[caption id="attachment_393518" align="aligncenter" width="320" caption="tribunnnews.com"][/caption]
Situasi yang berkembang sudah sedemikan rupa dan tidak lagi bisa diprediksi, sejak Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, dilaporkan ke Bareskrim, atas kasus keterangan palsu di persidangan sengketa pilkada di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah 2010.
Berturut turut semua pimpinan KPK, sudah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Tinggal menunggu waktu saja apakah Bareskrim bisa dengan cepat menetapkan semua pimpinan KPK sebagai tersangka.
Jika sampai hal itu terjadi, maka KPK yang selama ini telah terbukti menjadi musuh para koruptor akan lumpuh. Dan runtuhlah cita cita bangsa ini untuk bisa melawan koruptor dan pupus harapan kita untuk menjadi bangsa yang maju.
Suara relawan Jokowi, yang dulu kompak bersatu padu dalam misi mengusung Jokowi sebagai Presiden Indonesia, beberapa hari ini mulai terpecah belah, banyak yang mulai kecewa dan antipati terhadap Presiden Jokowi. Ini yang harus dicegah dan tidak boleh terjadi.
Melihat keadaan seperti itu, maka saya tergerak untuk terus menulis masalah ini selama beberapa hari terakhir ini. Saya hanya ingin mencoba memberi pemikiran yang mungkin sebelumnya tidak terpikir.
*****
Dalam usahanya memenuhi janji pilpres kepada Komjen Pol Budi Gunawan, PDIP dan Partai Nasdem, mati matian memaksakan kehendaknya untuk menjadikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri, namun apa daya, usaha tersebut bisa dijegal oleh ketua KPK Abraham Samad. http://sosbud.kompasiana.com/2015/01/26/masih-berani-melawan-budi-gunawan-719587.html
Kekisruhan antara Polri dan KPK, seperti yang yang saya tulis http://sosbud.kompasiana.com/2015/01/24/save-polri-719070.html tidak akan berakhir sampai dengan dilepaskannya Bambang Widjojanto, dari upaya penahanan oleh Kabareskrim Irjen Pol Budi Waseso. Tapi kekisruhan KPK dan Polri akan terus berlanjut sampai misi balas dendam Polri kepada KPK terbayar tunai...
Karena pada dasarnya Polri, yang telah dikuasai oleh kelompok Budi Gunawan, tidak akan pernah bisa puas sampai tujuan mereka tercapai, yaitu membalas perlakuan KPK yang sudah menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka dan tetap menjadikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Bahkan, setelah DPR menyetujui pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri, ketika itu Presiden Jokowi sudah meminta Komjen Budi Gunawan untuk mundur, namun Budi Gunawan sudah berani menolak permintaan Presiden Jokowi.
PDIP dan Partai Nasdem, harus bertanggung jawab sepenuhnya atas masalah ini. Jadi sebagai masyarakat, jangan sampai kita terbawa arus pemikiran orang orang partai tersebut, yang jelas jelas sudah memaksakan kehendaknya terhadap Presiden Jokowi.
Jangan sampai suara kita terpecah belah, membela sana atau membela sini. Bahkan bukan sedikit dari relawan dan media yang pada pilpres lalu mendukung pasangan Jokowi-JK, sekarang mulai kelihatan kecewa dengan tindakan Presiden Jokowi.
Seharusnya, jika kita mau melihat lebih teliti lagi, kita akan tahu sumber atau akar masalah tersebut.
Bukan dengan cara melihat akibat dari masalah yang telah ditimbulkan, tapi kita harus melihat penyebab semua ini bisa terjadi . Karena, jika kita hanya melihat efek atau akibat dari semua kekisruhan ini, tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah yang sebenarnya.
Dan bukan tidak mungkin, dikemudian hari akan timbul masalah yang sama. Yaitu, hutang janji politik yang harus dibayar oleh PDIP dan Partai Nasdem.
Ada baiknya masyarakat tidak ikut terpancing untuk menyalahkan Presiden Jokowi yang menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri.
Begitu juga media, jangan memberikan asumsi kepada masyarakat seakan akan titik awal kisruh ini terjadi setelah penetapan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai calon Kapolri.
Karena awal mula dari masalah ini bukan dari penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri!!!
Tapi desakan PDIP dan Partai Nasdem kepada Presiden Jokowi untuk bisa memberikan kursi kepada Komjen Pol Budi Gunawan!!! Ini yang harus diluruskan oleh media karena itu adalah akar masalah yang sebenarnya..
*Seorang bijak membuat keputusan sendiri, orang bodoh mengikuti opini publik (-Grantland Rice-)
Harus diingat lagi, bahwa sejak awal pembentukan kabinet, nama Budi Gunawan sudah disodorkan kepada Presiden Jokowi, namun waktu itu Presiden Jokowi memberikan daftar nama calon menteri kepada KPK. Dan KPK mencoret nama Komjen Budi Gunawan dengan stabilo merah karena Budi Gunawan terindikasi menerima gratifikasi. Dengan alasan itu Presiden Jokowi bisa menolak Budi Gunawan.
Jadi, bukan kali ini saja nama Komjen Budi Gunawan diasongkan kepada Presiden Jokowi, dan terbukti Presiden Jokowi telah didesak oleh PDIP dan Partai Nasdem untuk menerima Komjen Pol Budi Gunawan.
Dan itu berarti dua kali sudah Komjen Pol Budi Gunawan dijegal oleh KPK dalam tempo yang berdekatan.
Mengapa Presiden Jokowi tidak menolak dengan tegas permintaan PDIP dan Partai Nasdem? Ini adalah pertanyaan yang paling sering diucapkan oleh relawan...
Bagaimana mungkin Presiden Jokowi bisa dengan tegas menolak untuk kedua kalinya, permintaan PDIP dan Partai Nasdem yang notabene telah membawanya menjadi orang No 1 di negeri ini?
Benar, saat ini Jokowi adalah Presiden Indonesia, yang berarti Presiden Rakyat Indonesia. Jokowi bukanlah Presiden dari PDIP maupun Partai Nasdem, tapi apakah kita lupa, bahwa seorang Presiden atau pemerintah sangat butuh dukungan dari parlemen, terlebih partai koalisinya sendiri!!!
Sadar ga sih, kalau pemerintah itu sangat bergantung pada parlemen? Jadi, suka tidak suka, senang tidak senang, kita semua masih tergantung oleh parlemen.
Karena, jika saja Presiden Jokowi berani melakukan tindakan tegas, menolak Komjen Pol Budi Gunawan secara terang terangan, dan berusaha melepaskan diri cengkraman PDIP dan Partai Nasdem. Itu akan membuat PDIP dan Partai Nasdem marah besar.
Dan bisa dipastikan semua program kerjanya berantakan, karena tidak didukung oleh anggaran dan pembantu yang loyal. Akibatnya yang menanggung adalah rakyat sendiri .
Bahkan, bukan hanya program kerja saja yang akan berantakan, tapi jika presiden tidak mendapat dukungan sama sekali di parlemen, bisa dipastikan pemerintahan Jokowi-JK, tinggal menghitung hari dan menunggu waktu yang tepat untuk digulingkan.
Itulah yang dipikirkan oleh seorang Jokowi dalam permasalahan ini. Begitu banyak masalah dan begitu banyak kepentingan yang sedang bermain. Dan Jokowi harus mencari jalan keluar yang terbaik untuk semua pihak, tanpa harus mengorbankan lebih banyak bidaknya lagi.
Mengapa Presiden Jokowi tidak melakukan tindakan seperti yang dilakukan oleh mantan Wakil Gubernur Ahok yang mengundurkan diri dari partai?
Karena, rencana kerja Ahok sudah berjalan lebih dari satu tahun dan walaupun Ahok mundur dari dari Gerindra, tapi Ahok masih ada partai yang mendukungnya yaitu PDIP.
Jadi, kita harus bisa memahami situasi sulit yang dialami oleh Presiden Jokowi, jangan karena itu, kita lalu menyebut Presiden Jokowi hanya seorang petugas partai atau Presiden Boneka yang hanya menuruti kehendak Megawati saja.
Karena begitu banyak dilema yang sedang dihadapi Presiden Jokowi, dan itu baru menghadapi koalisinya sendiri, belum lagi jika kubu oposisi ikut memperkeruh masalah ini. Indikasi kearah itu sudah dimulai ketika Nurul Arifin dan Tantowi Yahya mulai ikutan ngoceh
Situasi yang tenang hari hari ini, disebabkan karena Presiden Jokowi telah mengambil keputusan yang tepat dengan membentuk Tim Independen.
Karena dengan cara begitu, bisa menambah waktu Presiden Jokowi untuk berpikir dan menimbang keputusan apa yang paling tepat untuk dilakukan.
Dengan harap cemas, kita semua masih menunggu apa yang akan direkomendasikan atau yang dihasilkan oleh Tim Independen, namun bukan tidak mungkin apa yang direkomendasikan oleh Tim Independen nanti, tidak akan digunakan oleh Presiden Jokowi.
Bukan tidak mungkin, apa yang diputuskan oleh Presiden Jokowi nanti tidak bisa memuaskan semua pihak terutama rakyat. Dan kita harus siap dengan keadaan itu.
*****
Nasi belum menjadi bubur, masih banyak yang jalan yang bisa ditempuh. Walaupun suara rakyat sekarang sudah mulai terbelah, namun masih bisa dipersatukan, jika masyarakat mempunyai pemikiran yang sama dan tidak tergiur untuk ikut mengambil kesempatan dalam kesempitan. Karena, sudah banyak terlihat kelompok masyarakat, yang menjadikan situasi ini sebagai alat untuk bisa ikut meraih keuntungan.
-Apakah, sudah dipikir dan dihitung ulang, keuntungan yang didapat dari hasil mengail di air keruh itu sudah sesuai dengan resikonya?
-Apakah sudah dipikir lagi segala efeknya, jika terus terjadi benturan antara Polri dan KPK???
-Apakah bisa dieliminir sampai dengan Polri dan KPK saja kekisruhan ini dan tidak melebar kemana mana???
Sudah benar tindakan Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang mau mengirim pasukannya untuk menjaga gedung KPK dari serbuan Polisi.
Karena, jika Panglima TNI Jenderal Moeldoko tidak mengirim pasukannya dan Polisi datang dengan alasan untuk menggeledah gedung KPK, bisa dipastikan akan terjadi hal yang lebih parah.
Kekisruhan ini telah membawa korban dan pasti korban akan bertambah lagi. Tapi, sebisa mungkin korban dibuat seminimal mungkin, jangan sampai merembet ke pihak lain atau ke masyarakat.
Megawati sudah seharusnya mengevaluasi lagi cara kerja orang orangnya, karena bukan tidak mungkin tahun ini juga, PDIP akan terbelah. Indikasi kearah itu sudah terlihat, sejak Hasto yang mengatas namakan dirinya sendiri memaparkan kepada media, perihal pertemuan elite PDIP dan Abraham Samad.
Tapi mengapa PDIP malah ikut mendukung memberikan data kepada Hasto?
Jika Megawati tidak segera memperbaiki situasi ini dan tetap ngotot tidak mau menarik dukungannya kepada Komjen Budi Gunawan maka Megawati bisa disebut sebagai pendiri PDIP sekaligus penghancur PDIP...
[caption id="attachment_393520" align="aligncenter" width="420" caption="photobucket.com"]
Catatan :
**Budi Gunawan baru menjadi calon Kapolri saja sudah berani membantah Presiden Jokowi, bagaimana jika nanti sudah menjadi Kapolri?
**Presiden Jokowi baru menghadapi koalisinya sendiri saja sudah dibuat pusing, bagaimana nanti menghadapi kubu KMP?
***Untuk para relawan dan pegiat anti korupsi...
-Dulu, ketika membantu pasangan Jokowi-JK untuk menghadapi kekuatan yang jauh lebih besar, walau dengan bersusah payah, tapi kita semua mampu membuat hal yang bisa dibilang mustahil menjadi kenyataan.
-Jika kita masih yakin dengan kepemimpinan Presiden Jokowi dan masih mendukungnya, maka sebaiknya kita harus tetap bersatu padu seperti masa kampanye lalu, karena saya yakin kekuatan relawan mampu memberikan tekanan kepada parpol...
-Hanya tulisan yang bisa kuberikan untuk bangsa ini, supaya tetap bersatu dan terbebas dari korupsi.
-Perjuangan belum selesai kawan, teruslah berjuang, berjuang dan berjuang...
Lawan, lawan dan lawan para koruptor...
Salam Damai....
*Ketika Presiden Jokowi memihak KPK maka akan berhadapan dengan birokrasi (Koruptor), namun jika Presiden Jokowi berpihak kepada polisi, maka akan berhadapan dengan pegiat anti korupsi dan rakyat.
(Mantan Ketua KPK, Taufiqurrahman Ruki)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H