Ada konflik kepentingan dan menjadi makin jelas saling melindungi antara sesama, apalagi jika mengingat keduanya sangat akrab dan keduanya pernah diduga terlibat menerima aliran suap dana PON.
Itu terbukti dengan dipenuhinya permintaan Setya Novanto untuk menjadikan sidang MKD menjadi sidang tertutup.
Padahal sudah jelas mengadakan sidang tertutup, bisa dianggap melanggar undang undang mengenai informasi publik, seperti tertera dalam UUD Dasar 1945 pasal 28F* dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008*, tentang keterbukaan informasi publik.
Tapi Yang Mulia Kahar Muzakir kalah kelas, kalah power dan kalah segalanya dibanding dengan YANG MAHA MULIA Setya Novanto. Maka sudah barang tentu Yang Mulia ketua MKD, Kahar Muzakir, tidak kuasa menolak permintaan dari YANG MAHA MULIA Setya Novanto.
*Partai pendukung pemerintah, ikut mendukung sidang tertutup?
[caption caption="http://news.detik.com/berita/3079797/henry-yosodiningrat-pernah-berkasus-di-mkd-kini-jadi-pengadil-novanto "]
Sudah jelas, rekaman itu mencoreng nama presiden dan wakil presiden. Maka sudah selayaknya jika partai pendukung pemerintah berkeinginan untuk menuntaskan dan membuka sidang ini selebar lebarnya untuk didengar oleh rakyat. Tapi yang terjadi kemudian jauh panggang dari api.
Beberapa kali saya mengatakan bahwa sidang MKD kali ini tergantung dari Fraksi Demokrat, seperti terlihat dari komposisi anggota sidang MKD diatas. Namun menjadi aneh jika mendengar statemen Akbar Faisal yang mengatakan bahwa Fraksi Demokrat ingin sidang MKD dilakukan secara terbuka. Kemana dan dimana posisi anggota MKD yang menjadi partai pendukung pemerintah yang lainnya?
Akan tetapi jika sebelumnya melihat statemen Megawati, bisa dianggap menjawab keanehan itu.
"Ini yang lagi repot ribut-ribut itu baru satu lho, ada Freeport saja. Ya Allah, engak salah ributnya berkepanjangan," ucap Megawati dalam pidatonya di Simposium Kebangsaan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Senin, 7 Desember 2015.
Dengan mengeluarkan statement itu justru menimbulkan pertanyaan lain.