Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koruptor, Pilkada dan Kita...

29 Juli 2015   23:08 Diperbarui: 11 Agustus 2015   22:46 2426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Silahkan cek atau tanya mbah Gugel dengan kata kunci “Pejabat Korupsi Bansos”. Bisa dilihat begitu banyak pejabat dari ujung Timur sampe ujung Barat negeri ini yang terlibat dana Bantuan Sosial. Dana yang diberikan oleh pemerintah pusat yang sedianya diperuntukan bagi masyarakat miskin di daerahnya sendiri dimakan beramai ramai oleh pejabatnya. Benar benar sudah mati hati nurani para pejabat negeri ini.

Semua orang sudah tahu, bahwa korupsi benar benar sudah menjadi wabah yang mematikan bagi seluruh bangsa. Praktek korupsi bukan hanya terdapat di Indonesia saja, tapi di seluruh dunia ada praktek korupsi. Makanya, walau masyarakat sudah berteriak sekencang apapun korupsi juga tidak mungkin bisa dikikis sampai habis. Apakah dengan begitu kita jadi putus asa berteriak? Oh, jangan sampai itu terjadi. Jadi harus dibalik cara berpikirnya seperti ini, “kita berteriak aja mereka masih korup, bagaimana kalau kita diam aja??

Ada bedanya dengan negara lain yang tidak terus terusan dihebohkan dengan kasus korupsi, karena kasus korupsi yang menggegerkan tak henti hentinya melanda bangsa ini, entah dari pejabat partai, pengacara, pedagang, PNS, sampai pucuk pimpinan suatu daerah. Jadi bisa diartikan negeri ini sudah darurat korupsi.

Yang makin parahnya, para koruptor ini selalu mencuri uang dengan tidak sendirian atau solo karir, tapi berjama’ah alias beramai ramai sehingga uang dimalingnya semakin banyak. Maka tidak heran jika kerugian negara* -yang sebenarnya adalah kerugian rakyat- semakin lama semakin besar. Dan kita –masyarakat- yang mendengarnya semakin terbengong bengong. Koq bisa ya, uang segitu lolos keluar? Terus buat apa ya uang sebanyak itu? Dll dll...

(*Catatan : Sebenarnya kata “kerugian negara” ini bisa mengaburkan pemikiran masyarakat. Karena banyak masyarakat yang tidak merasa langsung rugi, padahal jelas sekali, yang dirugikan oleh koruptor adalah masyakat bukan negara. Dan kata kerugian negara ini untuk selanjutnya, lebih baik diganti dengan kata kerugian rakyat.)

Selain berjama’ah, para maling ini juga semakin lihay dalam membuat jaringan, maka tidak heran jika yang tertangkap aparat semakin bikin kita geleng geleng kepala, karena mereka sudah bisa membuat jaringan sampai ke pucuk penegak hukum yaitu hakim. (artikel terkait)

Bener bener sangat hebat kasus korupsi yang sudah menyeret Gubernur Sumatera ini sebagai tersangka. Coba aja kita lihat kasus ini secara pelan pelan.

Uang yang diambil adalah benar benar murni bantuan untuk masyarakat, dicuri oleh para pejabat daerah, yang melibatkan sampai pucuk pimpinan daerah (Gub Sumatera Utara), yang kemudian dibela oleh kelompok pengacara paling top di negeri ini, dan akhirnya terungkap semua kebobrokannya sampai ke para pemberi keadilan yaitu Hakim PTUN Medan berikut paniteranya. Hebatnya lagi, supaya bisa memuluskan jalan untuk mempengaruhi keputusan hakim, ada indikasi Gubernur Sumatera Utara bekerjasama dengan isterinya. Bertambah heboh lagi karena ternyata itu bukan isteri pertama tapi isteri kedua...Ampun dah.... Lengkap sudah tangkapan KPK kali ini...

Semakin keliatan jelas, kasus korupsi ini sudah melibatkan begitu banyak tokoh terkenal dan bisa menjadi rekor baru koruptor selain rekor dua kali berurutan Gubernur Sumatera Utara yang terlibat korupsi.

***

Pilkada serentak tinggal beberapa bulan lagi dilaksanakan di seluruh Indonesia. Seluruh masyarakat Indonesia nantinya akan mempunyai pemimpin baru. Pada Kompasiana lama, ada kolom yang bisa mempromosikan tulisan kita, yaitu kolom “Featured Article”. Saya sering menempatkan tulisan yang berjudul “Inikah Pemimpin yang Kalian Inginkan? , sebuah tulisan awal saya menulis di Kompasiana ini.

Dari tulisan itu, saya ingin mengingatkan sekali lagi kepada seluruh masyarakat bahwa faktor korupsi di negeri ini bisa terjadi karena kita juga. Kita tidak mau perduli dengan politik, kita tidak mau melihat latar belakang pemimpin yang kita akan pilih, yang penting ada yang kasih uang, sembako atau bantuan yang ga seberapa lainnya, lantas kita bisa mengatakan orang baik dan layak untuk dipilih.

Padahal uang yang diberikan kepada kita –masyarakat- tidak diberikan secara cuma cuma tapi karena mereka punya niat tertentu atau ada udang dibalik batu. Dikemudian hari, si pemberi pasti akan mengambil balik jika sudah terpilih atau harus pulang modal berikut dengan bunga berbunga (seperti web uangteman itu) dengan cara mencuri. Uang yang diambil balik itu adalah sepenuhnya hak kita -rakyat- yang harusnya untuk mensejahterakan kita semua.

(Lihatlah betapa besar kekuasannya Ratu Atut hanya divonis 4 tahun penjara)

Sebenarnya sudah banyak masyarakat kita yang tahu dan mengerti bahwa politik uang atau pemberian uang pada masa kampanye sangat tidak baik. Tapi kemengertian masyarakat kita hanya sebatas pada tidak baik itu saja, jadi belum sepenuhnya tahu akibat dari berbahayanya politik uang untuk bangsa ini. Karena (Maaf) banyak masyarakat yang kurang bisa melihat benang merahnya antara politik uang, korupsi dan kesejahteraan, sehingga, kemelaratan dan kemiskinan -yang masih begitu banyak ada di negeri ini- melulu dipikir karena faktor diri sendiri atau menyalahkan kebijakan pemerintah saja.

Jika saja kesadaran masyarakat kita sudah terbuka –dengan tidak memilih orang (calon pemimpin) yang memberikan sesuatu pada masa kampanye- maka sedikit kemungkinan orang orang curang, licik atau yang berkarakter maling yang bisa memimpin negeri ini. Dan jika daerah sudah mempunyai pemimpin yang baik, maka secara otomatis akan berakibat dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat itu sendiri.

Masih banyak rakyat yang kurang mengerti bahwa uang yang dicuri para pejabat itu adalah haknya yang bisa mensejahterakan hidupnya berikut seluruh keluarganya. (Bisa dilihat disini)

Ini makanya kenapa saya bilang, yang dikorupsi itu bukan uang negara tapi uang rakyat, supaya rakyat bisa ikut merasakan betapa rugi diri sendiri jika memilih pemimpin yang memberikan apa saja pada masa kampanye.

Mumpung sebentar lagi pilkada, kesadaran ini yang harus kita bangkitkan sejak sekarang supaya negeri ini sedikit terbebas dari koruptor.

Jika pada masa kampanye pilkada nanti, anda mengambil uang yang diberikan oleh bakal calon pemimpin maka jangan terheran heran lagi jika nantinya mereka akan mengambil uang anda berikut bunganya.

***

Kita semua bisa mencegah, jangan sampai hal yang seperti ini terjadi di negeri kita tercinta ini...(http://www.kompasiana.com/mikereys/saatnya-koruptor-berpesta_54f34d1f745513942b6c7030)

Masih banyak orang atau kelompok yang masih menyisakan rasa dendam pada kampanye pilpres lalu sehingga cara berpikirnya tidak bisa melihat secara positif segala tindakan atau kebijakan pemerintah. Karena banyak faktor, cara berpikir mereka bisa menyebabkan pikiran kita ikut terpengaruh.

Kita sering terpaku dengan menyalahkan kebijakan pemerintah yang menghapus subsidi karena kita tidak mau mengerti bahwa subsidi itu sebenarnya berniat menghapus praktek korupsi para pejabat.

Kita ikut meyalahkan pemerintah manakala ekonomi sekarang sedang lesu karena kita tidak mau melihat lebih teliti bahwa kelesuan ekonomi disebakan oleh faktor pejabat sekarang sedang "diikat" sehingga tidak bisa belanja jor joran lagi.

Jika saja bangsa ini tidak terus bertikai hanya untuk memperebutkan kekuasaan atau sekedar berdebat pepesan kosong sehingga semua pihak mempunyai tujuan yang sama yaitu mau memajukan anak bangsa atau memakmurkan rakyat, maka saya yakin kita bisa cepat bangkit dan mengejar semua ketertinggaln...

Catatan :

*Pendidikan adalah faktor penting untuk menaikan taraf hidup seseorang tapi akan percuma jika korupsi masih menjadi budaya masyarakat kita. Pendidikan akademi dan pendidikan agama yang tinggi bukan jaminan orang tidak korupsi, karena korupsi tergantung dari diri sendiri, lingkungan kerja, lingkungan pergaulan dan keluarga.

*Koruptor tidak bekerja sendirian, maka untuk memberantasnya kita tidak bisa sendirian tapi perlu kerjasama dari semua pihak dan bisa dimulai dari diri kita sendiri.

*Jangan pernah berhenti berteriak untuk menyuarakan anti pada korupsi dan koruptor karena seharusnya bangsa ini akan sejahtera jika bisa mengikis korupsi.

(gambar dok pri)

Salam Damai...

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun