Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola

Kisruh PSSI, Jangan Mau Diadu Domba

3 November 2015   05:47 Diperbarui: 3 November 2015   07:17 1781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah para elite yang berseteru menjamin seluruh kesejahteraan keluarga para pemain? Omong kosong! Pada saat, mereka bermain saja, tidak jarang terdengar gaji pemain tertunda bahkan sampai berbulan bulan, apalagi sekarang.

Kita semua tahu, bahwa sepakbola atau olahraga apapun, membutuhkan sebuah kemampuan. Siapapun, tidak mungkin bisa mempunyai sebuah kemampuan hebat, dalam satu bidang olahraga, secara tiba tiba tanpa latihan. Dan kemampuan tidak bisa melekat secara permanen. Oleh sebab itu harus dilatih secara terus menerus.

Bagaimana mungkin jika tidak ada gaji, para pemain akan giat berlatih? Lalu apakah cukup hanya latihan fisik saja, tanpa latih tanding dengan lawan sebenarnya? Lihat saja, tim besar diluar negeri, ketika musim kompetisi berakhir, mereka mengadakan tour ke manca negara. Apakah tour itu hanya buat jalan-jalan doang?

Ibarat sebuah roda yang saling berkaitan, ketika yang satu bergerak maka yang lain ikut juga bergerak. Maka, bukan cuma pemain saja yang menjadi korban perseteruan konyol ini, tapi masyarakat dari berbagai lapisan juga menjadi korban.

Berhentinya kompetisi sepakbola secara otomatis telah membawa dampak yang besar bagi masyarakat banyak, entah itu pedagang maupun pendukung. Karena di setiap event kompetisi, tidak sedikit uang yang berputar. Dari mulai pedagang, pekerja maupun angkutan.

Bisa dilihat bahwa, dengan berhentinya kompetisi, telah membawa efek yang luar biasa besarnya. Kerugian secara mental, fisik/kemampuan maupun ekonomi.

Hal ini, tidak mungkin tidak dipikir, oleh para elite yang sangat pandai, mereka pasti amat sangat ngerti, tahu segala resikonya, tapi tetap saja mereka tidak perduli. Tetap saja mereka tetap keukeuh tidak mau saling mengalah.

Begitu juga dengan kita –pendukung salah satu pihak- telah menjadi korban permainan mereka. Secara tidak sadar, kita terus diadu oleh para elite itu. Kita, Aku atau Kamu dan seluruh rakyat pecinta sepakbola, tidak sadar telah dikorbankan sebagai pion oleh para elite. Buat apa? Untuk prajurit yang akan bertarung membela kepentingan mereka sendiri!

Harusnya, kita sebagai rakyat bisa melihat lebih teliti lagi, dan jangan mau diadu domba seperti sekarang ini. Karena sudah jelas mereka –para elite- sama sekali tidak mau berpikir untuk mendahulukan kepentingan masyarakat. Ini yang sudah sangat keterlaluan dan tidak bisa dibiarkan.

Para sahabat Kompasianer yang saya kagumi dan saya sayangi semuanya...

Coba kita pikir pelan pelan, seandainya kedua belah pihak mau berpikir demi kepentingan masyakarat, maka tidak mungkin akan terjadi sampai berlarut larut seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun