Tangerang Selatan -- Sejak 2020, manusia mulai lebih bergantung pada teknologi untuk melakukan aktivitas karena adanya lockdown ketika pandemi COVID-19 terjadi. Kegiatan dan rutinitas manusia terganggu karena tidak bisa keluar rumah sehingga diharuskan untuk beradaptasi. Sebagai contoh, karena adanya keterbatasan ruang, manusia beradaptasi untuk tetap melakukan pertemuan yang biasanya dilakukan secara tatap muka, melalui media digital seperti Zoom Meeting dan Google Meet.Â
 Hal ini memicu ketergantungan masyarakat dan masih berkelanjutan hingga pada masa new normal, terutama di bidang sosial dan bisnis. Tingkat penggunaan teknologi yang tinggi pun akhirnya melahirkan beragam jenis teknologi baru, salah satunya adalah AI atau Artificial Intelligence. AI adalah teknologi baru yang digunakan untuk meniru perilaku manusia atau, dan sama seperti namanya, teknologi ini disebut sebagai kecerdasan buatan.
Seiring dengan kemajuan teknologi, saat ini masyarakat hampir di seluruh dunia sudah pernah atau bahkan telah bergantung sepenuhnya dengan AI, termasuk di Indonesia. Salah satu jenis AI seperti Siri dan Alexa, merupakan technology assistance yang dibuat untuk membantu manusia di kehidupan sehari-hari ketika menggunakan smartgadget.Â
Begitupun dengan jenis E-Money atau uang elektronik berupa kartu yang kini aktif digunakan pada berbagai fasilitas umum di Indonesia, khususnya di kota besar seperti Jakarta. Beberapa jenis AIÂ tersebut telah cukup populer di Indonesia dan sudah mulai banyak digunakan dalam keseharian. Kepopuleran AIÂ di Indonesia ini didukung oleh beberapa hal yang menjadi faktor utama maraknya penyebaran AIÂ di Indonesia, antara lain aksesibilitas dan tingkat penggunaan internet pada masyarakat yang tinggi (Alyoshina, 2019).
Kegiatan masyarakat yang telah menggunakan teknologi AI beberapa diantaranya adalah smartphones, keamanan dan pengawasan, social media, navigasi, smarthome, dan e-commerce. E-commerce atau perdagangan elektronik kini sudah semakin familiar di masyarakat karena dampaknya yang telah mempermudah konsumen dalam berbelanja. Berbelanja online sudah menjadi pilihan utama mayoritas masyarakat saat ini dikarenakan konsumen tidak perlu lagi untuk pergi ke pusat perbelanjaan, atau setidaknya lebih meminimalisir effort mereka dalam berbelanja.Â
Bahkan, sekarang kita bisa memesan hal-hal sepele yang tersedia di convenience store terdekat hanya dengan menggunakan jasa layanan ojek online yang sudah tidak asing lagi. Adapun kita pergi ke pusat perbelanjaan, sudah banyak dari tempat perbelanjaan yang menggunakan metode pembayaran cashless, atau tidak menggunakan uang tunai. Sebagai gantinya, kita dapat membayar menggunakan QRIS serta platform-platform media pembayaran lainnya.
Selain dalam bidang e-commerce, teknologi AIÂ ini juga tersedia dalam bidang keamanan dan pengawasan, yaitu dengan diberlakukannya E-Tilang sejak 22 September 2022 lalu. Dimana polisi lalu lintas tidak perlu memberhentikan pengendara yang melanggar peraturan lalu lintas, melainkan berganti dengan kamera yang memiliki teknologi pintar sebagai sensor anomali yang kemudian mencatat nomor kendaraan secara otomatis dari pelanggaran tersebut. Tentunya dengan adanya E-Tilang ini, penegakkan peraturan lalu lintas menjadi lebih efisien karena pelanggar tidak dapat bersembunyi dari kamera, sekaligus menertibkan dan meminimalisir terjadinya aktivitas suap terhadap petugas.
Dengan adanya teknologi AI, kita juga dapat dengan mudah untuk bersosialisasi di dunia digital, seperti pada media sosial. Teknologi AI berguna sebagai pengatur dalam proses synchronize data pengguna media sosial hingga terciptalah sebuah algoritma, yang nantinya algoritma tersebut bekerja sesuai dengan interest pengguna. Contohnya pada pertama kali pembuatan akun Twitter, aplikasi akan bertanya kepada pengguna mengenai topik-topik yang disukai/diminati. Setelah pengguna mengisi data tersebut, pada aplikasi akan bermunculan unggahan-unggahan dengan topik yang sesuai pilihan.
Melihat beberapa kasus diatas, hal ini telah memunculkan asumsi atas ancaman hilangnya pekerjaan yang dapat tergantikan oleh canggihnya teknologi AI. Namun, apabila dianalisis kembali, pekerjaan-pekerjaan yang berpotensi tergantikan hanya jenis pekerjaan yang memiliki suatu rutinitas dan polanya dapat terbaca oleh teknologi serta tidak memerlukan adanya spesialisasi (Tiwari, 2023).Â
Situasi tersebut menandakan bahwa dengan adanya pengalihan pekerjaan yang diambil oleh teknologi, pekerja harus lebih meningkatkan atau mempelajari keterampilan baru agar tetap memiliki pekerjaan, yang tentunya secara terselubung merupakan dampak positif karena sudah sebaiknya kita peduli dan berupaya untuk terus melakukan self-development atau pengembangan diri.