Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tontonan Khusus untuk Dewasa!

11 Februari 2015   13:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:27 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Maaf, video ini hanya untuk dewasa. Jika Anda masih di bawah umur dan belum dewasa segera tinggalkan tulisan ini sekarang juga!

Sekali lagi dunia pendidikan kita diwarnai oleh aksi kekerasan pada anak. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di Sekolah Dasar Bukit Tinggi, kali ini diduga terjadi di Banjarmasin.

Video berdurasi 3.49 ini menampilkan aksi beberapa orang anak ketika mem-bully seorang anak perempuan.

Sangat miris, ketika para orang tua mempercayakan sang buah hati pada sekolah untuk mendapat pendidikan tapi malah mendapati anak pulang dengan air mata bercucuran.

Betapa kita para orang tua tidak merasa sedih, manakala melihat anak pulang dengan baju dekil, rambut berantakan dan pipi penuh dengan warna merah bercampur kebiruan bekas pukulan.

Bahkan tidak jarang orang tua mendapat kabar buruk, berita duka cita mengenai anaknya yang terlibat dalam tawuran. (ihh...amit amit)

Saya tidak pernah ingin menyalahkan siapa pun dalam hal ini, karena masalah kekerasan anak bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Karena saya melihat masalah ini begitu kompleks dan rumit sehingga perlu semua pihak untuk introspeksi diri.

Sudah sering kali kekerasan terhadap anak terjadi, para pakar pendidikan lebih mencari kambing hitam dengan menyalahkan tontonan dan bacaan yang sering dikonsumsi oleh anak. Begitu juga ada yang sering menyalahkan cara atau sistem pendidikan kita yang kurang pengawasan. Bahkan ada juga yang menyalahkan keduanya...

Manusia mempunyai sifat dasar sebagai peniru, jadi sejak kecil anak cenderung meniru apa yang dilihat dan apa yang didengar. Ketika anak berkembang dalam sebuah lingkungan yang penuh dengan kedamaian, tanpa pernah terjadi konflik, maka "otomatis" membuat sang anak cenderung untuk menghindari konflik.

Tapi, apakah dengan begitu sang anak tidak bisa, tidak pernah, atau tidak mau melakukan kekerasan? Jangan pernah berpikir bahwa seorang anak tidak bisa melakukan kekerasan walaupun hidup dalam ruang lingkup yang penuh kedamaian. Karena, ada sifat dasar dalam tubuh manusia, yang melebihi makhluk apa pun di dunia ini,  yaitu kesombongan, keserakahan, ketamakan, iri dan dengki dan masih banyak lagi.

Dari sifat sifat itulah maka akan timbul sebuah tindak kekerasan. Jika ada salah satu dari sifat itu keluar maka otomatis mempunyai efek domino terhadap yang lainnya. Ketika rasa sombong, tamak, serakah, dan iri, dengki dan lainnya keluar maka akan jadi pemicu untuk melakukan kekerasan.

Bagaimana caranya kita menghilangkan semua sifat itu dari dalam seorang anak yang masih terus berkembang dan bertumbuh?

Sampai saat ini saya belum pernah tau ada metode atau pengajaran yang bisa menghilangkan semua sifat itu, pelajaran yang ada cuma untuk bisa menahan dan meredam saja. Jadi sewaktu waktu tetap masih bisa keluar.

Begitu juga ketika anak sudah tumbuh menjadi semakin besar.

Jangan heran manakala mendapati seorang anak yang sedari kecil terlihat sangat baik dan patuh, tetapi setelah bertambah usia menjadi seorang pemberontak.

Jangan heran melihat seorang anak yang sejak kecil tumbuh di lingkuangan religi tetapi setelah dewasa menjadi penjahat kelamin dan korup.

Begitu juga sebaliknya, jangan bingung jika kita melihat anak yang sedari kecil sangat nakal, tetapi setelah dewasa menjadi anak yang sangat baik, penolong bahkan religius.

Jangan pernah merasa aneh ketika melihat seorang anak yang dibesarkan di daerah kumuh yang penuh dengan kekerasan tetapi ketika dewasa menjadi orang yang ramah dan murah hati...

Itu semua bukan dari pendidikan maupun lingkungan semata, tapi yang terbesar justru dari dalam diri anak itu sendiri. Kesadaran untuk berbuat sesuatu terletak dari anak sendiri.

Awalnya memang seorang anak mau meniru dari apa yang dilihat dan didengar, tetapi semua bisa berubah seiring dari berkembangnya otak dan cara berpikirnya.

Kembali pada kasus kekerasan anak yang terjadi dalam video tersebut, saya berpendapat sebaiknya jangan lagi mencari kambing hitam apalagi menyalahkan sekolah, pendidik dan juga anak yang melakukan. Begitu juga jangan menyalahkan tontonan, buku, keluarga dan lingkungan rumah tempat tinggal. Karena semuanya punya pengaruh pada diri seorang anak.

Tidak mungkin ada pendidik atau sekolah yang mau anak didiknya berbuat seperti itu. Tidak mau ada pihak sekolah yang menginginkan sesuatu yang bisa mencoreng nama baik sekolahnya, tidak mungkin sebuah tontonan dibuat untuk bisa mengakibatkan kekerasan dan seterusnya, dan seterusnya...

Masih ingat nasehat orang tua, masalah anak jangan terlalu dibesar-besarkan. Maksudnya, jika ada pertengkaran atau anak berkelahi, sebaiknya orang tua jangan ikutan berantem. Karena setelah itu, sebentar anak-anak juga akan baik lagi sedangkan orang tua kalau pas-pasan masih saling melotot. Bahkan tidak jarang ada yang berakhir dengan tragis, yang satu masuk ke penjara yang satunya berakhir di pemakaman!

Sekali lagi, kekerasan bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Dan ingat, pelakunya bisa siapa saja bahkan kita sebagai orang tua sekalipun bisa menjadi pelakunya.

Maka sebaiknya marilah semua pihak duduk bersama, diskusi dengan hati tenang mencari jalan keluar yang terbaik buat buah hati kita tanpa harus saling tuding kesana kemari...

Patut diingat, bawa serta anak anak dalam diskusi dan pertemuan itu, sehingga mereka bisa paham bahwa apa yang sudah dilakukan akan mengakibatkan banyak pihak menjadi repot dan susah...

Salam Damai....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun