Dilema Motif. Benar, sangat banyak motif dari pelapor ketika mengetahui, melihat, mendengar atau mengalami sendiri suatu kejahatan. Begitu variatifnya motif pelapor, membuat penegak hukum harus menggali lebih dalam motif dari pelapor. Karena tidak sedikit pelapor yang melaporkan terjadinya sebuah aksi kejahatan, akhirnya terbukti karena tidak mendapat bagian yang adil atau justru untuk menutupi kejahatannya sendiri, yang lebih jahat dari yang dilaporkan. Maka tidak sedikit akhirnya pelapor berbalik menjadi tersangka.
Berangkat dari banyaknya kasus yang seperti itulah, maka para penegak hukum yang korup mendapat celah. Ketika menerima laporan kejahatan yang dilakukan majikannya, dengan berbagai macam cara mereka terus mendesak pelapor, menyudutkan atau mendiskreditkan pelapor. Salah satunya dengan melebar ke latar belakang pelapor, masa lalu, bahkan bisa sampai ke masa lalu keluarga pelapor.
Semua diungkit, diungkap, dibeberkan kehadapan publik tanpa tedeng aling aling. Ini yang sering membuat pelapor yang tadinya sudah berani melawan ancaman, nekat tidak memikirkan diri sendiri, menjadi sangat takut, karena ia ingin melindungi keluarganya.
Ujungnya bisa ditebak, pelapor yang tidak cerdik dan tidak punya perlindungan, akan mencabut laporan. Selesai sudah kasus itu.
Namun, jika pelapor punya bukti yang kuat, punya keberanian dan punya perlindungan yang cukup, sehingga bisa meneruskan kasusnya ke pengadilan, masih belum tentu juga bisa menghukum para tersangka.
Unus testis nulus testis (pasal 169 HIR/306 R.Bg) artinya satu saksi bukan saksi. Saksi yang hanya seorang diri belum dapat dijadikan dasar pembuktian, melainkan hanya bernilai sebagai bukti permulaan. Oleh sebab itu harus disempurnakan dengan alat bukti lain seperti sumpah atau lainnya.
Testimonium de auditu (pasal 171 HIR) ialah kesaksian yang diperoleh secara tidak langsung dengan melihat, mendengar, dan mengalami sendiri melainkan melalui orang lain. (https://lawindonesia.wordpress.com/hukum-islam/alat-bukti-saksi/)
Dengan Lawyer yang hebat dan reputasi menakjubkan, siap membela dan melepas para tersangka dari jeratan hukum. (silahkan nonton film Devil’s Advocate 1997)
***
Di atas adalah kasus kejahatan yang dilakukan oleh perorangan atau perusahaan swasta yang membayar, menggunakan atau yang bekerja sama dengan para penegak hukum untuk melindungi dan melegalkan usahanya.
Lalu bagaimana jika para petinggi negara yang justru melakukan tindak kejahatan kerah putih, seperti kasus korupsi, money loundering dan kejahatan yang sejenis? Tentu bukan main hebatnya efek dan perlindungannya. (Belum lagi jika bicara tentang kejahatan kemanusian, untuk yang ini bisa dibahas kemudian hari)