10% dari gaji pekerja, masuk kedalam rekening pemilik perusahaan outsourching. Memang, dalam ketentuannya, uang 10% itu bukan dari memotong gaji pekerja, tapi bukan sedikit perusahaan outsourching yang memotong gaji pekerjanya dan bukan sedikit perusahaan yang mengutil lebih dari 10% dari gaji.
Jikapun benar perusahaan outsourching mengikuti peraturan (hanya dapat keuntungan dari perusahaan saja), bukankah dengan begitu kita bisa melihat dengan jelas, bahwa sebenarnya perusahaan mampu memberi gaji 10% lebih banyak dari yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Tapi jangan kita balik, bukankah pekerja juga bisa menerima kurang 10% dari gaji yang diberikan perusahaan.
Angka 10% bukanlah sebuah angka yang kecil buat para pekerja. Untuk bisa mendapat kenaikan upah 10% perlu waktu 1 tahun menunggunya (makanya kenapa kenaikan upah seringkali 10% pertahun). Setiap tanggal 1 Mei, beribu ribu pekerja melakukan aksi demo, untuk memperjuangkan upahnya.
(Penguasa yang dulu memilih untuk kabur, berjuta alasan ada saja dibuatnya, untuk menghindari para pekerja, berbeda dengan Jokowi yang krempeng dan Ndeso tapi bernyali singa, berani menghadapi pekerja bahkan mempunyai cara jitu dengan cara mendengarkan keluhan pekerja di Istana Negara. Sungguh sebuah cara sederhana, mudah, yang belum pernah dilakukan oleh semua penguasa yang terdahulu).
Begitu juga perusahaan, walaupun mampu tapi angka 10% upah pekerja bukanlah angka yang kecil, terlebih lagi pada masa sekarang ini. Yang mana harga bahan dasar meningkat, harga listrik naik, maka bukan sedikit perusahaan yang mengurangi tenaga kerja bahkan memilih untuk gulung tikar.
Sebuah dilema bagi pemerintah kita. Disatu sisi, masih banyak pekerja yang diperlakukan belum layak (bisa disebut sebagai budak modern), dan di sisi lain adalah pengusaha yang terancam gulung tikar.
Benar benar bukan sebuah masalah enteng. Mesti ada jalan keluar untuk mengatasi kemelut ini. Pemerintah perlu secepatnya mengambil langkah konkrit dan berani guna membereskan benang kusut ini. Perlu terobosan terobosan baru dan berani untuk mengurai benang kusut ini.
Saya melihat bahwa ada perusahaan yang mengail untung diantara hubungan pekerja dan perusahaan, yaitu perusahaan swasta bernama outsourching.
Bagaimana jika pemerintah berani mengambil alih seluruh perusahaan jasa outsourching? Dengan catatan harus dihitung dengan benar tanpa mengambil harus untung sepeserpun dari hasil keringat pekerja. Biar gampangnya, saya ambil angka tengah aja, yaitu 5% untuk biaya operasional perusahaan pemerintah yang menyalurkan tenaga kerja ini.