sumber: kompas.com
Rokade antara Komjen Budi Waseso dari Kabareskrim Polri menjadi Kepala BNN begitu juga sebaliknya dengan Komjen Anang yang sebelumnya dari Kepala BNN mejadi Kabareskrim Polri pernah saya bahas di tulisan sebelumnya.
Dasar memang sudah jadi karakter Buwas yang “keliatannya sering” grusa grusu atau sibuk cari perhatian media -dalam tugas yang diembannya sekarang- belum apa apa dia udah ingin membuat gebrakan, sangat berbeda jauh dengan Anang Iskandar yang padahal sudah lebih dulu menempati posisi Buwas tapi belum keliatan melakukan gebrakan apapun.
Saya yang tadinya jengah kalau melihat tingkahnya justru sekarang tertarik dengan apa yang dilakukannya. Ada beberapa statement Buwas yang menarik perhatian yang biasanya justru lebih sering disuarakan oleh para pegiat anti narkoba, sehingga sangat mungkin belum pernah dilakukan oleh para pendahulunya.
Pertama : Buwas ingin merevisi Pasal 54, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkoba yang isinya tentang Rehabilitasi bagi pemakai atau pecandu Narkotika.
“Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika, wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.”
*Untuk mengetahui tentang kriteria pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika bisa dilihat disini.
Kedua: Buwas ingin menenggelamkan kapal para penyelundup narkoba seperti yang diterapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pujiastuti.
Ketiga : Buwas ingin menerapkan pasal pencucian uang bagi para bandar narkoba yang sebelumnya ia terapkan pada terpidana mati bandar narkoba Freddy Budiman.
Keempat : Buwas berencana, para pecandu dan bandar Narkoba dipisahkan dari penghuni lapas lainnya dengan cara dibuatkan penjara dan rehabilitasi di sebuah pulau.
*****
Khusus untuk usulan yang pertama, saya ingin membahas lebih dalam, karena ini poin yang paling penting bagi kelanjutan para pecandu, pengedar maupun aparat nakal. Untuk usulan yang kedua dan ketiga bisa dibahas dikemudian hari lagi. Sedangkan untuk usulan yang keempat nantinya bisa nyambung di tulisan ini.
Usulan pertama bisa dibilang agak nyeleneh dan tentu aja banyak menuai kritik dari berbagai pihak. Saya kasih contoh dua aja ya...
Kepala Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Akbar Hadi mengatakan lembaganya akan terbebani dengan fungsi dan tugas baru apabila usul revisi UU Narkoba itu dipenuhi. Musababnya, kata dia, lembaganya nanti tak hanya mengurusi pembinaan narapidana, tapi juga akan melakukan rehabilitasi terhadap para pecandu narkotik.
Menurut Bambang, revisi UU itu butuh proses dan jalan yang panjang. "Bahkan butuh waktu bertahun-tahun, karena harus ada kajian akademis dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia," kata Bambang, saat dihubungi, Selasa, 8 September 2015. "Belum lagi harus ada persetujuan Presiden."
Alasan Buwas ingin merevisi pasal dalam undang undang itu terkait rehabilitasi. Karena seringnya ada bandar narkoba yang ikut masuk rehabilitasi, sedangkan biaya rehabilitasi itu seluruhnya ditanggung oleh pemerintah, yang artinya merupakan beban bagi pemerintah. Oleh sebab itu, ia merasa negara mengalami kerugian ganda.
Koq enak aja, udah jelas mereka merusak bangsa ini, bukannya dihukum, tapi malah pemerintah yang biayain sih?
Seperti kasus pembakaran hutan aja, pengusaha yang membakar, mendapat keuntungan, pemerintah yang sibuk memadamkan.
Begitulah kira-kira mudahnya.
Ada pengeluaran negara yang tidak semestinya, kan? Hal yang seperti itulah yang seharusnya dicegah bukan didukung.
Alasan lainnya, karena Buwas melihat undang undang itu banyak digunakan oleh para pengedar untuk menghindar dari jeratan hukum.
Pertanyaannya : Koq bisa, bagaimana para pengedar narkoba menghidar dari jeratan hukum? Jawabannya jelas, yaitu ketika ditangkap mereka pasti bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk bisa mendapat pasal undang undang tersebut.
Jadi, secara tidak langsung, Buwas mengatakan ada permainan antara aparat penegak hukum ketika menerapkan pasal itu untuk melindungi pemasok atau bandar narkoba supaya bisa mendapat keuntungan ganda.
Saya kasih contoh yang gampangnya aja ya:
Suatu ketika ada bandar narkoba yang ditangkap aparat, kemudian dibawa ke kantor Polisi untuk diproses dan dibuat BAP. Dalam proses pembuatan BAP itulah, terjadi tawar menawar pasal yang akan diterapkan oleh petugas.
Besaran uang, tergantung berapa banyak barang bukti yang disita, aparat yang sedang tugas disana dan tergantung juga, apakah ada orang media/wartawan yang tau masalah penangkapan ini.
Semakin besar barang bukti, semakin banyak aparat yang ada, jika ditambah lagi ada media yang meliput atau ada wartawan yang tau maka semakin besar juga uang yang harus dikeluarkan oleh bandar narkoba itu untuk membungkam semuanya.
Dalam hal ini, keuntungan aparat yang menangkap bandar narkoba menjadi berlipat ganda, kan? Udah dapet duit masih juga dapat barang bukti.
Perilaku aparat yang seperti itulah yang sebenarnya ingin dibersihkan oleh Buwas. Jadi usulan ini sebenarnya salah satu upaya pencegahan dari aksi nakal antara bandar narkoba dan aparat, yang seyogyanya bisa dimengerti oleh banyak pihak.
Faktanya, sudah begitu banyak bandar Narkoba yang ditangkap, sudah begitu banyak pecandu yang direhabilitasi, tapi jumlah peredaran Narkoba, pengedar Narkoba dan jumlah pecandu Narkoba, semakin hari bukannya semakin menyusut tapi malah semakin bertambah.
Berarti, ada sesuatu yang salah dalam upaya pencegahan, penindakan dan penanganan para pengedar dan pecandu Narkoba, yang selama ini diterapkan oleh pemerintah dan harus secepatnya diperbaiki.
Itulah yang dilihat oleh Buwas. Maka untuk mengubahnya, sebaiknya hal yang seperti iyu dilihat juga oleh banyak pihak. Supaya tidak asal jawab tidak setuju dan terus keukeuh mempertahankan sistem yang sudah terbukti sia sia, yang hanya menghamburkan uang negara saja.
Saya lihat usulan Buwas ini sangat hebat. Konsep pemikirannya murni berdasarkan data yang dimiliki sewaktu di Bareskrim dulu dan pengalaman di lapangan. Tidak asal njeplak aja. Soalnya, ia tahu persis seluk beluk tentang perilaku aparat dan segala permainan mereka (jadi ga aneh melihat karakternya yang kaya itu).
Sedangkan anggota DPR dan Ka Humas Dirjen Lapas Akbar Hadi, belum tentu punya data yang jelas apalagi pengalaman di lapangan, jadi memang mereka ga ngerti apa yang terjadi sebenarnya.
Hanya saja, untuk merivisi pasal undang undang tersebut juga tidak mudah, karena akan timbul beberapa pertanyaan.
Misalnya, apa yang menjadi kriteria atau batasan untuk menentukan, tersangka yang ditangkap adalah pecandu atau pengedar? Apakah akan disama ratakan semua?
Jika tidak ada batasannya lagi, dan semua disamaratakan, ini sangat disayangkan. Kalau sampai itu terjadi, bagaimana jika ada tersangka yang cuma dalam taraf coba-coba atau baru sekali itu mencoba obat-obatan terlarang? Kasihan kalau ia diperlakukan sama dengan pecandu lainnya. Padahal yang seperti itu masih sangat mudah untuk disembuhkan, bahkan bisa juga hanya diberi peringatan saja.
Makdarit, jika memang Buwas berniat merevisi undang-undang itu, masih perlu ada kajian yang sangat mendalam dan hati hati.
Tapi jika memang nantinya usulan itu diterima, saya ingin memberi sedikit masukan yang nantinya mungkin bisa diterapkan dalam undang undang yang direvisi.
-Ketika ada tersangka Narkoba yang ditangkap, petugas harus menghubungi dokter atau ahli untuk memeriksa tersangka sehingga bisa diketahui apakah tersangka baru pernah memakai atau sudah jadi pecandu.
-Ketika aparat ingin menetapkan tersangka sebagai pemakai/pecandu atau pengedar, harus melibatkan dokter atau ahli, jadi tidak melulu berdasarkan barang bukti.
-Aparat tidak diijinkan memproses/membuat BAP tersangka narkoba tanpa didampingi oleh dokter atau ahli, dengan kata lain BAP harus ada persetujuan ahli.
Masalahnya yang akan timbul adalah ketika penangkapan tersangka narkoba di daerah terpencil, yang mana sangat susah mencari ahli atau dokter. Ini yang harus dicari jalan keluarnya lagi.
Terlepas dari polemik maupun pro dan kontra yang terjadi, Buwas keliatannya sangat keras terhadap narkoba, tapi niatnya demi kebaikan negara dan anak negeri.
Baca juga :
Sekarang Saja, 50 Orang Mati Tiap Hari, Masih Mau Membela Bandar Narkoba?
Ini penyebab Bandar Narkoba Tidak Kapok Walaupun Sudah Dihukum Mati
Narkoba Dalam Penjara, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab??
*****
Apabila kita mengingat lagi, saat ini Indonesia sudah dalam keadaan darurat Narkoba, apakah kita masih mau terus memberi toleransi kepada pengedar dan aparat yang bermain main dengan narkoba?
Apakah, angka pengguna narkoba yang sudah ada sekarang masih kurang cukup besar? Atau apakah, angka kematian akibat penyalahgunaan narkoba yang sekarang masih kurang banyak?
Sekali lagi, usulan Buwas ini tentu akan mendapat tentangan keras dari para pegiat HAM dan aparat penegak hukum yang biasa bermain curang.
Untuk para pegiat HAM, saya tanyakan sekali lagi, apakah anda pernah melihat orang yang kecanduan narkoba? Jika pernah, bagaimana kalau hal itu terjadi pada keluarga, saudara, teman, maupun kerabat anda? Apakah anda akan tetap mau membela para pengedar dan bandar narkoba?
Benar, bahwa hukuman mati tidak terbukti memberi efek jera bagi para Bandar Narkoba, tapi menghukum mati para Bandar Narkoba sudah terbukti mengurangi Bandar Narkoba dan memutus mata rantainya.
Kalau para pegiat HAM menentang hukuman mati kepada Bandar Narkoba, coba tolong beri solusi bagaimana caranya memberi efek jera kepada Bandar Narkoba. Apakah dengan cara menghukum seumur hidup dan membiarkan mereka membangun Istana Narkoba di dalam Lapas? Atau para pegiat HAM ingin mengawasi mereka seumur hidup?
Selagi masih banyak para penegak hukum dan pegawas Lapas yang mudah terpengaruh dengan iming iming uang dan kesenangan, maka hukuman mati jelas sangat dibutuhkan.
*****
Semua pemakai narkoba awalnya hanya mencoba saja, meski mereka sadar bahwa efek narkoba bisa membuat kecanduan, tapi ada berjuta alasan yang digunakan sebagai alat pembenaran untuk mereka mencobanya.
Kalau saja pemakai narkoba langsung meninggal setelah 10 kali memakai, itu bisa dianggap sebagai resiko sipemakai sendiri. Dan “mungkin saja tidak akan terlalu” menyengsarakan pihak keluarga.
Cobalah lihat dengan mata kepala kita sendiri, betapa sengsaranya pecandu narkoba dan keluarganya. Pecandu narkoba bukan hanya rusak secara fisik saja tapi juga pikiran, naluri dan akal sehatnya pun sudah tidak ada lagi.
Bukan hanya pecandunya saja yang mengalami sengsara secara fisik dan psikis tapi keluarga berikut harta bendanya pun bisa hilang dalam sekejab.
Usulan Buwas memang keliatannya susah untuk diterapkan tapi bukan tidak mungkin, asalkan ada kesadaran dan satu keyakinan dari semua pihak bahwa Narkoba adalah musuh nomor satu yang harus kita lawan bersama sama.
Saya berharap, pemerintah harusnya bisa lebih mengerti tentang masalah ini dan mau memfasilitasi apa yang menjadi wacana Buwas untuk bisa menempatkan pengedar, pecandu narkoba dan tempat rehabilitasi di salah satu pulau.
Semoga saja Buwas tidak sekedar berwacana atau berkoar koar doang, tapi berani memberi gebrakan nyata kepada Bandar Narkoba. Supaya bisa membuktikan bahwa ia telah bekerja dengan baik dan benar. Kita lihat saja nanti kelanjutannya dan keseriusan Buwas menghajar Bandar Narkoba.
*****
Mengingat betapa pentingnya pencegahan peredaran Narkoba dan kejahatan seksual pada anak, apakah tidak sebaiknya jika, BNN, KPAI bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memberi penyuluhan secara berkala di sekolah?
Kalau perlu, buat aja satu paket kurikulum dan kurangi mata pelajaran yang dirasa kurang begitu dibutuhkan/kurang penting. Supaya anak anak bisa lebih mengerti tentang bahayanya dan bagaimana cara mengatasi peredaran Narkoba dan kejahatan seksual. (bukan dengan cara menggunakan badge di baju saja)
Salam Damai...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H