Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pekerja Anak, Salah Siapa?

5 Juli 2015   22:25 Diperbarui: 5 Juli 2015   22:25 3940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tadinya saya ingin menulis sambungan perbudakan yang kemarin, tapi karena tadi malam saya lihat admin menurunkan artikel tentang “Potret Buram Hubungan Orang Tua Anak “, jadi saya terpikir untuk sekalian menyinggung keduanya. Perbudakan dan Poret Buram Hubungan Orang Tua Anak.

Anak berkewajiban membantu orang tua atau membantu orang tua adalah kewajiban anak.

Kalimat seperti di atas sangat tidak asing ditelinga kita. Tapi, banyak orang tua yang salah persepsi atau salah dalam penerapannya dikehidupan sehari hari, begitu juga dengan sang anak, yang seperti di doktrin dengan kalimat sakti itu. Maka, jadilah kesimpang siuran manakala kita melihat orang tua yang mengharuskan atau memanfaatkan tenaga anaknya untuk bekerja.

Ada banyak kewajiban anak terhadap orang tua, bagi orang yang agama maupun yang tidak beragama. Saya ambil contoh kewajiban anak terhadap orang tua secara global atau universal saja, yaitu menghormati,menghargai, sopan, taat (Menurut perintah atau Patuh) dan membantu orang tua.

Saya menggaris bawahi kalimat taat (Menurut perintah atau Patuh) dan membantu orang tua, karena saya lihat dari situlah yang paling banyak terjadi kesalahan yang disengaja atau secara tidak sengaja.

Dari kalimat “anak harus taat (Menurut perintah atau Patuh) dan membantu orang tua” inilah, maka cara berpikir kita sebagai orang tua, seakan akan mempunyai hak sepenuh untuk memerintahkan apapun terhadap anak anak kita. Bagi sang anak (yang kurang kritis), merasa berkewajiban untuk mentaati semua perintah orang tua tanpa harus bertanya sama sekali.

Begitu juga dengan orang atau tetangga disekitar, merasa tidak berhak, enggan atau menutup mata, manakala terjadi sedikit penyimpangan dalam hubungan orang tua dan anak (salah satu contohnya kasus Engeline, seandainya orang sekitar tidak terlambat bertindak, mau melaporkan perilaku buruk ibu angkatnya pada Engeline, mungkin saja nyawa Engeline bisa diselamatkan).

Stempel sebagai anak DURHAKA akan melekat, manakala ada anak yang tidak patuh kepada orang tuanya. Itu adalah momok yang sangat menakutkan bagi seorang anak.

Sehingga, tidak jarang kalimat “taat (Menurut perintah atau Patuh) kepada orang tua”, akhirnya berubah menjadi kata “TAKUT KEPADA ORANG TUA” padahal itu yang tidak boleh terjadi.

Orang tua harus dipatuhi bukan ditakuti, karena orang tua bukanlah suatu “Monster”.yang harus ditakuti, tapi anak harus menghormati dan menghargai orang tua apapun status sosial dan fisiknya.

Orang tua yang bijak bisa memilih mana yang baik dan mana yang kurang baik, inilah yang harus kita patuhi. Ada juga orang tua yang tidak berpikir panjang lagi dan semena mena dalam memberi perintah kepada anaknya, inilah yang bisa menyebabkan anak TAKUT.

Dari rasa TAKUT itu, lalu orang tua bisa memerintahkan anak dengan semaunya dan anak tidak boleh membantah atau mengeluarkan pendapatnya, harus segera melakukan apapun yang diperintahnya.

Bisa diambil contoh dari kasus Engeline, atau bisa juga dilihat dari beberapa kasus orang tua bejad, yang menjadikan ketakutan anaknya sebagai senjata untuk melampiaskan nafsu binatangnya. Pertama anak harus menurut, karena sudah takut lalu ditambah dengan ancaman, jadi anak semakin takut. Sehingga, ada beberapa kasus pelecehan orang tua terhadap anak kandungnya sendiri bisa berlangsung sampai bertahun tahun.

*****

Sekarang mari kita lihat kalimat “anak berkewajiban membantu orang tua” yang pada akhirnya salah dalam penerapannya.

Saya ambil contoh kasus yang paling banyak terjadi, yaitu faktor ekonomi. Jadi bisa diartikan, anak berkewajiban membantu orang tua ketika orang tua berada dalam kesulitan ekonomi. Sekilas tidak ada yang salah dalam kalimat itu. Koq aneh, apa salahnya sih anak bantu orang tua? Masa ga boleh bantu orang tua, yang sudah merawat dan melahirkan kita? Dan sebagainya dan sebagainya... Pasti seperti itu tanggapan...

Tapi bagaimana jika kita melihat kenyataannya di lapangan ketika orang tua salah menggunakan kalimat sakti itu.

Untuk bisa bertahan hidup, manusia bisa menggunakan segala upaya dan daya. Banyak orang tua yang sudah berusaha semampunya untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya tapi hasilnya tetap saja tidak mencukupi.

Setelah tidak punya upaya lagi, maka sekarang daya yang digunakan.

Ketika orang sudah mengerahkan segala upaya tapi tetap tidak mampu mencukupi, maka secara otomatis orang akan mengerahkan segala daya yang dimiliki, dalam hal ini anaklah yang menjadi korban. Merasa sebagai pemilik anak, lalu orang tua menjadikan anak sebagai alat untuk mencari nafkah guna bisa menambah penghasilan dan bisa mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga.

Apakah itu salah? Jelas salah!! Jikapun ada anak yang ingin membantu bekerja, orang tua tidak serta merta mengiyakan. Harus dilihat dulu bidang pekerjaan apa yang akan dijalani. Apakah berbahaya, apakah menggangu jam belajarnya dlsb. Jika hanya sekedar membantu mengerjakan pekerjaan rumah silahkan, tapi banyak orang tua yang secara sadar atau tidak sadar, sudah memberi beban lebih kepada anak yang masih belum cukup umur atau bahasa jadulnya sudah mengekploitasi anak.

Padahal undang undang tentang perlindungan anak dan undang undang tentang ketenagakerjaan sudah ada untuk membatasi usia pekerja. (bisa dilihat di http://www.depkop.go.id/attachments/article/1465/02.%20UU%20No.%2023%20Tahun%202002%20tentang%20Perlindungan%20Anak.pdf di http://riau.kemenag.go.id/file/dokumen/UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf dan di http://hukumpidana.bphn.go.id/kuhpoutuu/undang-undang-nomor-13-tahun-2003-tentang-ketenagakerjaan/ Pasal 185)

Tapi apa yang terjadi?

Banyak pekerjaan di sektor informal yang diisi oleh anak dibawah umur bahkan anak anak usia dini. Contohnya, pekerja di jermal (tempat yang dibangun untuk menangkap ikan di laut). Pada 16 April tahun 2003, Pemerintah Provinsi Sumatra Utara berhasil menarik dan mencegah sebanyak 1.460 anak untuk bekerja di berbagai jermal di wilayah Pantai Timur, Sumut.

Begitu dahsyatnya berita itu, membuat semua orang terhenyak kaget mendengar kabar dan melihat kenyataan itu.

Kondisi anak anak jermal sungguh memprihatinkan, mereka dipekerjakan dengan jam kerja yang tidak terbatas (bisa sampai 18 jam sehari!), dengan upah yang sangat tidak layak. Bahkan, bukan hanya pekerjaan fisik yang berat saja yang dilakukan oleh anak anak ini, karena sering kali anak anak jermal mendapat pelecehan seksual dari sesama pekerja lainnya yang sudah lebih dewasa

Anak anak dipaksa, terpaksa atau memang kemauan sendiri berada di jermal, untuk bisa membantu orang tua mereka memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Padahal disaat yang sama, anak anak dibelahan dunia lain, sedang asyiknya menikmati masa kecil yang sangat indah dan menyenangkan.

Itu baru dari satu kasus dan satu daerah saja, belum lagi kasus kasus lain yang ada di daerah lainnya lagi.

Contoh lain yang ada di depan mata kepala kita sehari hari, yaitu pemulung. Kenapa kita seperti menutup mata, merendahkan dan tidak merasa kasihan bahkan justru lebih sering kita merasa terganggu jika melihat pemulung? Apa mereka bukan bangsa Indonesia?

Coba lihat disekitar kita, atau kalau mau lebih jelas lagi, datang ke LPA Bantar Gebang, Bekasi. Sekali lagi, di Bekasi!!! Bukan di ujung bumi Nusantara lho, tidak jauh, hanya beberapa kilo meter dari Jakarta Ibukota negeri ini!!!

Berapa banyak anak anak yang terlibat sebagai pekerja (pemulung) di LPA Bantar Gebang. Mereka rela membuang keinginannya bermain dan harus bergelimangan sampah setiap harinya, hanya untuk bisa membantu ekonomi keluarganya saja. Dan masih banyak contoh pekerjaan lainya yang dilakukan oleh anak dibawah umur.

Kita, sebagai orang tua seringkali mempunyai ego yang berlebihan, terlepas dari benar tidaknya, anak harus menurut perintah kita. Jika membantah perintah orang tua si kecil takut distempel sebagai anak DURHAKA. Sehingga tidak punya alasan sedikitpun dan tidak berdaya membantah sepatah katapun.

Oleh sebab itu, kita yang punya pemikiran lebih harusnya sadar, dan mempertimbangkan lebih jauh jika ingin meminta, menyuruh atau memerintahkan anak bekerja mencari nafkah..

Kepada Bapak, Ibu, Oom, Tante, Mas, Mbak dan saudara sekalian, marilah lihat lagi dengan mata kepala dan mata hati, apakah mereka benar benar pantas untuk mencari nafkah???

Biarkan mereka mendapat pendidikan supaya bisa maju, tapi jangan biarkan mereka melakukan pekerjaan orang dewasa. Jangan pernah suruh mereka ikut mencari nafkah, tapi biarkanlah mereka bermain, untuk menikmati masa kanak kanaknya.

*****

Menurut data Kemenaker, di Indonesia ada sekitar 1.760.000 anak yang menjadi pekerja. Daerah yang paling banyak mempekerjakan anak dibawah umur ada di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan. Sedangkan sektor yang paling banyak mempekerjakan anak dibawah umur adalah Pertanian, Perkebunan dan Konstruksi.

Dari tahun 2008 sampai dengan 2014, baru sekitar 63.000 anak yang dikembalikan ke bangku sekolah. Artinya, kurang dari 4% dari total seluruh pekerja anak yang baru bisa ditarik kembali ke bangku sekolah. Sedangkan pada tahun 2015 ini, pemerintah berencana bisa menarik 16.000 anak dari pekerjaannya.

Berita buruknya, dari jumlah 1.760.000 pekerja anak, ada 20,7% yang melakukan pekerjaan buruk seperti tertera dalam Pasal 74 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan: http://hukumpidana.bphn.go.id/kuhpoutuu/undang-undang-nomor-13-tahun-2003-tentang-ketenagakerjaan/

(1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.

(2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

  1. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
  2. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
  3. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau
  4. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.

(3) Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Berita baiknya adalah, pemerintah sudah memasang target tahun 2022, Indonesia bisa terlepas dari pekerja anak. Selain itu, Kemenaker juga memberikan subsidi dana keluarga anak dan pelatihan keterampilan. Tujuannya agar perekonomian keluarga tercukupi sehingga anak-anak tetap bisa sekolah tanpa harus bekerja. ( http://paudni.kemdikbud.go.id/berita/6069.html)

Jika memang terbukti tahun ini dan tahun tahun selanjutnya, pemerintah bisa terus meningkatkan jumlah penarikan anak dari pekerjaannya, berarti sudah ada upaya nyata dari pemerintah dan mudah mudahan kita tidak mudah lagi melihat anak anak yang bekerja.

Catatan :

***Demi menghapus pekerja anak, pemerintah sudah mempunyai program atau rencana kerja, tinggal kita sebagai rakyat atau orang tua, harus ikut serta membantu melancarkan program pemerintah.

***Kunci dari kemajuan suatu bangsa terletak dari pendidikan generasi mudanya (http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/23/15253241/Daoed.Joesoef.Pendidikan.Kunci.Kemajuan.Bangsa). Bagaimana bangsa ini bisa maju jika anak anak kita dibiarkan bekerja tanpa mendapat kesempatan mengeyam bangku sekolah?

*** Hidup adalah pilihan. Sedikit bisa cukup, banyak bisa kurang. Banyak orang yang bukan hidup berkecukupan, mengharuskan anaknya sekolah daripada bekerja, tapi ada banyak artis yang hidupnya bergelimangan harta lebih memlih anak bekerja ketimbang sekolah.

(Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3, Gambar 4 )

Salam Damai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun