Katanya, surga dan neraka itu ganjaran
Iya, ganjaran...upah
Orang yang punya segudang kebaikan dan pahala,
Malaikat akan menggiringnya ke surga
Lalu neraka?
Kalian para pendosa,
Tuhan tak segan memanggang kalian dalam api neraka
Ssssttt.... Sini kuberitahu,
Ternyata ada surga dan neraka disini
Kemarilah, akan kuceritakan
Surga dan neraka pajak!
Ku pergi pagi buta
Ku pulang malam gelap
Matahari pun tak sempat kusapa
Hanya layar yang terus kutatap
Beginilah kami,
Budak korporat, kaum proletar
Merajut asa, menjemput impian
Tapi hey, siapa kalian?!
Beraninya mendekat,
Merampas apa yang kupegang,
Mengambil yang hanya sedikit ini
Kalian tahu kan, mengambil paksa itu pencuri namanya!
Hey ingat, pencuri itu pendosa, masuk neraka kau!
Tapi ku segera tersadar,
Siapa aku, siapa yang ku hardik
Yang kukata pencuri ini ternyata negara
Pajak itu kewajiban! Begitu katanya...
Baiklah, manusia proletar ini hanya bisa menjawab 'iya, silakan'
Tak punya daya, tak punya kuasa
Manusia proletar ini hanya bisa 'iya' namun terus menggerutu
Gerutu ini bagai rentet gerbong yang tidak berujung
Mau kusebutkan keluhan kami?
Adikku masih kesulitan dapat sekolah yang katanya harus dekat rumah
Ibuku masih kesulitan untuk pergi berdagang tiap paginya
Ayahku masih kesulitan berpindah tempat untuk berobat, ditolak sana sini
Itu baru keluargaku, bukan aku
Percayalah, derita dan gerutuan kaum proletar ini tak ada ujungnya
Pajak hadir dan berlindung di balik ketiak keadilan
Katanya pajak itu adil? Katanya agar adil, harus ada pajak
Tapi mana keadilan yang kalian janjikan?
Sen yang kami kumpulkan ini kalian ambil begitu saja
Kami harus patuh pajak katanya
Untuk apa pajak segunung bila tak ada yang bisa kami nikmati?
Hey, bukan kami katanya yang bisa menikmati!
Nikmat itu hanya bagi mereka yang ada di atas
Yang hidup dari pajak yang kami serahkan
Yang tak malu pamer kekayaan padahal itu uang kami, rakyat proletar ini
Mana keadilan? Ini keadilan?
Yang ada, kami seperti berada di neraka dunia, neraka pajak
Eits, ada satu lagi yang ingin kubisikkan
Ternyata pajak itu bagai pisau bermata dua
Tajam ke bawah, menyayat kami, kaum proletar
Tumpul ke atas, tak punya nyali di depan mereka yang punya kuasa
Katanya keadilan?
Nyatanya, mereka yang punya uang sibuk berhitung
Hitung dan hitung, supaya tak banyak pajak yang keluar
Mereka tak malu bermufakat untuk menjadi tikus
Tikus pengerat uang rakyat lemah
Sungguh nikmat mereka ini
Kubertanya, inikah surga dunia mereka
Inikah surga pajak mereka?
Masih ingat kan yang tadi kubilang di awal
Surga itu ganjaran, upah buat mereka yang berbudi
Neraka itu untuk mereka yang tak punya budi
Tapi sepertinya di dunia fana ini semua jadi berkebalikan
Barisan taat pajak ini orang baik bukan? Berbudi luhur
Bersedia dirampas sebagian haknya bagi negara katanya
Bolehkah kami meminta surga?
Surga di akhirat saja, jawabnya...
Apa yang kita dapatkan sekarang?
Neraka pajak
Namun apa yang orang-orang licik itu perbuat
Sampai-sampai mereka berhak mendapat surga?
Surga pajak!
Wajar kan bila kubilang ini tidak adil?
Ilmu luhur yang ibuku dulu bilang tak berarti
Kebaikan tak selamanya dibalas kebaikan
Tapi akan kah ini terus terjadi
Negara, mana tadi kata adil itu?!
Setidaknya, bila pajak ini tak bisa menjadi surga bagi semua rakyat
Jadikanlah negara ini sebagai neraka pajak
bagi kami,
bagi pejabat,
bagi pemilik kuasa
bagi pemilik uang
bagi semuanya.
Itu kan yang namanya adil.
Atau kami yang akan mencari surga pajak kami sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H