Gadis itu memandangku seakan curiga bahwa aku seorang yang kriminal atau penjahat yang berusaha mencuri ATM orang lain, untuk memecahkan ketegangan itu, aku langsung menunjukan identitasku, kartu ATM yang tertera namaku dan buku tabunganku. Gadis itupun menarik nafas lega, sembari dia berkata dengan nada mengejek dan tersenyum kepadaku,”Oh, hampir saja aku melaporkan mas ke pos satpam,” katanya mengejek.
Dia menawarkan diri membantuku untuk mengajari bagaimana caranya menggunakan ATM, mendengar hal itu aku merasa senang sekali dan mengucapkan terimakasih kepadanya.
Awalnya aku memberikan ATMku kepadanya, tapi dia menolak dan berkata, “Jangan! mas sendiri yang buat, aku hanya tuntun saja ya?”. Tahap demi tahap dia dengan sabar menuntunku, kali ini aku tidak merasa malu lagi karena gadis ini membantuku tanpa memandang bahwa diriku ini seorang anak kampung yang gaptek. Setelah melakukan transaksi uangpun aku ambil dari mesin ATM dan membuatku sangat kaget, bahwa aku memang gaptek dan merenung sejenak dan bergumam dalam hati bahwa aku memang sangat tertinggal dan jauh berbeda dengan teman-temanku yang sudah pernah tinggal dikota dan pastinya mereka lebih canggih dariku.
Kami keluar dari mesin ATM, ada lebih dari 5 orang mengantri diluar ruangan ATM dengan wajah kesal lantaran kami yang sejak tadi lama didalam ATM.
“Ah, masa bodoh,” kataku dalam hati. Aku merasa senang karena sudah tahu bagaimana cara menggunakan ATM. Aku beranikan diri untuk berkenalan dengan gadis yang bersedia membantuku itu, “Siapa namamu, kalau boleh saya tau?” tanyaku. “Namaku Rosalina, panggil saja Rosa,” jawabnya.
“Kalau aku Andre,” kataku. Sambil berjalan, aku bertanya banyak hal kepadanya mulai darimana asalnya hingga jurusan apa yang dia ambil di kampus itu. Rupanya kami satu jurusan yaitu Fakultas Ekonomi dan ternyata dia juga mahasiwa baru hanya saja dia anak orang kota berbeda denganku yang hanya seorang anak kampung, dan pastinya dia mengenal banyak tempat dikota dibandingkan aku.
Kamipun sama-sama mendaftarkan diri dan membayar biaya daftar ulang ke loket pendaftaran. Setelah mendafatar, aku memberanikan diri mengajaknya makan dikantin dekat kampus. Tapi, dia menolak dan berkata bahwa dirinya sudah dijemput dari tadi untuk pulang. “Maaf, Andre, aku tidak bisa menemanimu makan soalnya papaku sudah menjemputku diparkiran,” katanya.
Akupun mengangguk memahami dan menawarkan diri mengantarkannya ke tempat parkiran. Sesampainya diparkiran, aku sempat terperanjat karena papanya yang sejak tadi menunggunya ternyata orang kaya. Mobil mewah berwarna hitam legam dan menggkilap itu parkir dengan gagahnya menunggu Rosa.
Dengan perasaan ragu dan sedikit malu aku membungkukkan badan dan berjabat tangan dengan ayahnya Rosa. Rosa memperkenalkanku kepada ayahnya. “Pa, kenalkan ini teman baruku dikampus, kami satu jurusan,” kata Rosa.
Akupun mengulurkan tangan kepada ayah Rosa dan berkata, “Saya Andre Om.” Ayah Rosa dingin dan seolah tak ingin mengenaliku, karena aku telah mengulurkan tangan sehingga iapun terpaksa mengulurkan tangan dan berjabat tangan denganku. Perawakan ayahnya tinggi tegap dan sepertinya dia seorang pengusaha yang sukses. Ia pun berlalu sambil membuka pintu mobilnya dan meninggalkanku yang dari tadi terpaku memandang mobil itu pergi.