Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Perbudakan

3 Juli 2015   13:25 Diperbarui: 3 Juli 2015   13:25 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perang adalah suatu cara yang dipakai manusia untuk menyelesaikan konflik. Perang bisa dilakukan dengan berbagai cara, entah dengan cara kekerasan fisik atau dengan dalam bentuk serangan/teror mental atau secara melakukan tekanan psikologis atau hanya sekedar beradu argumen/urat syaraf saja.

Hanya demi memperebutkan sesuatu atau mempertahankan suatu pendapat, manusia tidak segan-segan melakukan perang. Segelintir orang, mempengaruhi anggota kelompoknya, kawan dan kerabatnya untuk mau membela pendapatnya atau berada diposisi untuk menghadapi kelompok lain yang punya pendapat berbeda. Mereka rela mengorbankan apapun untuk sekedar bisa memenangkan pertarungan itu. Bahkan nyawa yang semata wayang sekalipun, rela mereka korbankan.

Biasanya manusia selalu berhitung ketika ingin melakukan sesuatau, apa untung dan ruginya. Tapi jika emosi/rasa marah sudah tidak terkendali, semua tidak dipikir lagi dengan baik. Itulah kelemahan vital manusia. Tidak akan dipikir lagi, keuntungan apa yang akan didapat jika nyawa cuma satu satunya, sudah pergi meninggalkan jasadnya?

Apakah hanya demi masa depan anak cucunya? Masa depan manusia? Atau masa depan bumi/alam dan semua mahluk hidup?

Bisa dihitung dengan jari, perang yang dilakukan atas nama itu.

Saya ambil contoh perang saudara di Amerika Serikat yang terjadi 154 tahun lalu (1861-1865). Perang yang disebabkan karena satu kelompok tetap ingin mempunyai budak dan satu kelompok lagi tidak ingin ada perbudakan.

“Uncle Tom’s Cabin adalah sebuah novel yang ditulis oleh Harriet Beecher Stowe, yang sudah menggoncang dunia dan bisa mengubah sejarah kehidupan manusia. (bisa dihitung, berapa banyak buku yang bisa mengubah sejarah kehidupan manusia, saking hebatnya, buku ini sampai 2011 lalu, masih juga diterbitkan dan masih bisa dibeli di toko buku!).

Dibalut kisah roman dan sedikit cerita religi, Uncle Tom’s Cabin menggambarkan tentang kehidupan sehari-hari para budak kulit hitam yang mendapat perlakuan kejam dari majikan kulit putih. Buku yang terbitkan pada tahun 1852, telah membuka mata seluruh orang di Amerika dan di Eropa, tentang kenyataan yang terjadi sesungguhnya pada budak budak kulit hitam di Amerika.

Stowe dengan tulisannya juga dianggap sebagai pemicu terjadinya perang saudara di Amerika. "So this is the little lady who started this great war." Begitu cetus Abraham Lincoln ketika bertemu dengan Stowe pada awal masa perang sipil dimulai.”

Perang yang sangat besar karena melibatkan bukan hanya tentara saja tapi sudah melibatkan seluruh rakyat atau orang sipil (karenanya lalu disebut sebagai perang sipil). Mirip dengan perang kemerdekaan, tapi perang ini lebih dahyat dan mengorbankan jutaan warga Amerika Serikat, dari anak anak sampai orang tua.

Perekrutan tentara semaunya, tidak perduli lagi usia, tua muda, bahkan anak-anak belasan tahun, yang penting bisa menenteng senjata, diajak untuk berperang! Anak-anak yang harusnya masih asyik bermain terpaksa harus saling bantai.

Doktrin doktrin dilontarkan untuk mempengaruh pikiran anak anak untuk membunuh siapapun yang menjadi lawan di medan perang.

Maka bisa dibayangkan, betapa mirisnya jika melihat mereka ketika berhadapan dengan para orang dewasa atau orang tua sebagai musuh yang harus dibunuh. Begitu juga dengan orang dewasa atau orang tua ketika harus berhadapan dengan anak anak yang sepantasnya saat itu mendapat bimbingan tapi harus dibunuh.

Banyak film yang sudah dibuat untuk memberi sepintas gambaran tentang kekejaman perang sipil itu. Kejadian yang sudah ratusan tahun itu masih sering dijadikan momen paling penting untukmemperingati hak asasi atau hak dasar seluruh manusia untuk merdeka seutuhnya.

Ketika perang berkobar, bukan hanya kaum laki laki saja yang berperang di medan tempur, tapi perempuan atau keluarga yang ditinggalkan juga punya perang yang lain. Mereka harus bisa mencari nafkah atau mencari cara untuk tetap bisa bertahan hidup.

Bukan kekuatan fisik saja tapi harus juga punya kekuatan mental yang hebat yang sangat diperlukan dalam situasi seperti ini.

Tak pelak lagi, efek dari perang umumnya bisa meninggalkan jejak luka yang sangat dalam, buat semua pihak. Entah itu pihak pemenang maupun pihak yang kalah, kedua belah pihak tetap akan merasakan akibatnya.

Perang sipil di Amerika sudah selelsai. Perang yang telah mengorbankan jutaan manusia tiu telah membawa pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat terutama di Amerika dan di Eropa. Amerika telah menjadi negara yang menentang perbudakan manusia.

Si kecil Harriet Beecher Stowe telah membuka mata banyak orang. Menyadarkan orang bahwa tidak pantas sesama manusia saling memperbudak. Perlahan lahan gaung tulisannya menyebar ke seluruh peloksok bumi dan membawa pengaruh terhadap hak asasi manusia yaitu kemerdekaan.

Sejarah panjang perbudakan yang sudah terjadi sejak zaman dulu kala, perlahan lahan ditentang di seluruh dunia. Hampir seluruh negara di dunia membuat undang undang untuk menghapuskan perbudakan.

Pertanyaannya apakah benar bahwa perbudakan sudah dihapus seluruhnya di muka bumi? Apakah benar Indonesia sudah terlepas dari perbudakan?

Jelas belum! Masih banyak negara di dunia yang melakukan perbudakan terhadap bangsanya sendiri maupun bangsa lain.

Perbudakan masih banyak dilakukan di banyak tempat atau sektor di banyak negara. Terutama di sektor Pertambangan, Industri bahkan Pertanian secara tidak langsung juga termasuk salah satunya.

 

 

Ledakan penduduk menyebabkan jumlah tenaga kerja membludak. Pengangguran terjadi dimana mana, di seluruh dunia. Banyak sektor pekerjaan yang membutuhkan banyak tenaga kerja, tapi pengusaha tidak mau membayar upah dengan pantas.

Sebuah hubungan saling membutuhkan yang sangat ruwet. Jelas, yang kalah pada akhirnya adalah yang miskin. Pekerja harus terus bekerja dengan tidak mendapat hak upah, makan, tinggal dan hak yang sebagai mana mestinya.

Sudah jelas bahwa perbudakan masih saja terjadi dimana mana, bahkan di depan mata kepala kita sendiri! Secara sadar atau tidak sadar kita, masih sering melihat bahkan melakukan sesama manusia seperti layaknya budak. Perbudakan jaman dulu telah berganti kulit menjadi perbudakan modern.

Jika saya berbicara tentang perbudakan secara keseluruhan, tidak akan habis waktu beberapa bulan. Maka dari itu, saya tidak perlu ambil contoh yang aneh aneh, cukup kita lihat di perusahaan yang ada disekitar kita aja deh.

Saat ini, untuk bisa mendapat pekerja, perusahaan lebih banyak mencari tenaga kerja lewat jasa perusahaan outsourching.

(Kenapa saya mengambil contoh perusahaan outsourching dan tenaga kerja kita? Karena perusahaan ini adalah perusahaan yang dilegalkan di Indonesia tapi para pekerja, sampai saat ini belum juga bisa hidup layak. Saya melihat para pekerja di Indonesia semata mata hanya berjuang untuk mempertahankan hidup saja. Mereka tidak mempunyai rumah tinggal yang layak. Tidak mempunyai jaminan kesehatan dari perusahaan yang cukup untuk keluarga dan tidak memiliki dana pensiun untuk masa tuanya. Mereka seperti budak yang tidak punya masa depan cerah buat diri sendiri dan anak anaknya)

Jika di pasar budak, para pemilik menawarkan budaknya untuk diperjualbelikan, pembeli budak bisa memliki budak sebagai sebagai harta benda atau aset yang kemudian bisa diperjual belikan lagi. Beda dengan perusahaan outsourching, yang menyewakan para pekerja di perusahaan. Jika ada perilaku pekerja yang tidak sesuai, perusahaan bisa menukar pekerjanya dengan yang baru.

Sumber pendapatan perusaahaan outsourching (perusahaan jasa yang mensuplay tenaga kerja), berasal dari “penyewaan tenga kerjanya”, mereka mendapatkan uang dari teken kontrak tenaga kerjanya dengan perusahaan yang membutuhkan. Jadi, uang keringat hasil dari tenaga pekerja, sebagian masuk ke kantong pengusaha outsourching.

10% dari gaji pekerja, masuk kedalam rekening pemilik perusahaan outsourching. Memang, dalam ketentuannya, uang 10% itu bukan dari memotong gaji pekerja, tapi bukan sedikit perusahaan outsourching yang memotong gaji pekerjanya dan bukan sedikit perusahaan yang mengutil lebih dari 10% dari gaji.

Jikapun benar perusahaan outsourching mengikuti peraturan (hanya dapat keuntungan dari perusahaan saja), bukankah dengan begitu kita bisa melihat dengan jelas, bahwa sebenarnya perusahaan mampu memberi gaji 10% lebih banyak dari yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Tapi jangan kita balik, bukankah pekerja juga bisa menerima kurang 10% dari gaji yang diberikan perusahaan.

Angka 10% bukanlah sebuah angka yang kecil buat para pekerja. Untuk bisa mendapat kenaikan upah 10% perlu waktu 1 tahun menunggunya (makanya kenapa kenaikan upah seringkali 10% pertahun). Setiap tanggal 1 Mei, beribu ribu pekerja melakukan aksi demo, untuk memperjuangkan upahnya.

(Penguasa yang dulu memilih untuk kabur, berjuta alasan ada saja dibuatnya, untuk menghindari para pekerja, berbeda dengan Jokowi yang krempeng dan Ndeso tapi bernyali singa, berani menghadapi pekerja bahkan mempunyai cara jitu dengan cara mendengarkan keluhan pekerja di Istana Negara. Sungguh sebuah cara sederhana, mudah, yang belum pernah dilakukan oleh semua penguasa yang terdahulu).

Begitu juga perusahaan, walaupun mampu tapi angka 10% upah pekerja bukanlah angka yang kecil, terlebih lagi pada masa sekarang ini. Yang mana harga bahan dasar meningkat, harga listrik naik, maka bukan sedikit perusahaan yang mengurangi tenaga kerja bahkan memilih untuk gulung tikar.

Sebuah dilema bagi pemerintah kita. Disatu sisi, masih banyak pekerja yang diperlakukan belum layak (bisa disebut sebagai budak modern), dan di sisi lain adalah pengusaha yang terancam gulung tikar.

Sedangkan pemerintah, tidak bisa lagi mengandalkan ekspor tenaga kerja keluar negeri, yang mana sering kali terjadi terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan terhadap pekerja kita di luar negeri. Begitu juga pekerja yang ingin bekerja di luar negeri , harus punya modal, entah modah kemampuan atau modal uang. Sedangkan untuk bisa punya modal, tidaklah mudah.

Benar benar bukan sebuah masalah enteng. Mesti ada jalan keluar untuk mengatasi kemelut ini. Pemerintah perlu secepatnya mengambil langkah konkrit dan berani guna membereskan benang kusut ini. Perlu terobosan terobosan baru dan berani untuk mengurai benang kusut ini.

Saya melihat bahwa ada perusahaan yang mengail untung diantara hubungan pekerja dan perusahaan, yaitu perusahaan swasta bernama outsourching.

Bagaimana jika pemerintah berani mengambil alih seluruh perusahaan jasa outsourching? Dengan catatan harus dihitung dengan benar tanpa mengambil harus untung sepeserpun dari hasil keringat pekerja. Biar gampangnya, saya ambil angka tengah aja, yaitu 5% untuk biaya operasional perusahaan pemerintah yang menyalurkan tenaga kerja ini.

Dari situ, akan didapat angka yang bisa memberi keuntungan bagi semua pihak, yaitu pekerja, pengusaha dan pemerintah. Pekerja pasti senang, pengusaha juga, karena mendapat keringanan dan pemerintah bisa sedikit bernafas lega. Sebuah win win solution.

Sekali lagi, perlu langkah berani karena akan menghadapi protes keras dari para pengusaha outsourching (bisa disebut sebagai kepala kuli yang hanya duduk uncang kaki dapet duit)

Tapi langkah itu hanya untuk sementara saja, bukan sebuah langkah untuk jangka panjang. Sedangkan untuk jangka menengah dan jangka panjang, masih banyak yang harus dibenahi. Terutama sektor pendidikan, supaya bangsa ini punya kemampuan di atas rata rata (ini bisa dibahas kemudian).

Negara kita punya lahan yang masih sangat luas dan bisa dibilang terbengkalai. Mengapa rakyat kita masih banyak yang ngangur dan hidup sengsara serba kekurangan? Mengapa tidak dibangun pabrik? Mengapa tidak dibuat sawah atau perkebunan yang bisa menghasilkan buah yang baik dan banyak?

Yang paling penting adalah, pemerintah harus menentukan dulu, negara ini akan menuju kearah mana? Ke negara agraris atau ke negara industri. Satu satu dulu, jangan langsung ingin dua duanya.

Jika pemerintah ingin bangsa ini balik lagi menjadi menjadi agraris. Maka secara otomatis harus memperkuat sektor pertanian dan perkebunan. Ini yang agak ribet, karena pola pikir anak anak usia pekerja, tidak lagi atau sedikit yang berminat untuk menjadi petani. (Walaupun susah tetap ada jalan jika pemerintah ingin menjadikan negara ini menjadi negara agraris. Nanti bisa dibahas di episode selanjutnya)

Pada saat ini pemerintah sedang getol membangun infrastukur supaya lebih mudah, cepat dan efissien. Jadi untuk melengkapi, sekarang perlu adanya pembangunan pabrik untuk industri yang bisa menampung banyak tenaga kerja.

Bangun pabrik di daerah peloksok, tidak perlu takut untuk menebang hutan (tapi ingat, tetap harus diiringi dengan kewajiban untuk menanam pohon). Toh, selama ini yang menikmati rimbunnya hutan hanya segelintir pengusaha illegal logging aja kan? Sekali lagi butuh keberanian dari pemerintah!!!

Untuk pembangunan itu, memang dibutuhkan dana inventasi yang sangat besar. Jika pemerintah tidak mampu membangun sendiri, ajak swasta -yang diutamakan bangsa sendiri- untuk bekerjasama. Tapi, menurut saya, lebih penting jika kita atau pemerintah yang harus berusaha membangun sendiri bukan swasta atau asing.

Saya bukan anti asing tapi kita harus lebih mengutamakan bangsa sendiri. terlebih lagi setelah pemerintah menghajar pengusaha outsouching dan pengusaha illegal logging. Jadi mereka tidak disia siakan tapi mereka dirangkul kembali dan diajak kerjasama.

Jika pemerintah mau semua bisa terlaksana (swasta aja bisa koq, masa pemerintah kalah sama swasta). Dengan sistem managemen terbuka dan bersih, pasti banyak pengusaha yang mau ikut berperan dalam mega proyek ini.

Akan ada banyak keuntungan kalau pemerintah mau membangun perusahaan besar di daerah peloksok.

Saya ga perlu sebut secara detailnya, saya sebut yang mudahnya aja, akan ada pemerataan penduduk dan pembangunan di seluruh Indonesia.

Tap tahun, kita tidak perlu ribut lagi ketika banyak penduduk desa yang hijrah ke ibukota. Ibukota tidak lagi penuh sesak dan kumuh sehingga menjadi bahan cemoohan di luar negeri. Begitu juga dengan orang daerah, tidak ada lagi rasa iri atau cemburu dengan pembangunan di Ibukota.

Pekerja senang karena bisa bekerja dan menghasilkan uang yang cukup. Pemerintah tenang karena tenaga kerja bisa tersalurkan dan angka penggangguran berkurang. Pekerja atau warga negara kita, tidak perlu lagi susah payah mencari makan ke luar negeri.

Saya yakin, jika sudah ada sebuah perusahaan besar dimanapun, tanpa perlu diminta, secara otomatis pengusaha properti, pengusaha makanan dan pengusaha pengusaha lain akan segera berdatangan untuk membangun di daerah tersebut.

Pada akhirnya....

Kota akan segera terbentuk. Roda ekonomi secara otomatis berputar. Rakyat di daerah tersebut secara langsung dan tidak langsung mendapat berkah.

Semakin sedikit orang yang menjerit kelaparan...Semakin sedikit orang yang akan nekad datang ke Jakarta...Semakin sedikit orang yang akan demo di depan Istana setiap 1 Mei...Semakin sedikit orang yang akan bekerja diluar negeri...dan seterusnya dan seterusnya...

Rakyat, pengusaha, pemerintah semuanya bisa tersenyum bahagia...

Dan yang terpenting adalah...

Perdagangan manusia dan Perbudakan di Indonesia secara otomatis semakin menipis...

(Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5)

Salam Damai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun