Dapat disimpulkan bahwa penyebab polarisasi di masyarakat yang terjadi akibat proses persaingan tidak sehat antar pihak yang bertanding dalam pemilu, yang cenderung menggunakan cara black campaign dan negative campaign, strategi politik identitas dan paham sektarian sehingga menimbulkan kebencian antarwarga masyarakat yang berbeda pilihan.
3. Mencegah dan Menanggulangi Dampak Polarisasi Pasca Pemilu
Kecenderungan adanya politik identitas di masyarakat ini dipelihara oleh beberapa elite politik dan tokoh masyarakat tertentu dengan tujuan membentuk basis pemilih yang militan, sehingga cukup langgeng bersirkulasi di masyarakat. Untungnya, saat ini belum terlambat untuk mengurangi atau menghapus kecenderungan tersebut, namun dibutuhkan sekali usaha bersama dari masyarakat, tokoh agama, politik, dan pemerintah untuk menyatukan kembali masyarakat yang telah terpecah akibat pemilu.
Menurut sosiolog dari Universitas Brawijaya, I Wayan Suyadnya, elite politik perlu berpolitik dan bersaing secara sehat dan dewasa untuk mencontohkan kepada pendukung agar tidak bersifat ekstrim, fanatik, dan membenci pihak yang berseberangan. Elite politik dan tokoh masyarakat perlu memberikan pendidikan demokrasi yang baik dan benar kepada masyarakat umum, sebagai calon wakil rakyat, calon pemimpin dan penyelenggara negara. Jika orang-orang yang didukung mampu memberikan teladan baik dalam bersaing kepada masyarakat umum, masyarakat akan dapat mencontoh dan mengikuti hal-hal baik sehingga meminimalisir terjadinya konflik dan keretakan sosial di masyarakat.
Perlu juga dilakukan tindakan baik oleh pemerintah melalui aparat penegak hukum, klarifikasi dari elite politik dan tokoh masyarakat lain, maupun insiatif mandiri dari anggota masyarakat secara pribadi, ataupun melalui organisasi masyarakat tertentu untuk membendung sirkulasi berita hoax dan pernyataan provokatif di masyarakat. Pemerintah dapat mengeluarkan aturan yang lebih tegas bagi penyebar berita hoax dan provokasi sehingga dapat melindungi masyarakat dari kelakuan pihak-pihak tidak bertanggungjawab tersebut, dan memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang melakukan.Â
Pemerintah, elite partai politik dan tokoh masyarakat juga dapat memberikan pernyataan klarifikasi dan pernyataan lain untuk mendinginkan suasana agar meredakan isu negatif dan provokatif yang ada di masyarakat, serta rekonsiliasi nasional pasca pemilu. Seperti contoh, pernyataan Ibu Negara, Iriana pada saat acara perayaan Hari Kartini dan Sewindu Himpunan Ratna Busana (HRB) di House of Danar Hadi, Solo, Jawa Tengah, Minggu 21 April 2019 bahwa seusai pemilu tidak usah ada lagi perbedaan 01 dan 02, yang ada 01 ditambah 02 sama dengan 03, yaitu sila ketiga persatuan Indonesia.Â
Untuk masyarakat, secara pribadi dapat membantu meningkatkan awareness atau kewaspadaan terhadap berita hoax dan hal sejenisnya lewat kampanye di media sosial dan di tempat umum, atau menyampaikan pendapat melalui forum-forum masyarakat di tempat diskusi umum maupun media sosial, serta juga dengan membentuk organisasi-organisasi yang aktif dalam mendinginkan suasana politik yang panas dengan berkampanye secara positif yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.
Yang terakhir, dalam mencegah dan menanggulangi dampak negatif ini yaitu dalam pendidikan masyarakat agar mampu berpikir kritis dan rasional dalam menyikapi berita dan pernyataan serta tindakan provokatif yang ada sehingga tidak mudah membenci pihak lain serta mampu mendukung rekonsiliasi nasional untuk menyatukan kembali masyarakat setelah pemilu.
Tidaklah terlambat bagi masyarakat Indonesia sekarang untuk berdamai, bersatu kembali setelah pemilu untuk bersama-sama memajukan bangsa.
BAB III
PENUTUP