Ke-empat, sindiran lucu yang terkadang benar terjadi di kenyataan, terkadang ada keluarga yang masing-masing anggotanya punya nilau buruk seperti seorang bapak kepala daerah yang sudah nyaman dengan segala kemudahan karna lebel jabatannya dan memiliki anak perempuan yang tidak bisa berperilaku dengan baik, tidak dapat menghargai teman sekelasnya hingga di keluarkan dari sekolah. Di sisi lain terdapat atlit pria muda yang memiliki ekonomi rendah sehingga membuatnya mau menikahi anak perempuan dari kepala daerah tersebut. Terlihat pernikahan ini seperti pelarian bagi perempuan dan keuntungan bagi si pria.Â
Jika dikaitkan dengan film Ngenest, sebenarnya tidak secara langsung Ernest menikahi Meira ingin mendapatkan keuntungan yaitu Ernest ingin memutus rantai keturunan cina dengan menikahi pribumi agar tidak mendapat bully dari siapapun.Â
Terkait dengan film, hal semacam politik ini tidak ada dalam cerita namun konflik budaya ada. Masing-masing orang tua mereka tidak memaksakan anak mereka untuk menikahi orang lain demi kepentingan politik. Konflik budaya yang terlihat adalah saat pesta pernikahan. Ernest yang tidak ingin adanya MC yang bernyanyi dengan bahasa mandarin dan orang tuanya yang memaksakan harus menggunakan MC berbahasa mandarin.
Berdasarkan film Ngenest, Meira melakukan berbagai cara untuk mendapatkan dirinya hamil dan memiliki anak yaitu kebahagiaannya mulai dari sabar, sindiran kalimat kecil, hingga pertengkaran hebat dengan Ernest. Ernest yang masih dalam ketakutan bahwa anaknya nanti akan di bully akhirnya menuruti keinginan Meira dan mendapatkan makna kebahagiaan tersendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H