Kejujuran adalah mata uang yang berlaku di seluruh dunia. Kalimat itulah yang ada di Profil saya. Mencantumkan kalimat itu bukan berarti saya orang yang jujur, tapi justru kalimat itu saya pakai sebagai pemicu dan pengingat bagi saya supaya mau jujur.
Berkata jujur, bertindak jujur dan bertingkah laku jujur, itu tidak semudah apa yang dikatakan atau dituliskan.
Sependek pengetahuan saya, tidak ada satupun manusia -yang sepanjang hidupnya- bisa terus jujur, bahkan Yudhistira pun bisa dikatakan telah berkata bohong, ketika ditanya oleh Mahaguru Drona terkait kematian Aswatama. Tapi bukan dengan begitu maka kita boleh terus menerus tidak jujur atau berbohong, kan?
Lalu, saya teringat dengan tulisan pak Tjip -sosok ayah yang sangat bijak bagi banyak orang di Kompasiana- Untung Saya Tidak Menuliskan Kebohongan, sebuah tulisan yang mencerminkan kejujuran dan keberanian yang luar biasa, untuk mengungkapkan masa lalunya yang kelam. Seandainya saja pak Tjip tidak menulis dengan jujur, beliau tentunya akan mendapat malu tak terkira, karena berdasarkan tulisannya, ternyata ada orang yang mau nge cek sampai daerah asalnya dulu.
Begitu juga mbak Ariyani, beberapa hari lalu membuat tulisan tentang memuji dengan tapi...
Saya tersentak kaget seperti diingatkan lagi oleh tulisan itu, tentang kejujuran dan keberanian mengungkap kebenaran. Kemudian saya bertanya dalam hati, bagaimana kalau seandainya kita saling jujur? Yang bisa dimulai dari keluarga atau teman dekat. Apakah saya bisa melakukannya?
Teringat kedua tulisan itu, beberapa hari sebelumnya, secara tidak sengaja, saya menonton acara Eat Bulaga di ANTV. Saya jadi tertarik terus menonton karena saya liat ada bintang tamunya yang menurut saya agak aneh, yaitu Dijah
(bisa dilihat disini https://www.youtube.com/watch?v=pEN68M-2uC4)
Dalam acara itu, Dijah Yellow sebelumnya sudah mengatakan bahwa ia sangat anti musik Dangdut. Ketika salah satu bintang tamunya diminta nyanyi Dangdut, ia lansung ngambeg pulang. Saya kaget, koq bisa sih bintang tamu ngambeg kaya gitu, kabur pulang ditengah acara, karena sesungguhnya, baru kali ini saya liat atau tau Hodijah ini.
Karena penasaran, saya tanya mbah Gugel...
Eh, ternyata nama Dijah Yellow, memang sudah sering bikin heboh netizen sejak tahun 2014 lalu, lho...
Ih, koq norak banget sih, dia kan emang udah dari dulu gitu... kata Dhea anak saya.
Jiahhh...namanya juga ga tau, lha saya kan ga pernah nyetel acara tipi yang kaya gitu, nontonnya cuma tipi berita, kaya Kompastv, Metro atau Tipi yang emang beda itu doang...Jadi gimana bisa tau Dijah Yellow sih...Hahahaa....
Beneran saking penasarannya sama Dijah Yellow ini, saya buka banyak link yang ada di internet, saya liat beberapa penampilannya di Youtube.
Setelah saya perhatiin, karakter Hodijah ini memang sangat unik. (kalau masih ada yang belum tau silahkan tanya aja mbah Gugel ya...).
Tidak perduli orang bilang apa, kalau menurutnya ga bagus, dia akan bilang ga bagus. Tidak perduli orang mengejeknya apa, kalau dia mengaku sebagai pacar Justien Bieber, dia tetap ngaku terus. Karena sudah menjadi prinsipnya, tidak mau kelakuannya ditiru artis, maka setiap ada artis yang menurutnya sudah menjiplak kelakuannya, Dijah Yellow langsung ga suka. Ga perduli orang memuji Raisa yang sangat cantik, kalau dia merasa Raisa menjiplak dia, pasti dia langsung aja ga suka.
[caption caption="http://twicsy.com/i/fuU8yh"][/caption]
Terlepas dari segala kekurangannya, ditambah lagi yang sering menuduh orang sembarangan, tanpa bukti valid, Hodijah termasuk orang yang benar benar keukeuh mempertahankan prinsipnya. Dia berani terus mempertahankan apa yang sering dikatakan. Untuk itu, dia berani menghadapi segala macam cercaan, caci maki dan lain sebagainya.
Dan yang lebihnya lagi, dia sepertinya ga butuh media tipi, dibuktikan sudah sering dia walk out, sewaktu acara berlangsung, kalau topik acaranya ga sesuai dengan keinginannya. Menurutnya tipi yang butuh bintang tamu, bukan bintang tamu yang butuh tipi. Apalagi dia merasa sudah terkenal walaupun dia ga pernah merasa sebagai artis.
Dijah Yellow memang konyol dan keliatan lebay. Kelakuannya jelas tidak profesional. Jadi banyak yang menjadi hater ketimbang lover. Oleh sebab itu, saya tidak merekomendasikan supaya kita meniru Dijah Yellow.Tapi saya hanya ingin kita melihat sosok ini dari sisi lain, karena ada sesuatu yang bisa kita ambil dari sikapnya itu.
Dari sosok yang aneh ini, saya melihat, ada satu kejujuran dan keberanian yang luar biasa, yang hanya sedikit orang bisa melakukannya. Berani berkata tidak, berani menentang arus dan berani menolak serta berani berlaku jujur pada dirinya sendiri.
Ga perlu saya uraikan secara lebih detail lagi di tulisan ini, tapi kita bisa ke dalam diri kita sendiri. Beranikah kita mengatakan kepada sahabat kita, bahwa ada kulit cabe yang menempel di giginya sewaktu berada dalam pesta?
Saya umpamakan begini...
Suatu saat ada teman atau sahabat lama datang berkunjung ke rumah. Setelah sekian lama bercerita, ternyata ia sekarang sudah sangat kaya karena menjadi bandar narkoba yang sangat besar dan mempunyai jaringan yang sangat luas. Untuk membuktikan semua omongannya, ia menunjukan sekarang masih bisa memproduksi narkoba dan bertransaksi narkoba di hotel, walaupun sedang dalam penjara. Dia berani begitu karena memegang kartu truf banyak pejabat, kenal dengan banyak aparat, dan bisa membeli semua yang diinginkan.
Kemudian dia mengajak saya untuk ikut bergabung ke dalam lingkarannya, dengan mengiming imingi sesuatu yang dia tau saya sangat suka.
Padahal, sering kali saya menulis tentang narkoba dan akibatnya, karena saya sudah beberapa kali mengalami trauma akibat narkoba. Entah karena melihat jasad saudara yang meninggal di jalanan, entah karena melihat begitu banyak jasad teman, di dalam peti mati dengan wajah yang sudah tidak bisa dikenali lagi, karena sudah menjadi korban narkoba dan juga karena sangat kuatir, ada salah seorang anak saya yang bisa menjadi korban narkoba.
Baca juga : Menunggu Aksi Nyata Buwas
Saya sadar, sebagai manusia yang memang gudangnya salah dan dosa. Maka dari itu, secara personal saya tidak akan membenci teman atau siapapun yang pernah berbuat salah. Yang saya benci adalah perbuatannya yang terus mengulang ulang kesalahan yang sama.
(Keluar dari penjara untuk melakukan transaksi di hotel, menunjukan dia tidak merasa kapok dan salah, kan?)
Bagaimana sebaiknya sikap saya terhadap teman ini? Beranikah saat itu juga saya menghindar darinya?
Baca juga : Ini Penyebab Bandar Narkoba Tidak Kapok Walaupun Sudah Dihukum Mati
Narkoba Dalam Penjara, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab??
Sejujurnya saya katakan, walaupun saya sering memaki bandar narkoba, tapi kalau ada salah satu sahabat saya ternyata sudah menjadi bandar narkoba, yang kemudian bertemu muka, saya belum bisa secara langsung memakinya.
Mungkin saya hanya bisa sedikit menghindar kalau kebetulan ketemu di jalan, atau tidak datang ketika di undang dalam pertemuannya, tapi kalau memang sengaja langsung pergi untuk menghindar dari pertemuan itu, saya belum tentu bisa.
Padahal, apa sih yang saya cari?
(Sebelumnya saya mohon maaf, ga ada niat sama sekali buat nyombongin diri atau narsis.)
Kehidupan kami tidak kaya, tapi sampai saat ini, saya belum butuh BLT atau bantuan yang sejenis dari pemerintah. Begitu juga dengan hubungan keluarga saya, biarpun saya sering tidur malem atau pagi, hubungan kami sekeluarga baik baik aja koq. Hal yang sama juga dengan di medsos, walaupun sekarang cuma punya akun Kompasiana sama Google+ doang, tapi saya yakin, sudah banyak orang yang tau saya di Kompasiana.
Sekali lagi maaf...
Akan sangat jauh bedanya jika saya tidak punya itu semua. Saya bisa tergiur dengan apa yang diiming iminginya. Saya bisa terpengaruh, ingin ikut masuk ke dalam ruang lingkup pergaulan sewaktu masih muda dulu atau saya ingin menjadi terkenal seperti Anggita Sari itu.
Baca juga : Kaitan antara Korupsi, Narkoba dan Anggita Sari yang Tidak dijerat dengan Pasal Narkoba
Kenapa banyak orang bisa berlaku jujur, saya ga bisa??? Pertanyaan itu yang terus menghantui pikiran saya. Apa sih motif saya? Kenapa saya takut, tidak berani menunjukan kebenaran? Kenapa saya ga berani jujur??
Dari situ, terbukti bahwa saya memang bodoh, saya memang lemah, tidak berani mengambil sikap dan saya tidak berani jujur walaupun hanya kepada diri sendiri.
Oleh sebab itu, kritiklah saya, maka saya akan introspeksi dan berusaha memperbaiki kesalahan saya.
***Catatan :
*** Tidak ada sesuatupun di dunia ini yang terjadi secara kebetulan, seperti ditulis oleh Bang Alan Budiman (seorang ustad muda yang penuh kontroversi yang juga Kompasiner).
Disaat kejujuran dan kebenaran semakin kabur terkikis jaman, saya merasa seperti ditunjukan, sosok aneh Dijah Yellow -yang selalu merasa bukan siapa siapa- dan saya merasa dingatkan kembali sehingga bisa mengaitkan, rangkaian tulisan yang ada di Kompasiana dengan arti kejujuran dan keberanian.
***Ada hikmah yang bisa dilihat dengan jelas, terbukti di Kompasiana, selain melulu belajar menulis dari nol besar, saya juga bisa belajar tentang kejujuran dan keberanian.
Saya yang dulunya ga bisa nulis apalagi berani ngomong sama sekali sekarang bisa menulis dan berani mengeluarkan pendapat. Terserah orang suka atau tidak dengan tulisan saya...
Dari sinilah saya akan berusaha mulai memupuk kejujuran dan keberanian.
***Tulisan ini adalah rangkuman atau inti sari dari puluhan manfaat Kompasiana yang pernah saya tulis dan puluhan “Surat Cinta” tanda kasih sayang saya kepada Kompasiana....
*** SELAMAT ULANG TAHUN KOMPASIANA....
Terima kasih yang sebesar besarnya telah memberi ruang bagi saya untuk bersuara...
Semoga diulang tahun yang ke 7 ini, Kompasiana bisa semakin menjadi yang terdepan dan menjadi bahan rujukan media lain sehingga makin banyak manfaat Kompasiana yang bisa dipetik oleh generasi mendatang...
Salam Damai...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H