Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apakah Gayus Tolol Seperti yang Dikatakan Menkumham?

23 September 2015   09:33 Diperbarui: 23 September 2015   09:51 3853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menkumham Yasona Laoly mengatakan Gayus Tolol sampe 2 kali.

Dalam tulisan ini saya ga mau bertele tele panjang kali lebar lagi menguraikan tentang latar belakang, apa yang menjadi penyebab Menkumham Yasona Laoly mengatakan Gayus Tolol. Karena sudah terlalu banyak orang membuat tulisan soal acara makan siang Gayus Tambunan bersama 2 orang Kompasianer, jadi kalau saya bahas lagi bisa bisa muak liat tulisan ini. Capek capek baca tapi isinya cuma muter disitu situ aja.

Sejak Menkumham Yasona Laoly mengatakan Gayus Tolol, saya melihat cuma ada di tulisan mbah saya -yang udah beberapa lama ga peang lagi- makanya saya tertarik membahas soal Gayus Tolol.

Para sahabat Kompasianer yang saya kagumi dan saya sayangi semuanya...

Pastinya udah tau bahwa Gayus Tambunan bukan kali ini ketauan sedang berada diluar sel tahanan, untuk melakukan kegiatan diluar acara pengadilan, yang mana hal itu jelas jelas melanggar aturan. Dengan berbagai alasan GT bisa bebas semaunya melakukan aktivitas lain.

Bukankah dengan begitu bisa dibilang GT pintar bisa ngakalin, banyak tipu tipu yang menyebabkan banyak tipi atau media mengatakan GT belut licin atau hebat.

Lalu kenapa Menkumham Yasona Laloly mengatakan GT Tolol?

Hayoo....

Sampe disini pasti kita bilang bahwa Yasona Laoly salah kan? Soalnya terbukti GT bisa terus mengelabui penjaga lapas terus terusan kan?

Nah, justru saya berpendapat sebaliknya...

Dalam hal ini, saya sangat setuju dengan apa yang dikatakan Yasona Laoly!

GT memang Tolol bahkan pantas kalau Yasona mengulang lagi menjadi double TOLOL !

Kenapa gitu...

Nyoook, kita simak pelan pelan ya....

Sebelumnya GT juga pernah ketauan keluar dari sel berdasarkan photo kan?

Jadi Tolol yang pertama adalah kenapa GT ga mau belajar dari kasus sebelumnya? Kenapa GT bisa ketauan lagi ke media?

Nah, terbukti GT ga mengerjakan PR nya dengan benar dong...

Kalau saja GT belajar dan mengerjakan PR nya dengan benar -dari kasus sebelumnya- pasti GT ga bakalan mau di photo kan...

Jadi, biarpun ada sejuta alasan, seharusnya GT ga bakalan mau untuk diphoto dalam keadaan yang jelas melanggar peraturan dan hukum. Titik.

Ga mungkin GT tidak tahu aturan bahwa melakukan kegiatan di luar lapas selain menjalankan persidangan dll tanpa ijin, itu sudah melanggar. B’tul?

Ga mungkin siapapun bisa memaksa GT untuk berphoto. B’tul?

Makanya, jangan salahin kedua Kompasianer yang berphoto sama GT, karena biarpun nantinya terbukti kedua Kompasianer itu yang memaksa, toh seharusnya, GT punya alasan yang jelas buat menolak acara photo itu, kan?

Emangnya bisa kedua Kompasianer itu narik narik GT buat photo? Emangnya keliatan semua yang ada diphoto itu GT dalam keadaan terpaksa? Kan udah jelas dalam photo itu semua santai...

Tolol yang kedua ini justru yang paling serius dan yang luput dari pembicaraan media mana saja, bahkan Kompasianer yang kritis sekalipun tidak pernah membahas soal ini.

Kepikir ga sih bahwa bukan baru kali ini aja GT keluar penjara Sukamiskin?

Bukan kali ini aja, GT melakukan aktivitas lain diwaktu yang seharusnya ia berada didalam sel?

Keliatan jelas, GT udah terlalu sering keluar dari penjara Sukamiskin Bandung. Menurut saya, karena ia udah merasa terlalu nyaman dan aman, selama ini bisa melakukan apapun semaunya, asalkan bisa memberi imbalan sama semua penjaganya, makanya ia jadi lengah...

Para sahabat Kompasianer yang saya kagumi dan saya sayangi semuanya...

Tidak salah ketika orang tua dulu membuat peribahasa yang mengatakan “sepandai pandainya tupat melompat akhirnya masuk ke piring nasi juga”

Eh, jadi salah dah tuh, sepandai pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga.

Ketika, tupai yang sudah terbiasa bisa melompat dari satu pohon ke pohon yang lain, dan merasa sangat hebat, maka ada saatnya ia akan jatuh juga...

Ketika orang sudah merasa nyaman, aman dan merasa hebat, maka dia pasti lengah!

Itulah ke TOLOL an yang kedua GT yang amat sangat fatal !!!

Kalau yang namanya maling sering ketangkep berarti dia maling TO......LOL!

Kalau dia maling pinter, paling paling selama karirnya menjadi maling Cuma satu kali aja ketangkep, beda lagi dengan maling hebat yang seumur hidupnya ga pernah ketangkep sama sekali!

Para sahabat Kompasianer yang saya kagumi dan saya sayangi semuanya..

Semua kehebohan kasus ini, awalnya berasal dari Rumah Sehat Kita Bersama, makdarit kita bisa belajar dan mengambil banyak hikmahnya.

Yang pertama...

Dalam hal ini saya tidak mau mengatakan GT = PK. Karena belum ada bukti yang valid dan terpercaya yang mengatakan bahwa PK = GT. Oleh sebab itu, saya tetap mengatakan dua orang Kompasianer aja.

Jadi , sekali lagi saya katakan, tidak perlu lagi kita menyalahkan, menghujat kedua Kompasianer yang ada dalam photo itu.

Sekarang bukan saatnya lagi kita saling hujat menghujat terhadap sesama Kompasianer. Bukankah selain kedua orang Kompasianer itu belum tentu bersalah, nantinya yang akan kena buruknya Kompasiana yang akhirnya kita kita juga?

Yang kedua...

Kompasianer yang sudah lama berada di Rumah Sehat ini pasti sudah tahu, perbedaan pendapat bukan kali ini saja, tapi sudah sering kali terjadi. Dimulai dari debat ilmiah, debat kusir yang ga ada juntrungan, sampe caci maki ga keruan pun sudah sering.

Walaupun sudah banyak meninggalkan bekas, tapi dalam kasus yang ini, saya lihat banyak Kompasianer bisa menilai secara objektif. Semangat dan kata kuncinya cuma satu yaitu, kita semua berpihak pada upaya PEMBERANTASAN KORUPSI . Yang terlihat secara jelas kita bisa saling dukung tanpa memikirkan lagi tentang pertengkaran dan perbedaan yang dulu pernah terjadi.

Oleh sebab itu, sekarang kita harus samakan dulu persepsinya supaya tidak rancu.

Tidak perduli, sehebat apapun, sebermanfaat apapun, semenarik atau tulisannya bisa menginspirasi banyak orang, tapi tidak boleh ada napi, terutama koruptor yang masih berada di dalam lapas, untuk bisa menulis di Kompasiana.

Silahkan aja kalau memang mau menulis di Kompasiana kalau memang bukan napi atau mantan napi. Kecuali napi itu menulis buku di kertas yang kemudian dicetak, itu lain persoalan. Dan mungkin saya akan beli bukunya.

Jangan lagi kita berpikir, toh selama ini ga ngerugiin kita, ga ngusilin kita, dan banyak lagi alasan yang seperti itu.

Karena, sudah jelas napi yang berada dalam lapas tidak boleh mengakses internet, atau membawa alat elektronik seperti yang tertera dalam Pasal 4, no 10, Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 6 tahun 2013, tentang Tata Tertib Lapas, yang mengatakan :

“Setiap Narapidana atau Tahanan dilarang: memiliki, membawa dan/atau menggunakan alat elektronik, seperti laptop atau komputer, kamera, alat perekam, telepon genggam, pager, dan sejenisnya”

Sebagai Kompasianer yang sudah sering berinteraksi dan berdebat dengan Kompasianer lain, sekarang saya ingin mengajak para sahabat semuanya untuk bergandeng tangan dan bersatu. Perdebatan dan perbedaan pendapat yang sudah terjadi, jangan lagi dipersoalkan, karena semua punya sudut pandang yang berbeda.

Sekaranglah saatnya kita mempunyai misi dan visi yang sama yaitu fokus untuk kemajuan Rumah Sehat Kita Kompasiana dan negeri ini.

Tidak perlu lagi memperlebar dengan masalah yang lain lainnya lagi, tetaplah fokus pada upaya pemerintah untuk memberantas korupsi dengan mengatakan TIDAK PADA KORUPTOR!!!

Baca juga : Lapas Harus Segera Diawasi

Sikap Saya Terhadap Koruptor

Yang ketiga...

Nah ini yang terpenting...

Saya tuliskan ini, khusus untuk pemerintah yang dalam hal ini, Menkumham, supaya bapak Yasona Laoly, jangan lagi menutup mata melihat kasus ini dan hanya fokus menyalahkan GT dan penjaganya saja.

Itu kurang tepat, pak. Karena masalah yang seperti ini bukan barang baru, dan bukan rahasia lagi atau bisik bisik tetangga aja, tapi udah jamak terjadi ada napi bisa bebas keluar masuk sel, asalkan ada duit. Jadi jangan seperti tidak tau aja pak.

Tidak perduli dengan Lapas ektra ketat seperti Gunung Sindur, dengan penjagaan berlapis, pengacak sinyal dan tetek bengek lainnya, karena menempatkan napi dimanapun hasilnya akan sama aja, kalau sistem pengawasan lapas tidak juga diperbaiki. Harusnya segera dibuat lagi sistem pengawasan yang lebih efisien tapi canggih. Ga mungkin saya harus ajarain untuk bikin sistem pengawasan lapas yang lebih effisien dan canggih, kan?

Karena, kalau hanya menempatkan penjagaan berlapis saja, itu artinya cuma menambah banyak orang yang mesti disuap aja. Sehingga, hasilnya cuma akan membuat uang yang harus dikeluarkan oleh napi untuk keluar semakin banyak dan besar saja.

Juga, harus diperbaiki lagi sistem hukuman terhadap para petugas lapas, atas kelengahan yang sudah terjadi seperti itu, jangan cuma dalam bentuk teguran, peringatan bahkan pemberhentian saja, itu tidak bisa membuat mereka jera. Dan juga yang kena jangan cuma penjaganya saja tapi semuanya harus kena, kalau perlu Menkumham juga harus bertanggung jawab.

(Apakah pernah ada menteri yang ikut tanggung jawab atas kesalahan bawahannya? Nah, Presiden Jokowi, harusnya bisa menjewer menteri yang kaya gini ini...Percuma atuh pak, pemerintah berupaya untuk memberantas korupsi kalau ternyata Koruptor bisa bebas kaya gitu...Nangkapnya mah, susah setengah mati, pas udah dihukum masih tetap bisa semaunya keluar masuk lapas...)

Melihat sudah banyak napi yang bisa bebas berkeliaran seperti itu, sudah saatnya Menkumham, membuat peraturan yang super ketat, yaitu petugas Lapas yang terbukti melakukan pelanggaran yang menyebabkan napi bisa bebas keluar masuk sel, untuk berinteraksi dengan siapapun diluar lapas, bisa dikenai hukuman penjara, misalnya minimum 1 tahun dan maksimum 5 tahun, tanpa ada potongan remisi apapun.

Catatan :

Saya tidak membenci orangnya tapi yang saya benci perbuatannya. Karena, tidak ada satu manusiapun yang tidak pernah salah. Tapi kalau dilakukan berulang ulang dan tidak pernah menyesal, maka ada baiknya kita tidak mendekati atau berhubungan lagi.

Salam Damai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun