Mohon tunggu...
Mikaila Ramadhany
Mikaila Ramadhany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Muhammadiyah Jakarta

Social phenomenon is my to go interest

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Media Sosial, Gen Z dan Mental Illness

10 Juli 2023   04:15 Diperbarui: 10 Juli 2023   06:28 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Wyron A on Unsplash   

Terdapat banyak faktor dibalik meningkatknya masalah mental pada Gen Z, mulai dari lingkungan akademik dan pekerjaan yang lebih kompetitif karena cepat berkembang membuat Gen Z tidak bisa lengah apabila tidak ingin tertinggal. Tingginya fenomena mental health yang dialami oleh Generasi Z dapat disebabkan oleh lamanya waktu yang dihabiskan untuk berselancar di media sosial, khususnya pada TikTok. 

Melihat bahwa TikTok memiliki sistem algoritma yang bisa secara cepat membaca interest pengguna secara real time dan berganti lagi dalam beberapa waktu, membuat banyak Generasi Z yang menggunakan TikTok sebagai alat untuk menghabiskan waktunya. Semakin lama manusia terpapar konten yang terdapat di media sosial, semakin jauh mereka dari dunia nyata.

Sikap adiktif yang timbul dari penggunaan media sosial yang eksesif merupakan bentuk dari efek biologis manusia yang mana dalam penggunaannya dapat meningkatkan hormon kebahagiaan yang berada di otak atau dopamine. Hal ini membuat pengguna menjadi candu karena ingin terus untuk mendapatkan sensasi kebahagiaan yang dirasakan sebagai jalan keluar untuk menghindari permasalahan yang sebenarnya (Macit et al., 2018). 

Dopamine merupakam hormon yang biasa dikaitkan dengan sensasi menyenangkan, bersamaan dengan serotonin, hormon yang berperan penting dalam memperbaiki suasana hati. Dopamine dan serotonin adalah tujuan untuk pengguna dapatkan ketika menggunakan sosial media. 

Namun, semua itu hanyalah sebuah ilusi atau bersifat sementara (Burhan & Jalal Moradzadeh, 2020). Hal ini menjadi sebuah boomerang karena tingkat kecemasan itu sendiri akan naik lagi apabila pengguna berhenti menggunakan media sosial TikTok untuk sejenak—maka terjadinya penggunaan media sosial secara terus-menerus. Karena untuk mendapatkan hasil yang lebih permanen, dopamin dan serotonin perlu diupayakan melalui kegiatan yang menjaga pola hidup seperti berolahraga dan mengonsumsi makanan sehat.

Jika dilihat dari aspek fungsinya, TikTok merupakan sebuah media yang sangat bermanfaat karena memiliki berbagai jenis informasi. Apabila pengguna—khususnya Gen Z mengupayakan self-control yang baik dan dapat memaksimalkan kegunaannya, TikTok dapat menjadi sebuah media untuk membantu produktivitasnya, bukan sebaliknya. 

Terlepas dari peran TikTok dan kalangan Gen Z, pengaruh media sosial terhadap kehidupan masyarakat secara umum memang sudah saatnya lebih diperhatikan dari aspek kuantitas penggunaannya. Sebab, mental illness tidak hanya terjadi pada Gen Z (Bestari, 2023) dan tidak hanya dipicu oleh media sosial saja, tetapi bisa terjadi pada siapapun dan dipicu oleh media apapun.

References

Bestari, N. P. (2023). Medsos Ganggu Mental Gen Z, Warga RI Termasuk Parah. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/tech/20230502092825-37-433615/medsos-ganggu-mental-gen-z-warga-ri-termasuk-parah

Burhan, R., & Jalal Moradzadeh,  and. (2020). Neurotransmitter Dopamine (DA) and its Role in the Development of Social Media Addiction. Journal of Neurology & Neurophysiology, 2020(7), 507.

Howe, S. (2023). Social Media Statistics for Indonesia [Updated 2023]. Meltwater. https://www.meltwater.com/en/blog/social-media-statistics-indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun