama, apalagi jika mengingat keduanya sangat akrab dan keduanya pernah diduga terlibat menerima aliran suap dana PON.

Itu terbukti dengan dipenuhinya permintaan Setya Novanto untuk menjadikan sidang MKD menjadi sidang tertutup.

Padahal sudah jelas mengadakan sidang tertutup, bisa dianggap melanggar undang undang mengenai informasi publik, seperti tertera dalam UUD Dasar 1945 pasal 28F* dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008*, tentang keterbukaan informasi publik.

Tapi Yang Mulia Kahar Muzakir kalah kelas, kalah power dan kalah segalanya dibanding dengan YANG MAHA MULIA Setya Novanto. Maka sudah barang tentu Yang Mulia ketua MKD, Kahar Muzakir, tidak kuasa menolak permintaan dari YANG MAHA MULIA Setya Novanto.

*Partai pendukung pemerintah, ikut mendukung sidang tertutup?

[caption caption="http://news.detik.com/berita/3079797/henry-yosodiningrat-pernah-berkasus-di-mkd-kini-jadi-pengadil-novanto "]

[/caption]

Sudah jelas, rekaman itu mencoreng nama presiden dan wakil presiden. Maka sudah selayaknya jika partai pendukung pemerintah berkeinginan untuk menuntaskan dan membuka sidang ini selebar lebarnya untuk didengar oleh rakyat. Tapi yang terjadi kemudian jauh panggang dari api.

Beberapa kali saya mengatakan bahwa sidang MKD kali ini tergantung dari Fraksi Demokrat, seperti terlihat dari komposisi anggota sidang MKD diatas. Namun menjadi aneh jika mendengar statemen Akbar Faisal yang mengatakan bahwa Fraksi Demokrat ingin sidang MKD dilakukan secara terbuka. Kemana dan dimana posisi anggota MKD yang menjadi partai pendukung pemerintah yang lainnya?

Akan tetapi jika sebelumnya melihat statemen Megawati, bisa dianggap menjawab keanehan itu.

"Ini yang lagi repot ribut-ribut itu baru satu lho, ada Freeport saja. Ya Allah, engak salah ributnya berkepanjangan," ucap Megawati dalam pidatonya di Simposium Kebangsaan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Senin, 7 Desember 2015.

Dengan mengeluarkan statement itu justru menimbulkan pertanyaan lain.

Apakah makna dibalik ucapan Megawati yang mengatakan baru satu? Masih ada berapa banyak lagi kasus yang seperti ini? Lalu, mengapa Megawati keliatannya tidak menghendaki kasus ini berkepanjangan? Bukankah seharusnya Megawati ikut mendorong kasus ini diungkap dengan tuntas?

*Mengapa, Setnov mengaku tidak bersalah tapi meminta sidang tertutup?

Ya, pertanyaan itulah yang paling mengganggu pikiran saya. Permintaan Setya Novanto untuk menjadikan sidang MKD yang “mengadilinya” menjadi sidang tertutup, ini yang sebenarnya agak aneh.

(Bahkan,tersiar kabar, seluruh aktivitas dalam sidang tidak boleh direkam atau dicatat siapapun. Bukti apa yang akan dipakai nanti untuk mengambil keputusan? Apakah hanya berdasarkan ingatan? Lalu ingatan siapa yang menjadi tolok ukur? Apakah ada yang punya kemampuan -mengambil ingatan masing masing anggota sidang MKD- seperti Albus Dumbledore dalam novel Harry Potter? Lalu bagaimana jika ada anggota MKD yang merekam kemudian memberikan kepada media? Siapa yang mau menuntut dan apa sangsi hukumnya? )

Pertanyaan pertama yang muncul, mengapa Setnov menyia nyiakan peluang membela dirinya? Apakah Setnov malu karena sudah merasa bersalah duluan?

Sangat aneh jika dalam pledoi yang dibacakan Setnov di depan Yang Mulia hakim MKD, Setnov dengan jelas berulang kali mengaku tidak bersalah, tapi mengapa orang yang mengaku tidak bersalah justru tidak mau (baca : tidak berani) pernyataan klarifikasinya didengar dan diketahui oleh publik?

Apa yang ingin disembunyikan oleh Setnov? Apa yang dianggap rahasia negara dan kepentingan negara yang mana yang menjadi masalah?

Bisa dilihat disini (http://news.detik.com/berita/3090323/ini-pembelaan-lengkap-setya-novanto-di-depan-mkd-dpr). Tidak ada sama sekali yang saya anggap rahasia negara atau kepetingan negara.

*Apakah mungkin jeruk makan jeruk?

Menjadi sangat aneh, jika kemudian pemimpin sidang mempersilahkan Setnov membacakan pledoinya -sebanyak 24 halaman- tanpa menggali lebih dalam mengenai rekaman yang dilaporkan. Begitu juga dengan anggota MKD lainnya yang keliatan sudah tidak bernafsu lagi mengejar Setnov dengan pertanyaan pertanyaan kritisnya.

Apakah percaya dengan keterangan yang disampaikan oleh ketua MKD Surahman Hidayat karena kecanggihan yang menjawab?

"Ya karena 'kecanggihan' yang menjawab. Kalau jawaban bagus, ruang untuk mendalami jadi tidak terlalu luas," kata ketua MKD Surahman Hidayat di sela rapat internal di depan ruang sidang MKD, gedung DPR, Jakarta, Senin (7/12/2015). http://news.detik.com/berita/3090351/kenapa-sidang-novanto-cuma-3-jam-ketua-mkd-karena-kecanggihan-yang-jawab

Menurut saya, justru dengan tidak mau mengomentari rekaman itu, maka sudah bisa dianggap benar telah terjadi pertemuan dan percakapan. Begitu juga dengan isi percakapan, karena tidak membantahnya, berarti Setnov membenarkan.

Nah, fungsi sidang MKD adalah melihat apakah ada kode etik yang dilanggar oleh Setnov terkait dengan pertemuan dan isi rekaman yang tidak pernah dibantahnya itu.

Apakah boleh anggota legislatif bertemu dengan pimpinan perusahaan membicarakan hal yang diluar kewenangannya? Bahkan membawa seorang pengusaha.

Apakah, etis anggota legislatif membicarakan, menceritakan serta membeberkan pengalaman dan akal akalannya dengan seorang pemimpin perusahaan?

***

Sekali lagi saya tuliskan, sidang MKD adalah sidang politik yang sarat dengan kepentingan politik. Maka tidak akan mungkin mencari dan mendapat kebenaran dalam sidang MKD.

Jadi, untuk menuntaskan kasus “Papa Minta Saham” sudah seharusnya dibawa ke ranah hukum, supaya bisa jelas dan terang benderang semua.

Adili dan hukum siapapun yang bersalah.

Dari pengadilan bisa dilihat, apakah Maroef Sjamsoeddin boleh merekam pembicaraan itu?Apakah Maroef boleh memberikan terlebih dahulu kepada Sudirman Said, sebelum memberikan kepada penegak hukum?

Jikapun ternyata Maroef tidak boleh merekam dan tidak boleh memberikan terlebih dahulu kepada Sudirman Said, bukankah kasus Setnov harus tetap dibongkar?

Apakah Sudirman Said punya maksud tertentu dibalik pelaporannya? Selidiki dan bongkar semuanya (kalau berani...)

Catatan :

*UUD 1945, Pasal 28 F

http://komunitasgurupkn.blogspot.co.id/2012/07/pasal-pasal-dalam-uud-1945-yang.html

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

* Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008.

[caption caption="http://www.icnl.org/research/library/files/Indonesia/UU14th2008.pdf"]

[/caption]

*Saya mau tanya, untuk yang berpendapat bahwa merekam pembicaraan antara Setnov, MR dan Maroef adalah tindakan ilegal, apakah pernah menggugat polisi yang menembak mati penjahat, begal motor dan lain sebagainya? Atau bagaimana tentang perilaku masyarakat kita yang cenderung membuat pengadilan jalanan karena sekarang semakin muak dengan para penegak hukum.

(*silahkan bahas di kolom komentar nanti*)

Salam Damai...

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun